tag:blogger.com,1999:blog-85127860820318750512024-03-13T07:17:48.371-07:00ILMU KITAAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-63405876917129855712012-12-17T22:32:00.001-08:002012-12-17T22:49:56.076-08:00kisi-kisi uas Psikologi Belajar<br />
1. Apa pengertian psikologi belajar dan jelaskan ruang lingkup psikologi belajar !<br />
2. Apa yang disebut dengan belajar dan sebutkan ciri-ciri belajar !<br />
3. Jelaskan dan sebutkan tentang kecerdasan majemuk (<em>multiple intelligences)</em> !<br />
4. Jelaskan perbedaan motivasi intrinsic dan ekstrinsik dan berikan contohnya !
<br />
5. Ada tiga gaya belajar siswa ditinjau dari kecenderungan dalam penggunaan indera manusia, sebutkan dan jelaskan tiga gaya tersebut !
<br />
6. Jelaskan tentang konsep belajar kognitifistik menurut tokoh Piaget dan bagaimana implikasinya dalam pendidikan islam ?
<br />
7. Jelaskan pula konsep belajar menurut humanistic Rogers dan bagaimana terapannya dalam pendidikan Islam ?
<br />
8. Jelaskan tentang konseip belajar behavioristic menurut tokoh Thorndike lengkap dengan hukum-hukum belajar dan jelaskan bagaimana terapannya dalam pembelajaran !
<br />
9. Jelaskan pula konsep belajar dalam Islam menurut tokoh Islam yang anda katahui ( Al-Ghazali , Ibn Miskawaih, Ibn Sina, Al-zarnuji atau tokoh Islam yang lain) danjelaskan bagaimana terapannya dalam pendidikan Islam?
<br />
10. Suatu kasus kesulitan belajar:
<br />
Seorang siswa SMA kelas III IPS, laki-laki menunjukkan gejala jarang masuk sekolah, sering melanggar tta tertib sekolah, dan prestasi belajarnya menurun. Siswa tersebut sering bolos sekolah, terutama kalau akan menghadapi pelajaran matematika. Pada akhir tahun yang lalu yang bersangkutan termasuk salah seorang siswa yang dipermasalahkan untuk kenaikan kelasnya. Di rumah, siswa tersebut tidak mempunyai tempat belajar sendiri; dia belajar di tempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga, sehingga seringkali terlambat masuk sekolah.
Data lain menunjukkan bahwa siswa yang bersangkutan adalah anak ke enam dari sebelas bersaudara. Tiga orang saudaranya sudah berada di perguruan tinggi, dan salah seorang adiknya juga di kelas III jurusan IPA di sekolah yang sama.
Siswa yang bersangkutan sebenarnya kurang berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya.
<br />
SOAL : 10 . Bacalah dengan cermat kasus di atas dan berikanlah bantuan penyelesaian kesulitan belajar siswa dengan memperhatikan langkah-langkahnya yaitu :
<br />
a. Lakukanlah identifikasi masalah ! (Ada masalah apa saja ?)
<br />
b. Tentukan atau lokalisirlah pada kesulitan mana yang membutuhkan penanganan kesulitan belajar !<br />
c. Tentukan faktor-faktor apa yang manjadi penyebab kesulitan belajarnya !
<br />
d. Tentukan diagnosis kesulitan belajarnya !
<br />
e. Menjelaskan cara mengatasi kesulitan belajar (prognosis)
<br />
f. Bagaimana langkah treatmen nya?
<br />
g. Bagaimana evaluasinya ?
<br />
<br />
catatan : soal di atas bisa masuk semua d uas atau tidak.
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-68137169874983548822012-12-17T22:12:00.001-08:002012-12-17T22:47:34.716-08:00KISI-KISI UAS BK BELAJARSuatu kasus 1:<br />
Seorang siswa di kota J memperoleh prestasi belajar sangat kurang, terutama dalam mata pelajaran ilmu social. Yang bersangkutan adalah siswa jurusan IPA. Dia sering bertengkar dengan teman-teman sekelasnya dan sukar menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Orangtuanya bercita-cita agar anak itu menjadi seorang dokter. Dalam keluarganya, dia sering dimanjakan oleh kakak-kakak dan neneknya. Tingkat ekonomi orang tuanya tergolong sedang, sehingga ia sering mendapat kesulitan dalam memenuhi alat-alat pelajarannya. Terhadap guru, siswa tersebut sangat pemalu, segan dan bahkan takut, sehingga tampak canggung. Demikian juga hubungannya dengan orang-orang dewasa lainnya, ia tampak sangat kaku dan sering diperlakukan seperti anak kecil.
<br />
SOAL : 1. Jawab pertanyaan berikut ini dengan benar berdasarkan kasus 1 di atas !
<br />
a. Bagaimana Identifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar tersebut! ?
<br />
b. Lokalisasilah jenis dan sifat kesulitan belajar !
<br />
c. Bagaimana perkiraan sebab-sebab kesulitan belajarnya ?<br />
d. Terangkan bagaimana pemecahan terhadap kesulitan belajarnya !
<br />
<br />
Suatu Kasus 2:
<br />
ES berumur 16 tahun, duduk di kelas X di kota B. di sana ia tinggal bersama dengan kakak laki-lakinya yang seayah, tetapi berlainan ibu. Dalam rumah tersebut tinggal pula ibu tirinya. Ibu kandungnya tinggal di kota P sebagai pedagang. Nilai yang diperoleh ES sangat jelek dalam mata pelajaran matematika dan fisika, sedangkan dalam mata pelajaran lain nilainya cukup baik, yaitu rata-rata 6. Kecerdasannya (hasil tes PM) tergolong sedikit atau di atas rata-rata.
Hasil tes bakat menunjukkan bahwa ia cukup dalam penalaran berhitung, penafsiran mekanikaa dan penalaran abstrak. Menurut guru-gurunya, siswa tersebut termasuk anak yang pendiam dan selalu mengambil tempat duduk di deretan paling belakang. Dia bercita-cita jadi insinyur pertanian.
<br />
SOAL : 2. Jawab pertanyaan berikut ini dengan benar berdasarkan kasus 1 di atas !
<br />
a. Bagaimana Identifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar tersebut! ?
<br />
b. Lokalisasilah jenis dan sifat kesulitan belajar !
<br />
c. Bagaimana perkiraan sebab-sebab kesulitan belajarnya ?
<br />
d. Terangkan bagaimana pemecahan terhadap kesulitan belajarnya !
<br />
<br />
Kasus 3 :
<br />
Pada kelas 1 SD siswa B membaca kalimat yang tertulis: Saya pergi ke sekolah bersama kakak. Kalimat tersebut dibaca siswa B menjadi : “ Saya pergi ke sekolah bersama bapak”. Pada kalimat lain: Ia sakit namun ia tetap pergi ke sekolah. Dibaca oleh anak tersebut dengan : “Ia sakit nanum ia tetap pergi ke sekolah”.<br />
SOAL : 3. <br />
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar berdasarkan kasus 2 di atas:
<br />
a. Apakah siswa B termasuk anak dengan kesulitan membaca/ disleksia ? Jika tidak jelaskan argument anda, jika Ya, jawablah pertanyaan berikutnya !
<br />
b. Jelaskan pada tingkat kesulitan apa ?
<br />
c. Terangkan factor yang mungkin menjadi penyebab kesulitan tersebut !
<br />
d. Dengan metode apa anak B dapat dibantu kesulitan membacanya ?
<br />
<br />
SOAL NO 4 ;<br />
Jawablah pertanyaan di bawah ini tentang diskalkulia !<br />
a. Apa yang dimaksud diskalkulia ?<br />
b. Sebutkan perilaku siswa berkesulitan belajar matematika<br />
c. Jelaskan bimbingan bagi sisa berkesulitan belajar matematika !
<br />
<br />
Kasus 4 :
<br />
Pada kelas 1 SD siswa B membaca kalimat yang tertulis: Ibu pergi ke kampus untuk mengajar. Kalimat tersebut dibaca siswa B menjadi : “ Ibu dan bapak pergi ke kampus untuk mengajar.”. Pada kalimat lain: Dina membeli kue. Dibaca oleh anak tersebut dengan : “Dina membeli kue dan roti.”
<br />
<br />
SOAL : no 5 : Jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar berdasarkan kasus 4 di atas:<br />
a. Apakah siswa B termasuk anak dengan kesulitan membaca/ disleksia ? Jika tidak jelaskan argument anda, jika Ya, jawablah pertanyaan berikutnya !
<br />
b. Jelaskan pada tingkat kesulitan apa ?
<br />
c. Terangkan factor yang mungkin menjadi penyebab kesulitan tersebut !
<br />
d. Dengan metode apa anak B dapat dibantu kesulitan membacanya ?
<br />
<br />
catatan: soal di atas bisa masuk dalam soal ujian semua atau tidak.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-28357260492027192352012-12-17T22:07:00.000-08:002012-12-17T22:44:20.175-08:00KISI-KISI SOAL UAS IAD, IBD, ISD1. Jelaskan pengertian IAD, IBD, ISD dan jelaskan kegunaan mempelajarinya bagi mahasiswa !
<br />
2. Jelaskan dan terangkan proses perkembangan pola pikir manusia!
<br />
3. Jelaskan dan terangkan minimal <br />
3 teori terbentuknya tata surya!
<br />
4. Bagaimana proses terjadinya gerhana bulan dan matahari ?<br />
5. Tulislah satu ayat al-Quran yang berhubungan dengan penciptaan alam semesta!<br />
6. Sebutkan pandangan hidup yang Anda pegang, dan jelaskan factor apa yang mempengaruhi pandangan hidup Anda tersebut!
<br />
7. Bagaimana stratifikasi social terjadi, terangkan !
<br />
. Sebutkan dan jelaskan peran individu (Anda) dalam masyarakat!<br />
9. Terangkan fungsi-fungsi keluarga dalam perkembangan individu sebagai anggota keluarga!<br />
10. Bagaimana peran keluarga dalam membentuk masyarakat ?
<br />
<br />
catatan : soal bisa masuk dalam soal uas atau tidak semua masuk dalam soal uas.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-85731174024901337122012-12-02T09:33:00.002-08:002012-12-02T09:48:33.215-08:00PENGAJARAN PERBAIKANPENGAJARAN PERBAIKAN
A. PENGERTIAN DASAR PENGAJARAN PERBAIKAN DAN ARTI PENTINGNYA
1. Pengertian
Pengajaran perbaikan biasa dikenal dengan istilah Remedial Teaching dalam system kurikulum sekolah. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah corrective instruction . Pengajaran perbaikan ini merupakan pelengkap dari proses pengajaran secara keseluruhan . Pengajaran perbaikan ini perlu dikuasai setidak – tidaknya dikenal oleh guru bidang studi atau petugas bimbimbingan konseling disekolah.
Berasal dari kata ; Remidy [ing] ; menyembuhkan, mengulang
; Teaching ; pengajaran, proses belajar.
Remedial teaching merupakan suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan [remidy] atau membetulkan. Atau dengan singkat : pengajaran yang membuat menjadi baik .
layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan .
kegiatan yang ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran .
Adalah bertujuan agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sekurang – kurangnyasesuai dengan derajat ketuntasan minimum [Dra. Wiwik Chrisnayanti]
Singkatnya, Remedial Teaching atau pengajaran perbaikan adalah bentuk khusus pengajaran yang berfungsi untuk menyembuhkan [teraphy], membetulkan atau membuat menjadi baik. Yang disembuhkan adalah Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi . Istilah remedial teaching pada mulanya adalah kegiatan mengajar untuk anak luar biasa yang mengalami berbagai hambatan. Dewasa ini pengertian itu sudah berkembang [meluas] seperti uraian diatas. Mengenai tujuan kegiatan ini bias diuraikan ketika melihat arti dari Remedial teahing itu sendiri.
Perbedaan kegiatan remedial dari pembelajaran biasa terletak pada pendekatan yang digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan remedial direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan individu atau kelompok siswa. Sedangkan pembelajaran biasa menerapkan pendekatan klasikal, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya.
2. Tujuan
Secara terperinci tujuannya :
1. Siswa dapat memahami dirinya khususnya prestasi belajarnya
2. Dapat memperbaiki cara belajar kea rah yang lebih baik
3. Dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat
4. Dapat melaksanakan tugas – tugas belajar yang diberikan kepadanya. .
Diatas merupakan tujuan Remidial teaching yang khusus, sedangkan tujuan yang umum yaitu dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut massofa tujuan Remidial teaching ialah membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku . Atau dengan melihat definisi – definisi diatas kita bisa menyimpulkan tentang tujuan – tujuan Remidial Teaching.
3. Prinsip – prinsip
Langsung saja To the Point :
a. Adaptif : pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.
b. Interaktif : peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia.
c. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian.
d. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin.
e. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan.
4. Fungsi
a. Korektif memungkinkan terjadinya perbaikan hasil belajar
b. Pemahaman siswa memahami kemampuan dan kelemahannya serta guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai kondisi siswa.
c. Penyesuaian memungkinkan siswa menyesuaikan dengan lingkungannya serta guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa.
d. Pengayaan Remidial teaching dapat memperkaya proses belajar mengajar
e. Akseleratif mempercepat proses belajar mengajar baik dari segi waktu maupun materi.
f. Terapeutik remedial dapat memperbaiki atau menyembuhkan kondisi pribadi yang menyimpang.
5. Arti pentingnya
Arti pentingnya Remidial Teaching itu dapat dilihat dari berbagai segi. Diantaranya :
1. Siswa
Kenyataan menunjukkan bahwa setiap siswa dalam proses belajar mengajar mempunyai hasil yang berbeda – beda. Dan dalam hal ini perbedaan individual ini harus diterima. Dalam proses belajar mengajar selalu di jumpai adanya anak yang berbakat, kemampuan tinggi, ada yang kurang berbakat, ada yang cepat ada yang lambat disamping Background mereka yang berupa pengalaman berbeda – beda. Maka atas dasar perbedaan individual inilah Pengajaran perbaikan [Remidial Teaching] diperlukan untuk membantu setiap pribadi dalam mencapai prestasi yang optimal.
2. Guru
Dalam proses pengajaran, guru mempunyai multifungsi yaitu sebagai instruktur, konselor, sebgai media, sebagai sumber, dll. Dalam fungsinya yang ganda ini guru bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pengajaran khususnya peningkatan prestasi belajar siswa. Dalam rangka ini arti penting guru dalam kegiatan remedial teaching diperlukan yakni untuk mencapai prestasi belajar siswa yang optimal.
3. Proses pendidikan
Dalm proses pendidikan, bimbingan konseling merupakan kelengkapan dari keseluruhan proses belajar mengajar di sekolah. Melalui ini siswa diharapkan mencapai perkembangan pribadi yang integral. Untuk melaksanakan pelayanan bimbingan sebaik – baiknya dalam proses belajar mengajar diperlukan pelayanan khusus. Dan salah satu bentuk pelayanan khusus BK yaitu pengajaran perbaikan atau Remidial Teaching.
B. SIFAT – SIFAT KHUSUS PENGAJARAN PERBAIKAN
Mengenai sifat – sifat khusus pengajaran perbaikan ini terletak pada kekuasaan pengajaran perbaikan yang disesuaikan dengan karakteristik kesulitan belajar yang dialami siswa . Ini ditekankan pada usaha perbaikan keseluruhan proses belajar mengajar yang menyangkut masalah : cara belajar, metode yang digunakan, media, materi, environment yang mempengaruhi proses belajarmengajar. Maka dari itu perlu kami paparkan prinsip – prinsip yang mempengaruhi proses belajar dan masalah – masalah yang menyangkut :
a. Cara belajar siswa , pada dasarnya sisiwa belajar melalui eksplorasi, coba – coba [Trial end Error], rasa tidak senang maksudnya dengan merasakan tidak senang siswa akan belajar menghindari kesalahan., rasa gembira dalam artian sesuatu yang Happy cenderung untuk diulangi lagi, begitu juga sebaliknya, partisipasi[Learn By Doing], komunikasi, dll. Yang inti kesemuanya adalah pengalaman.
b. Kondisi belajar, kondisi yang mempengaruhi proses belajar baik kondisi umum ataupun kondisi khusus.
c. Strategi pengajaran , kegiatan yang dipilih guru dalam proses belajar mengajar yang dapat member kemudahan [fasilitas] kepada siswa menuju tercapainya tujuan.
d. Hubungan Guru – Siswa , yang penting adalah bagaimana guru membawa siswa memperoleh pengertian sesuai dengan pribadinya. Oleh karena itu anak yang Misbehavior merupakan akibat ketidakmauan anak mengerjakan sesuatu atas kehendak orang lain, karena yang dikehendaki orang lain itu tidak memuaskan baginya.
e. Pengelolaan kelas , menunjukkan kepada berbagai jenis kegiatan yang sengaja dilakukan oleh guru dengan tujuan mempertahankan/menciptakan kondisi kelas yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas meliputi pengaturan tingkah laku antara ruang sehingga tercipta kemudahan – kemudahan dalam mengajar. Problematika – problematika yang berkenaan dengan pengelolaan ini meliputi : kondisi dan situasi, administrasi teknik, dimensi pengelolaan, dan kedisiplinan.
C. MACAM – MACAM PENDEKATAN PENGAJARAN PERBAIKAN
Dalam sub bab bahasan ini dibagi menjadi tiga macam pendekatan pengajaran perbaikan. Yakni :
1. Pendekatan Kuratif ; pendekatan yang dilakukan setelah diketahui adanya siswa yang gagal dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pad pendekatan ini ada tiga strategi yang bisa dikembangkan oleh guru, yakni : a. strategi Pengulangan
b. strategi Pengayaan dan Pengukuhan
c. Strategi percepatan
2. Pendekatan Preventiv ; pendekatan yang ditujukan pada siswa yang pada awal belajar di duga telah mengalami kesulitan belajar. Strategi yang dapat dilakukan dalam pendekatan ini yaitu kelompok homogen, individual, dan kelas khusus.
3. Pendekatan Pengembangan ; pendekatan yang didasarkan pada pemikiran bahwa kesulitan siswa harus diketahui guru sedini mungkin agar dapat diberikan bantuan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Sedikit tambahan wacana yang intinya sama dengan diatas mengenai macam pendekatan yang dikemukakan oleh massofa yang diringkas dalam artikelnya “Kegiatan remedial dapat dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran biasa untuk membantu siswa yang diduga akan mengalami kesulitan (preventif); setelah kegiatan pembelajaran biasa untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar (kuratif); atau selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran biasa (pengembangan). “
Dalam melaksanakan kegiatan remedial guru dapat menerapkan berbagai metode dan media sesuai dengan kesulitan yang dihadapi dan tingkat kemampuan siswa serta menekankan pada segi kekuatan yang dimiliki siswa.
Menurut Wiwik Crisnayanti Metode yang dipakai dalam pengajaran remedial juga harus disesuaikan dengan karakteristik siswa yang mengalami kesulitan belajar. Beberapa metode yang dapat dipergunakan adalah metode pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, tutor sebaya, dan pengajaran individual.
Mengenai teknik yang lain, kami memaparkan Dalam literatur Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem yang ditulis oleh Prof. DR. Oemar Hamalik yang menyebutkan bahwasannya teknik perbaikan terdiri atas ;
Perbaikan hasil belajar dengan memberikan pengajaran remedial, tutorial system, diskusi kelompok, latihan dan ulangan, pemberian tugas, review pengajaran, pengajaran individual, dan sebagainya.
Bantuan kesulitan dan pemecahan masalah dengan cara memberikan bimbingan dan layanan, baik perorangan maupun kelompok, latihan memecahkan masalah dan sebagainya.
Perbaikan kualifikasi guru dengan cara belajar mandiri, studi lanjutan, diskusi kelompok, supervise, pengembangan staf, dll.
Peningkatan efisiensi program pengajaran dengan cara pengkajian dan penyusunan rencana pengajaran lebih seksama dan lebih akurat. Dan juga menilai setiap komponen dalam program tersebut secara spesifik.
Perbaikan kemampuan awal dengan cara melakukan Assessment secara lebih saksama terhadap komponen – komponen entry behavior para sisswa, mengembangkan kerjasama dengan rekan kerjadan sekolah – sekolah yang lebih rendah.
D. PROSEDUR PELAKSANAAN PENGAJARAN PERBAIKAN
Ketika membahas procedure maka yang akan muncul adalah langkah – langkah apa saja yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Remedial Teaching dengan Step By Step, maka bisa kami jelaskan sedikit mengenai langkah – langkah apa saja yang akan dilakukan dengan menggunakan dua argument dari massofa dan ahmad sudrajat.
Ahmad sudrajat berpendapat bahwa langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial.
1. Diagnosis Kesulitan Belajar
a. Tujuan : Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.
Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik yang kurang perhatian di saat mengikuti pembelajaran.
Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang mengalami gangguan belajar yang berasal dari luar diri peserta didik, misalnya faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dsb.
Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang mengalami ketunaan pada diri mereka, misalnya tuna rungu, tuna netra¸tuna daksa, dsb.
b. Teknik : Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb.
Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan.
o Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.
o Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik.
o Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik.
2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain:
• Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat.
• Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual. Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan.
• Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus. Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Peserta didik perlu diberi latihan intensif (drill) untuk membantu menguasai kompetensi yang ditetapkan.
• Pemanfaatan tutor sebaya. Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab.
Diatas sudah dijelaskan tentang langkah – langkah pelaksanaan Remidial Teaching menurut ahmad sudrajat. Maka sangatlah berbeda dengan pendapatnya massofa yang memaparkan pendapatnya mengenai langkah – langkah pelaksanaan dalam Remidial Teaching secara To The Point dan ringkas dengan urut – urutannya, yakni ;
1. analisis hasil diagnosis kesulitan belajar,
2. menemukan penyebab kesulitan,
3. menyusun rencana kegiatan remedial,
4. melaksanakan kegiatan remedial, dan
5. menilai kegiatan remedial.
E. CONTOH REMIDIAL TEACHING
Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer, multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.
Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat.
Contoh lain dengan memberikan bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual. Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan.
Contoh lagi dengan Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus. Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Peserta didik perlu diberi latihan intensif (drill) untuk membantu menguasai kompetensi yang ditetapkan.
Tambahan contoh yang lain yakni dengan Pemanfaatan tutor sebaya. Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab.
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-91131312675631106662012-12-02T09:26:00.001-08:002012-12-02T09:26:39.683-08:00PROSEDUR DAN TEKNIK MENGATASI KESULITAN BELAJAR
PROSEDUR DAN TEKNIK KESULITAN BELAJAR
Pada pembahasan ini akan dibahas mengenai:
• Prosedur diagnosis kesulitan belajar
• Teknik diagnosis kesulitan belajar
• Kiat mengatasi kesulitan belajar
A. Prosedur Diagnosis Kesulitan Belajar
Para ahli di bidang diagnosis kesulitan belajar mengajukan langkah-langkah (prosedur) diagnosis kesulitan belajar secara berbeda. Perbedaannya hanya merupakan perbedaan teknis dan bukan perbedaan prinsip. Roos dan Stanley (dalam Rosjidan, dkk., 1992) mengemukakan bahwa dalam tahapan diagnosis kesulitan belajar perlu dipertanyakan hal-hal berikut:
a. Siapakah siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar?
b. Di manakah kelemahan-kelemahan dalam dilokalisasikan?
c. Di manakah kelemahan-kelemahan itu terjadi?
d. Penyembuhan-penyembuhan apakah yang disarankan?
e. Bagaimana kelemahan itu dapat dicegah?
Dari antara pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikatakan bahwa keempat pertanyaan merupakan usaha perbaikan sedangkan langkah yang ke lima merupakan usaha pencegahan.
A.1. Prosedur Diagnosis
Di bawah ini akan diuraikan tentang langkah-langkah atau prosedur diagnosis kesulitan belajar yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardhani (1991) sebagai berikut:
1) melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran;
2) memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar;
3) mewawancarai orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar;
4) memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa;
5) memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
A.2. Membimbing Menemukan Kata Kunci
Untuk segera menemukan kesulitan belajar dini, perlu siswa dibimibing untuk menemukan kata kunci, diantaranya:
• Jika anak terlihat kesulitan dalam memahami bacaan, orangtua dapat membantunya dengan membuat peta atau bagan cerita. Misalnya mencari nama tokoh, waktu, dan tempat bersama-sama.
• Selain itu, orangtua juga bisa membantu anak untuk mencari permasalahan, tindakan yang harus dilakukan, dan bagaimana akhir ceritanya.
• Setelah anak bisa menceritakan kembali, ajarkan anak untuk membuat pertanyaan tentang cerita tersebut. dengan begitu, anak juga bisa menemukan gagasan utama dari cerita yang dibacanya.
• Untuk lebih mempermudah, bantulah anak menemukan kata-kata kunci yang tidak dimengerti.
• Kamus dan ensiklopedia berperan di sini. Sebagian anak yang berusia di atas tujuh tahun tidak tahu bagaimana cara membaca kamus. Jika pengenalan pada kamus dan ensiklopedia sudah dilakukan sejak mereka kecil, kata sesulit apapun akan mudah dicari artinya.
• Latar belakang yang dimiliki anak sangat membantu untuk memahami sebuah persoalan atau bacaan baru. Ini terutama bila isi bacaan mamiliki persamaan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Strategi mengaktifkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat membantu anak ketika berespons pada pertanyaan-pertanyaan bacaan.
A.3. Contoh-contoh kesulitan belajar
1. Gangguan disleksia
2. Underachiever
3. curang
4. Retardasi mental
5. Learning dis-abilities
6. Anak tunarungu
7. Slow learners
8. Perilaku Agresif
9. Berbohong
10. Kecemasan
11. Kesulitan matapelajaran Bhasa Indonesia
12. Autism
13. Anak temper tantum
14. Pemalu
15. Ngompol (enuresis)
16. Gagap (Stuttering)
17. Gangguan Pemusatan Perhatian
18. Hiperaktif
19. Disgrafia
20. Berbicara
21. Kesulitan Belajar anak ADHD
22. Anak malas beajar
A.4. Contoh Kasus: Bentuk Kesulitan Belajar
Nilai Ardhi (7) dalam beberapa pelajaran bisa dibilang cukup. Untuk pelajaran Sains, Pendidikan Lingkungan Kehidupan Ponorogo, dan IPS, siswa kelas II SD swasta ini bisa mendapat nilai delapan. Namun untuk pelajaran Bahasa Indonesia, terutama bidang apresiasi sastra, beberapa kali Ardhi harus mengikuti ulangan perbaikan.
Menurut gurunya, Ardhi belum mampu mengerjakan soal itu karena dia kurang membaca. Jika Ardhi rajin membaca cerita, otomatis akan pandai mambuat karangan atau menjawab pertanyaan. Jawaban sang guru tak memuaskan sang anak maupun orangtua. Masalahnya, setiap malam sebelum tidur Ardhi pasti mambaca buku cerita. Dulu, sebelum dia bisa mambaca sendiri, setiap malam sang ibu membacakan carita untuknya.
Rupanya banyak anak seusia Ardhi yang kesulitan belajar, dalam arti memahami isi sebuah bacaan. Kesulitan belajar bisa terjadi karena anak belum mempunyai strategi metakognitif. Maksudnya, anak belum bisa memetakan persoalan sehingga dia kesulitan memahami secara komprehensif. Misalnya, jika seorang anak membaca, dia akan membaca begitu saja tanpa memahami isi. Ketika diberi pertanyaan, seperti siapa nama tokohnya, apa isi cerita, atau bagaimana akhir cerita, dia tidak bisa menjawab.
Kemampuan memahami persoalan ini tidak hanya terjadi saat seseorang membaca buku. Pada saat seseorang berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain, seharusnya ia mampu memikirkan apa yang sedang dibicarakan. Demikian pula ketika seseorang sedang menyelesaikan masalah dalam matematika, ia akan memikirkan langkah atau prosedur yang harus ditempuh agar memperoleh jawaban paling tepat.
B. Teknik Diagnosis Kesulitan Belajar
B.1. Teknik Diagnosis
Adapun teknik diagnosis kesulitan belajar yang bisa dilakukan guru antara lain:
1). Mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar
Teknik yang dapat ditempuh bermacam-macam, antara lain dengan jalan:
a. meneliti nilai ujian yang tercantum dalam rapor kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas (PAN) atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut (PAP: penilaian acuan patokan);
b. menganalisis hasil ujian dengan melihat tipe kesalahan yang dibuatnya;
c. observasi pada saat siswa dalam proses belajar mengajar;
d. memeriksa buku catatan pribadi yang ada pada konselor;
e. melancarkan sosiometeri untuk melihat hubungan sosial psikologis yang terdapat pada para siswa.
2). Melokalisasikan letaknya kesulitan belajar
Setelah menemukan kelompok atau individu siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka teknik selanjutnya ialah menelaah: (a) dalam mata pelajaran apa saja kesulitan itu terjadi, (b) pada kawasan tujuan belajar (aspek perilaku) yang mana kesulitan itu terjadi, (c) pada bagian (ruang lingkup bahan) yang mana kesulitan itu terjadi, (d) dalam segi-segi proses belajar mana kesulitan itu terjadi.
3). Melokalisasi jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mereka mengalami berbagai kesulitan.
Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar ada dua hal yaitu:
a. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berada dalam diri siswa, misalnya: inteligensi yang rendah, kondisi fisik, sikap dan kebiasaan, belum memiliki kemampuan dasar yang dipersyaratkan untuk memahami materi pelajaran.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa, misalnya: situasi belajar mengajar, kurikulum, beban studi yang terlampau berat, metode mengajar yang kurang memadai, sering pindah sekolah, dan situasi sosial ekonomi keluarga.
4). Memperkirakan kemungkinan bantuan
Setelah mengetahui jenis dan sifat kesulitan belajar serta menentukan letak kesulitan belajar dan faktor-faktor yang menyebabkannya, maka guru dapat memperkirakan:
a. Apakah siswa tersebut masih dapat ditolong untuk mengatasi kesulitannya ataukah tidak.
b. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa tertentu.
c. Kapan dan dimana pertolongan itu dapat diberikan.
d. Siapa yang dapat memberikan pertolongan.
e. Bagaimana cara menolong siswa secara efektif.
f. Siapa saja yang harus dilibatkan dalam menolong siswa tersebut
5). Menetapkan kemungkinan cara mengatasi kesulitan belajar
Teknik yang kelima adalah teknik menyusun suatu rencana yang dapat dilaksanakan untuk membantu mengatasi kesulitan yang dialami siswa tertentu. Rencana itu hendaknya berisi:
a. Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan yang dialami siswa.
b. Menjaga agar kesulitan tersebut tidak sampai terjadi lagi.
Ada baiknya rencana ini didiskusikan dan dikomunikasikan kepada fihak-fihak yang dipandang berkepentingan, yang kelak akan terlibat dalam pemberian bantuan kepada siswa yang bersangkutan, misalnya: wali kelas, orangtua, konselor, dan ahli lain. Secara khusus kegiatan ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang mengajar mata pelajaran, yang tahu persis tentang berbagai jenis kesulitan yang biasa dialami oleh siswa dalam mata pelajarannya.
6). Tindak lanjut
Kegiatan tindak lanjut merupakan kegiatan melakukan pengajaran remedial yang diperkirakan paling tepat dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Kegiatan tindak lanjut ini dapat berupa:
a. Melaksanakan pengajaran remedial pada mata pelajaran tertentu pada aspek tertentu yang dilakukan oleh guru, wali kelas atau fihak lain yang dianggap dapat menciptakan suasana belajar yang penuh motivasi. Pelaksanaan pengajaran remedial ini sesuai dengan program yang dibuat dalam langkah 5
b. Membagi tugas dan peranan dengan orang-orang tertentu (guru dan wali kelas) dalam memberikan bantuan kepada siswa dan guru yang melakukan kegiatan pengajaran remedi.
c. Senantiasa mencek dan mencek kembali (recheck) kemajuan siswa baik pemahaman mereka terhadap bantuan yang diberikan, yang berupa bahan pengajaran, maupun mencek ketepatgunaan program remidi yang dilaksanakan.
d. Mentransfer atau merefer siswa yang menurut perkiraan guru tidak mungkin lagi ditolong karena di luar kemampuan atau kewenangan guru, wali kelas, dan konselor sekolah. Transfer semacam ini biasanya dilakukan kepada lembaga/ahli yang diperkirakan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan kesulitannya.
B.2. Contoh Kasus: Kesulitan Belajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
a. Pengertian
Disleksia berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni dys : tidak memadai dan lexis : kata atau bahasa. Dapar disimpulkan disleksia ialah kesulitan belajar yang terjadi karena anak bermasalah dan mengekspresikan ataupun menerima bahasa lisan maupun tulisan. Kesulitan ini tercermin dalam kesulitan anak untuk membaca, mengeja, menulis, berbicara, atau mendengar. Disleksia bukan merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun merupakan gangguan atau penyakit yang tidak ada obatnya. Namun penderita hanya mempunyai perbedaan dengan orang normal yang disebabkan oleh perbedaan cara belajar atau proses kognitif. Selain kekurangan dan keterlambatan dalam hal membaca, mengeja, menilis, berbicara, atau mendengar anak disleksia juga mempunyai kelebihan.
Para penderita mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
• Terampil berfikir visual daripada berfikir verbal
• Memiliki kesadaran yang sangat tinggi terhadap lingkungan
• Memiliki daya cipta yang tinggi
• Memiliki rasa ingin tahu yang besar
• Lebih kreatif dan intuitif
• Dan terampil mengerjakan tugas-tugas dan langsung berhubungan dengan dunia nyata
b. Faktor Penyebab
Penyebab disleksia hingga kini belum diketahui secara pasti, meski beberapa penelitian menunjukkan
• Bahwa faktor keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi pada otaklah pemicunya. Tapi hal itu tidaklah terlalu penting, karena pada dasarnya disleksia tidak disebabkan pola asuh yang salah. Yang harus dilakukan orangtua adalah mengenali gangguan tersebut sejak dini dan membantu anak mengatasi kesulitan baca tulisnya.
• Kira-kira 14 area di otak berfungsi saat membaca. Ketidak mampuan dalam belajar pada disleksia ini disebabkan karena terdapat gangguan di area otaknya. Pesan yang terkirim masuk ke otak tampaknya berubah menjadi tidak beraturan dan kacau. Orang dengan disleksia dapat mendengar dan melihat dengan baik, namun apa yang mereka dengar dan lihat tampaknya berbeda dengan apa yang dilihat dan didengar oleh orang kebanyakkan. Kesalahan yang disebabkan disleksia sudah terjadi saat mereka dilahirkan dan faktor hereditas sangat mempengaruhi. Kira-kira 5-10% anak usia sekolah memiliki gangguan belajar.
c. Ciri-Ciri
Ciri-ciri penyandang disleksia ini tidak paten karena tidak semua penyandang disleksia menunjukkan ciri-ciri yang sama. Namun beberapa ciri di bawah ini dapat ditemukan pada penyandang disleksia antara lain :
1. Ada kesenjangan antara kemampuan anak yang sebenarnya dan prestasi belajarnya
Prestasi belajar yang kurang bagus bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya anak kurang motivasi belajar sehingga mereka enggan mengikiti pelajaran sekolah atau memang karena kemampuannya kurang memadai sehingga prestasi belajar buruk
2. Ada satu atau dua keluarga yang juga mengalami kesulitan belajar (Faktor keturunan)
Biasanya hal ini dapat ditelusuri dengan melihat silsilah dan riwayat kesehatan keluarga.
3. Kesulitan mengeja.
Mereka sering mencampurkan huruf-huruf dalam satu kata. Jadi semua huruf dalam satu kata bisa dieja secarabenar tetapi urutannya kacau.
Contoh : “Diam” menjadi “Daim”
4. Kebingungan dalam membedakan kiri dan kanan.
Anak disleksia sering bingung jika diminta menunjukkan mana tangan kiri atau kanan, belok kiri atau belok kanan
5. Menulis huruf atau angka secara mundur.
Anak disleksia sering tidak bisa membedakan huruf “b” dan “d” atau “p” dan angka 9
6. Kesulitan dalam hitungan
Kesulitan yang dialami penyandang disleksia biasanya dalam mengurutkan angka secara benar. Padahal kemampuan berhitung tergantung pada urutan angka misal 2, 4, 6, 8, dan seterusnya
7. Kesulitan mengatur diri sendiri
Penyandang disleksia sering mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan untuk diri sendiri. Misalnya, kapan kira-kira buku dan pensil mereka butuhkan. Mereka juga kesulitan dalam menata barang atau buku yang mereka miliki.
8. Kesulitan mengikuti instruksi yang kompleks
Contoh : Pergilah ke pasar, ada banyak cabe di sana, belilah cabe keriting 1 kilo. Contoh perintah ini bagi penyandang disleksia merupakan perintah yang terlalu kompleks akan lebih mudah jika perintah itu diubah menjadi “Pergilah ke pasar, belilah cabe keriting 1 kilo”.
d. Teknik Pengobatan
Pengobatan pada anak penyandang disleksia dapat dilakukan di lingkungan:
1. Sekolah Khusus Penyandang Disleksia
Program yang harus ada pada sekolah khusus ialah metode mengajar multisensorik karena terbukti efektif. Metode mengajar multi sensorik melibatkan banyak indera dalam megajar terutama rabaan dan gerakan. Contoh ketika anak belajar membedakan huruf “b” dan “d” caranya antar lain:
• Anak diminta menulis huruf “b” dan “d” besar-besar di lantai
Cara ini membuat anak menggerakkan semua lengan dan badannya untuk menulis. Setidak-tidaknya anak akan mengingat tugas untuk menulis di lantai ini dan menggunakan ingatannya untuk menulis“b”dan “d” selanjutnya
• Huruf tersebut ditulis di kertas amplas sehingga anak bisa meraba bentuknya
• Ingatan ketika meraba huruf tersebut juga bisa dirangsang dengan membuat huruf dari bahan kenyal seperti dari tanah liat atau sejenis plastik
2. Sekolah Umum
Terapi di sekolah umum lebih dipusatkan pada peran guru. Adapun beberapa hal yang hendaknya dilakukan oleh guru antara lain:
• Penderita disleksia jangan diminta untuk membaca keras di depan kelas karena hal ini akan membuatnya menjadi takut dan cemas yang bisa mengakibatkan hilangnya harga diri, dan penolakan di kelas.
• Anak disleksia sebaiknya diminta duduk paling depan sehingga pandangannya ke arah papan tulis dan tidak terhalang sama sekali.
• Pekerjaan rumah sebaiknya ditulis secara jelas sebelum pelajaran berakhir karena anak disleksia butuh waktu banyak untuk memahami tulisan. Jika PR diberikan tengah pelajaran, bisa jadi anak disleksia belum menangkap tugas yang diberikan dan orang tuanya tidak bisa membantu. Akibat selanjutnya, anak menjadi cemas ke sekolah karena takut di hukum oleh gurunya karena tidak mengerjakan PR.
• Berikan pujian atas usaha anak disleksia menjawab pertanyaan. Hal ini akan meningkatkan harga diri mereka.
• Dalam ujian, sebaiknya tidak diberi ujian lisan bahkan kalau perlu tidak ada ujian mengeja. Jangan paksa anak disleksia membaca keras, diberi PR terlalu banyak dan lebih menekankan isi daripada ejaan atau tulisan tangannya.
3. Keluarga
Keluarga di sini lebih difokuskan pada peran dan perlakuan orang tua ke anak penderita disleksia. Perlakuan penting dari orang tua ialah menjaga agar anak tidak kehilangan harga diri dan tetap memiliki harga diri. Beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk kepercayaan diri. Beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk menjaga kepercayaan diri anak penderita disleksia antara lain:
• Setiap kali jelaskan kepada anak bahwa kesulitan yang dialami bukan berarti gagal
• Beri pujian tiap kali setiap kali anak dapat melakukan sesuatu dengan baik
• Hargai usahanya terutama dalam membaca, menulis, dan berhitung
• Dampingi anak ketika mengerjakan PR
• Bantu anak dalam mengatur diri
• Salurkan anak kebidang-bidang seperti bidang-bidang yang menuntut kreativitas atau olah raga yang mensyaratkan koordinasi fisik dimana kemungkinan besar anak sukses.
4. Medis
Metode yang diklaim sudah membantu sebanyak 16.000 penderita disleksia sampai Inggris dan Australia ini berteori bahwa anak disleksia memiliki kekurangan pada aktivitas bagian otak yang bernama serebelum. Berlokasi di dasar otak, sebelum mengandung 50 persen sel saraf otak. Metode yang diajukan Dore adalah merancang latihan rutin setiap individu untuk menstimulasi daerah otak ini dengan sejumlah pembelajaran.
Metode itu dilakukan dengan mengikuti latihan seperti berdiri di atas papan bergoyang, melempar kantung dan mengayunkan bola selama sepuluh menit dua kali sehari. Kemampuan mereka memang mengalami peningkatan, terutama dalam hal membaca, sains dan matematika, sunjek pelajaran yang kerap kurang mampu dipahami penderita disleksia.
B.3. Contoh Kasus: Slow Learner (Lambat Belajar)
a. Pengertian
Anak yang lambat belajar atau slow learner adalah anak yang perkembangan belajarnya lebih lambat jika dibendingkan dengan perkembangan rata-rata kelompoknya yang seusia, dan juga anak-anak yang lambat dalam proses belajarnya jika dibendingkan dengan sekelompok anak yang lain dan taraf potensi intelektualnya sama.
Pada umumnya anak yang lambat belajar adalah anak yang kemampuan kecerdasannya di bawah rata-rata. Anak yang lambat belajar disebut juga anak yang “subnormal” atau “mentally retarted” sebagaimana dirumuskan J.P Chaplin sebagai berikut :
Slow learner : a non technical term variously applied to children who are some what mentally retarted or who are develophing at a slower tahan normal rate.
Mengenai anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, banyak istilah yang digunakan misalnya : mentally subnormal, mentally retarded, mentally defective, feeble minded dan sebagainya. Akan tetapi yang dimaksud dengan mental retarded dalam hubungannya dengan anak yang lambat belajar adalah anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan dibawah rata-rata atau dibawah normal.
b. Gejala Tingkah Laku dan Ciri-Ciri Anak Lambat Belajar
Gejala tingkah laku lambat belajar adalah :
• Kelambatan dalam menerima dan mengolah pelajaran
• Kelambatan dalam melakukan tugas-tugas
• Kelambatan dalam memahami isi bacaan
• Kelambatan dalam menganalisa dan memecahkan masalah
• Kekurangmampuan berkonsentrasi
• Kekurangmampuan dalam mengemukakan pendapat
• Kekurangmampuan dalam memimpin
• Kurang kreatif
• Prestasi rendah
• Mengalami kelainan tingkah laku, kebiasaan jelek, tingkah laku tidak produktif
• Mudah lupa
Ciri-ciri anak lambat belajar adalah :
• Perhatian dan konsentrasi singkat
• Reaksinya lambat
• Kemampuan terbatas untuk bekerja secara abstrak dan dalam menyimpulkan
• Kemampuan terbatas dalam menilai bahan yang revelan
• Kelambatan dalam menghubungkan dan mewujudkan ide dengan kata-kata
• Gagal dalam mengenal unsur dalam situasi baru
• Belajar lambat dan mudah lupa
• Perpandangan sempit
• Tidak mampu menganalisa, memecahkan masalah serta tidak mampu berfikir kritis.
c. Sebab-Sebab
Kelainan tingkah laku anak yang tergolong dalam keadaan slow learner adalah menggambarkan bahwa adanya sesuatu yang kurang sempurna pada pusat susunan syarafnya. Kemungkinan adanya sesuatu syaraf yang tidak berfungsi lagi karena telah mati atau setidak-tidaknya telah menjadi lemah. Keadaan demikian itu biasanya terjadi semasa anak masik dalam kandungan ibunya, pada waktu dilahirkan. Dan hal ini dapat pula terjadi karena adanya faktor-faktor dari dalam (endogen) atau dari luar (eksogen).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa sebab-sebab terjadinya slow learner bila ditinjau dari perbedaan waktunya adalah sebagai berikut;
1. Masa sebelum dilahirkan (masa pranatal)
2. Masa kelahiran (masa natal)
3. Masa setelah dilahirkan (masa postnatal)
1. Masa sebelum dilahirkan (masa pranatal)
Masa sebelum dilahirkan sering juga disebut masa pranatal, yaitu proses kelainan pada pusat susunan syaraf anak telah terjadi semasa masih dalam kandungan perut ibunya. Hal ini mungkin terjadi dakibat dari infeksi penyakit si ibu, misalnya :
a. Penyakit sipilis (penyakit kelamin), cacar, campak, dan yang sejenisnya.
b. Obat-obatan yang dimakan si ibu pada waktu hamil muda dengan maksud yang sebenarnya adalah untuk mengurangi penderitaan.
c. Kelainan pada kelenjar gondok, yang mengakibatkan pertumbuhan kurang wajar, keterlambatan kecerdasan, dan lain-lain.
d. Penyinaran dengan sinar rongen dan radiasi yang berlebihan. Misalnya bayi yang lahir di Nagsaki (Jepang), yaitu pada waktu sebelumpeledakan bom atom 1945 mereka masih berada dalam kandungan ibunya.
e. Letak bayi dalam perut sang ibu yang tidak normal, misalnya tali pusat bayi tertekan hingga mengakibatkan peredaran darah terganggu.
f. Sang ibu menderita keracunan pada waktu mengandung, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi yang sedang dikandungnya. Misalnya keracunan radioaktif, alkohol, dan lain-lain.
g. Kecelakaan yang langsung menimpa kandungan sang ibu yang sedang mengandung, hingga menimbulkan kerusakan pada syaraf-syaraf otak bayi yang berada dalam kandungan.
h. Kehidupan batiniah yang tidak stabil atau seimbang, selama ibu mengandung, kurang hati-hati dan kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja yang berakibat buruk terhadap perkembangan bayi di dalam kandungan.
2. Masa kelahiran (masa natal)
Prose kelainan pusat susunan syaraf pada anak yang waktu dilahirkan terjadi karena :
a. Bayi yang mengalami proses kelahiran yang terlalu lama, hingga bayi menderita kekurangan zat asam (walaupun sedikit saja). Dan hal ini akan mempengaruhi sel-sel syaraf otak
b. Akibat pendarahan pada otak yang terjadi karena sulitnya proses kelahiran yang terpaksa dibantu dengan mempergunakan alat yaitu tang.
c. Akibat kelahiran bayi sebelum cukup umur, yang dikenal dengan kelahiran prematur. Biasanya disebabkan keadaan tulang-tulang pelindung otak anak itu masih lemah sehingga mudah mengalami perubahan bentuk karena tertekan.
d. Bayi tidak dapat segera menangis setelah lahir, yang mengakibatkan terlambatnya bayi untuk memulai bernafas secara efektif.
3. Masa setelah dilahirkan (masa postnatal)
Yang dimaksud dengan masa setelah dilahirkan atau sering juga dikatakan dengan masa postnatal, adalah keadaan anak yang telah dilahirkan itu dalam keadaan normal. Akan tetapi karena adanya sesuatu hal terjadilah kerusakan pada otaknya. Hal ini dapar terlihat atau nampak dengan kemundurannya darikecerdasan anak itu. Keadaan anak itu mungkin terjadi karena akibat dari kecelakaan, hingga dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel otak. Mungkin juga terjadi karena adanya penyakit yang akut, sehingga mengakibatkan pendarahan di otak (encipalitis) atau peradangan pada selaput otak (meningitis). Selain itu pula anak menderita penyakit avitaminosis yaitu kekurangan vitamin-vitamin yang sangat diperlukan dan berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan uraian di atas, apabila kita meninjau dari sifat masalahnya, ternyata ank slow learner itu merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Yaitu masalah yang beruang lingkup pendidikan, psikologis, medis psikiatris, kultur (budaya), dan masalah-masalah sosial.
d. Faktor-faktor psikologis dalam belajar pada anak slow learner
Semua perbedaan dan fungsi psikologis seseorang akan sangat berpengaruh terhadap proses belajarnya. Faktor psikologis yang berpengaruh pada anak slow learner adalah intelegensi atau kecerdasan.
Intelegensi adalah faktor endogen yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar seseorang. Yang termasuk golongan atau kelompok anak-anak dalam keadaan tingkat intelegensinya rendah itu adalah anak-anak yang lambat belajar. Akan tetapi kelompok anak-anak yang mempunyai kelambatan dalam belajar itu termasuk kelompok penderita tingkat intelegensi yang paling ringan dan hampir mendekati kepada anak-anak yang normal. Namun masih tampak dengan jelas perimbangan kemampuannya untuk melakukan sesuatu masih kurang, bila dibandingkan dengan anak-anak yang normal. Mereka masih kurang berinisiatif dan masih berfikir sederhana dalam menganalisa pengertian yang bersifat abstrak. Mengenai relasi sosial dengan alam sekitarnya cukup memuaskan. Bagi anak-anak yang lambat belajar mempunyai kemungkinan besar untuk dapat dididik dan dilatih dengan mencapai suatu hasil yang diharapkan. Bahkan mereka itu ada kemungkinan besar untuk dapat mengikuti pendidikan di sekolah dengan anak-anak yang normal meskipun cara menamatkan pelajarannya dengan waktu yang lebih lama.
Berbagai faktor tersebut adalah:
1. Faktor keturunan
Masalah faktor keturunan masih sulit untuk diselidiki, sebab tanda-tandanya tidak jelas dan beraneka ragam,misalnya tentang warna rambut, warna kulit, besarnya tubuh, dan sebegainya. Apakah slow learner dalam hal ini mengikuti hukum mendel, belum dapat dipastikan dengan benar.
2. Faktor kebudayaan
Yang dimaksud dengan faktor-faktor kebudayaan yaitu faktor-faktor yang berlangsung dalam lingkungan hidup manusia yang secara keseluruhan maliputi segi-segi kehidupan sosial, psikologik, religius, dan sebagainya. Faktor ini mempunyai daya dorong terhadap perkembangan kepribadian anak.
Sebaliknya apabila faktor-faktor kebudayaan itu tidak bekerja dengan baik akan mempunyai pengaruh negatif terhadap perkembangan kepribadian anak. Anak-anak yang mengalami hambatan-hambatan mental, tetapi memdapatkan lingkungan kebudayaan yang cukup baik dan bersifat mendorong, mereka akan memperoleh kemajuan-kemajuan meskipun tidak besar atau pesat. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kebudayaan itu bekerja dan mempunyai pengaruh positif. “Pendidikan. Pekerjaan, penghasilan, cara hidup dan latar belakangsosial ekonomi orang tua atau keluarga itu sangat mempengaruhi anak. Penelitian BPPS di Sragen membuktikan adanya hubungan antara keadaan sosial ekonomi budaya keluarga dengan mental subnormalisasi anak. Keadaan hubungan ini dialami bukan hanya untuk mental subnormal, tetapi anak cacat pada umumnya”.
e. Terapi
Berbagai terapi medis telah dilakukan untuk menanggulangi slow learners. Diantara berbagai jenis terapi adalah terapi obat-obatan dan bio kimia seperti pengaturan makan, pemberian vitamin, dan terapi alergi. Jenis terapi yang lain adalah dengan menggunakan terapi modifikasi perilaku (behavior modofocation)
• Terapi obat
Banyak anak kesulitan belajar diberi obat untuk mengendalikan perilaku mereka. Tindakan ini dilakukan dengan alasan bahwa peningkatan perilaku dapat meningkatkan kemampuan anak untuk belajar. Meskipunterapi obat merupakan masalah medis, guru memegang peran penting dalam meningkatkan efektifitas penyembuhan. Untuk mengerjakan tugas ini guru seharusnya mengetahuui program pengobatan khusus bagi seorang anak agar ia dapat memberikan umpan balik kepada dokter atau orang tua tertang pengaruh obat bagi anak di sekolah. Dokter dapat memberikan umpan dibalik tersebut, dokter dapat memberikan efektivitas obat dan melakukan modifikasi jika diperlukan.
• Diet
Teori yang berkaitan dengan diet menyebutkan bahwa ank-anak memiliki hipolisemia, yaitu suatu kondisi yang menyebabkan kekurangan kadar gula darah. Terapi dilakukan dengan melaksanakan pengontrolan pola makan anak sehingga dengan demikian kondisi anak dapat ditingkatkan. Tenpa adanya kotrol pengaturan makan, menurut teori ini akan terjadi penurunan kadar gula darah dalam satu jam detelah makan sehingga energi anak untuk belajar menjadi habis.
• Terapi alergi
Beberapa peneliti beranggapan bahwa alergi berkaitan dengan kesulitan belajar. Tetapi yang berusaha menghilangkan unsur-unsur yang dapat menyebabkan alergi dapat membantu menyelesaikan masalah kesulitan belajar. Seperti dikemukakan oleh Lerner dan Crook dan Rapp telah melaporkan keberhasilan cara terapi berbagai jenis ini.
• Modifikasi perilaku
Modifikasi perilaku telah banyak digunakan untuk memperbaiki masalah ini. Modifikasi perilaku adalah suatu bentuk teknik penyembuhan yang bertolak dari pendeatan behavioral ang menerapkan prinsip-pronsip operant condotioning. Ada tujuh prinsip operant conditioning yang mendasari teknik modifikasi perilaku (1) memberikan ulangan penguatan (reinforcement), (2) memberikan hukuman (punishment), (3) menghapus (extinction), (4) membentuk dan merangkaikan (shaping dan chaining) (5) menganjurkan dan memudarkan (prompting dan fading), (6) diskriminasi dan mengontrol rangsangan (discrimination and stimulus control), (7) generalisasi (generalization). Modifikasi perilaku hendaknya diberikan kepada anak berkesulitan belajar bersamaan dengan terapi obat-obatan. Untuk anak tertentu dan dalam situasi tertentu modifikasi perilaku dapat digunakan sebagai satu-satunya upaya penyembuhan dan dalam situasi lainnya modifikasi perilaku dan terapi obat perlu digunakan bersamaan dan dalam situasi lainnya lagi mungkin hanya diperlukan terapi obat.
C. Kiat Menangani Kesulitan Belajar
Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting yang sebagai kiat menangani kesulitan belajar meliputi:
1. menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa;
2. mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan;
3. menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
Setelah langkah-langkah di atas selesai, barulah guru melaksanakan langkah selanjutnya, yakni melaksanakan program perbaikan (Thohirin, 2005: 147).
1. Analisis Hasil Diagnosis
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti. Contoh: Siti Fulanah mengalami kesulitan khusus dalam memahami konsep kata polisemi. Polisemi ialah sebuah istilah yang menunjuk kata yang memiliki dua makna atau lebih. Kata “turun”, umpamanya, dapat dipakai dalam berbagai frase seperti turun harga, turun ranjang, turun tangan, dan sebagainya. Contoh sebaliknya, kata “naik” yang juga dipakai dalam banyak frase seperti: naik daun, naik darah, naik banding, dan sebagainya.
2. Menentukan Kecakapan Bidang Bermasalah
Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1) bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri;
2) bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orangtua;
3) bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orangtua.
Bidang kecakapan yang tidak dapat ditangani atau terlalu sulit untuk ditangani baik oleh guru maupun orangtua dapat bersumber dari kasus-kasus tunagrahita (lemah mental) dan kecanduan narkotika. Mereka yang termasuk dalam lingkup dua macam kasus yang bermasalah berat ini dipandang tidak berketrampilan (unskilled people). Oleh karenanya, para siswa yang mengalami kedua masalah kesulitan belajar yang berat tersebut tidak hanya memerlukan pendidikan khusus, tetapi juga memerlukan perawatan khusus.
Sebelum sampai pada pembahasan mengenai penyusunan program pengajaran remedial, berikut ini dikemukakan satu lagi kasus kesulitan yang dialami seorang siswa di madrasah, misalnya Ahmad Fulan. Ternyata, dari hasil diagnosis diketahui bahwa ia belum memiliki kecakapan memahami tulisan kata “present” dalam pelbagai konteks kalimat bahasa Inggris. Akibatnya, kata “present” yang dia ketahui bermakna hadir dalam sebuah konteks kalimat, dia pahami sebagai hadir juga dalam kalimat-kalimat yang lain.
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-71535555877500103782012-11-26T18:02:00.001-08:002012-11-26T18:06:32.789-08:00Komentar untuk cm..
Komentar untuk CM...
Seseorang mempunyai kekuatan pada domain tertentu. Bisa jadi ada seseorang yang mempunyai kekuatan pada logika-matematis, tetapi ada pula yang kuat terhadap kemampuan pada domain interpersonal, atau juga pada intrapersonal (lihat kembali materi tentang multiple intelligence). Nah masing-masing anak kita dukung untuk kemampuan menonjol apa yang dimiliki sambil yang lain juga didukung sampai kemampuan yang diinginkan meskipun tidak semenonjol pada kemampuan yang menjadi kekuatannya tersebut. kita sadarkan masing-masing anak mempunyai kemampuan, jadi kita tidak tonjolkan pada kelemahan, sehingga pada gilirannya anak merasa mempunyai satu yang bisa dibanggakan pada dirinya.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-29982236030395879022012-11-26T17:41:00.000-08:002012-11-26T17:41:17.025-08:00Treatment pada Anak dengan Gangguan PerilakuTREATMENT PADA ANAK DENGAN GANGGUAN TERTENTU
A. Gangguan Emosi
1. Konsep Dasar Emosi
Menurut pandangan Neuropsikologi, emosi mangandung dua keadaan, yaitu cara bertindak (ekspresi emosional) dan cara merasa (pengalaman emosional). Menurut pandangan psikologi, emosi adalah pengalaman yang sadar dan komplek yang memberi pengaruh pada aktivitas-aktivitas tubuh, menghasilkan sensasi-sensasi organis dan kinestetis, disertai dengan penjelmaan yang jelas, impuls-impuls yang bersamaan, serta nada perasaan yang kuat.
Menurut Goleman emosi diartikan sebagai setiap kegiatan atau pengelolaan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Sedangkan menurut Abin emosi merupakan perasaan tertentu yang mempengaruhi bagaiman kita bertindak. Jadi emosi adalah unsur penggerak perilaku seseorang emosi yang terlatih dengan baik akan tercermin dari perilaku yang terarqah dan stabil. Pengaruh emosi sangat besar dalam tindakan dan perbuatan seseorang.
Pengertian emosi juga lebih menunjukan pada banyk sedikitnya dibangkitkan alat-alat tubuh manusia. Emosi juga bukan motif, kehendak, dorongan atau perasaan. Dalam fungsi ekonomi termasuk didalamnya adalah perubahan-perubahan fsiologis, tingkah laku yang jelas kelihatan, perasaan dan impul-impuls. Kondisi ekonomi adalah suatu yang komplek dan getaran jiwa yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. Tidak stabilnya aspek emosi seseorang mengakibatkan seseorang terganggu tingkah lakunya seperti mudah bingung, sedih, acuh tak acuh, keras kepala cemas dan agresif. Perilaku-perilaku tersebut dapat diakibatkan oleh faktor lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Perasaan dan emosi adalah dua hal yang berbeda. Perasaan biasanya digunakan untuk menunjukan nada perasaan alam intensitas yang normal/wajar, tidak ekstrim , tidak /kurang disertai dengan perubahan-perubahan fisiologis, dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Menurut Maramis (1980) perasaan adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama. serta kurang disertai oleh komponen-komponen fisiologis. Sedangkan emosi, manifestasi afeknya keluar disertai oleh banyak komponen fisiologis dan berlangsungnya relatif tidak lama misalanya ketakutan kecemasan depresi dan kegembiraan. Anak–anak yang mengalami gangguan dalam segi emosinya yaitu kelompok anak yang terganggu perkembangan emosinya. Anak tersebut menunjukkan adanya tegangan batin, menunjukkan kecemasan, penderita neorosis atau tingkah laku psikofisis.
Kapan emosi mampu berperan sebagai pendorong atau penghambat aktivitas manusia, sangat tergantung pada batas penerimaan masing-masing individu. Jadi dalam batas-batas tertentu, emosi sangat bermanfaat bagi aktifitas manusia, sedangkan batas- batas tertentu tersebut sifatnya subyektif/individual. Bilamana emosi tersebut sudah begitu keras melampaui batas penerimaan atau nilai kritik individu maka dinyatakan emosinya terganggu. Mungkin sebagai pendorong ataupun penghambat. Tetapi sudah di luar kewajaran karena sifatnya berlebihan.
Bagaimana sebenarnya kondisi emosi yang wajar atau normal, dijelaskan oleh Hasan Basri Saanin (1976), kriterianya adalah :
1. Dapat diperkirakan dan sesuai, emosinya biasa, dapat diharapkan dan sejajar dengan rangsang yang menimbulkannya (situasu rangsang).
2. Dilihat dari lamanya, emosi tidak diteruskan dalam jangka waktu yang lama dan tidak pada tempatnya atau berakhir dengan tiba-tiba tetapi sesuai dengan keadaan yang menimbulkannya.
3. Dilihat lamanya emosi yang ditampilkan tidak terlalu lemah dan tidak pula terlalu kuat dalam berhubungan dengan situasi.
2. Jenis-Jenis Gangguan Emosi
Berdasarkan uraian di atas berikut ini akan diuraikan beberapa bentuk gangguan emosi yaitu :
1. Gangguan emosi yang menyenangkan
a. Euforia yaitu emosi yang menyenangkan dalam tingkatan yang sedang. Gejala optimis, percaya diri, riang gembira, merasa senang, dan bahagia yang berlebihan.
b. Elasi, yaitu emosi menyenangkan yang setingkat lebih tinggi dari Euforia
c. Exaltasi, yaitu alasi yang berlebih-lebihan disertai dengan sikap kebesaran.
d. Ectacy, yaitu emosi yang senang dan disertai dengan rasa hati yang aneh, penuh kegairahan, perasaan aman, damai dan tenang
2. Gangguan Emosi yang lain
a. Ambedonia, yaitu ketidak mampuan merasakan kesenangan dengan aktifitas yang biasanya menyenangkan.
b. Kesepian, yaitu merasa diri ditinggalkan
c. Kedangkalan, yaitu kemiskinan afek dan emosi secara umum
d. Afek dan emosi yang tidak sesuai atau wajar (Innappropiate affect)
e. Afect dan emosi labil yaitu berubah-ubah secara cepat tanpa pengawasan yang baik
f. Variasi afek dan emosi sepanjang hari
g. Afect yang terlalu kaku(Rigid), yaitu afect mempertahankan terus menerus keadaan rasa hati, sekalipun ada rangsang yang biasanya menimbulkan jawaban emosi yang berlainan.
h. Ambivalen, yaitu ketidak tetapan perasaan atau emosi pada seseorang atau benda atau sesuatu hal
i. Apati, yaitu berkurangnya afek dan emosi terhadap sesuatu atau semua hal disertai dengan perasaan terpencil atau tidak peduli
j. Amarah, yaitu kemurkaan atau kemusuhan yang dinyatakan dalam bentuk agresi
k. Depresi yaitu perasaan sedih tertekan
l. Kecemasan yaitu jawaban emosi yang sifatnya antisipatif
Pemulihan Gangguan Emosi
Pemulihan merupakan aspek rawatan yang penting di dalam perubahan fisikal/mental. Pemulihan adalah suatu proses untuk mengurangi ketahapan minimal gejala-gejala gangguan mental dan yang mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Ada dua unsur utama dalam kegiatan pemulihan ini, yaitu :
1. Memberikan kesempatan kepada penderita yang mengalami gangguan emosi dengan cara membantunya sebisa mungkin untuk menjalani kehidupan seperti sedia kala.
2. Perhatian dalam membina suasana sekitarnya yang terlindung atau yang dapat membantu klien agar dapat bersesuai dengan ketidak upayaan pasien. Proses pemulihan meliputi aspek-aspek pemulihan kerja (Occupational Rehabilitation), pemulihan domestik (Domestic Rehabilitation) dan latihan kemandirian sosial.
B. Gangguan Sosial
Lingkungan sosial memainkan peran yang sangat penting dalam mengembangkan potensi dan kepribadian anak. Diantara treatmen (perlakuan) yang diberikan pada anak dengan gangguan tingkah laku sosial adalah :
1. Memberikan dukungan sosial terhadap anak; Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak maka dukungan dari teman menjadi lebih penting daripada dukungan orang dewasa. Anak beranggapan bahwa perilaku nakal dan perilaku mengganggu merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya.
2. Memperlakukan anak dengan baik; Anak dapat membedakan ketika diperlakukan dengan baik atau tidak orang yang ada di sekitarnya baik oleh orang tuanya ataupun oleh teman-temannya.
3. Tidak menolak atau mengabaikan anak; Anak yang ditolak dan diabaikan baik oleh teman kelompok maupun oleh orang tua akan kurang mempunyai kesempatan untuk belajar sosial.
4. Memperlakukan anak lain akan menentukan reaksi anak lain terhadap diri anak itu sendiri. Anak dapat melihat apakah dia diperlakukan sama dengan orang yang ada di sekitarnya ataukah tidak karena anak akan merasa terkucil bila anak tidak diperlakukan sama dengan teman atau orang yang ada di sekitarnya. Dan bila anak diperlakukan berbeda dari pada teman-temannya maka akan menimbulkan reaksi dari anak yang ada disekitarnya.
5. Melibatkan anak dalam kegiatan sehari-hari baik secara individu maupun kelompok. Anak akan merasa akan dihargai ketika kita melibatkan anak dalam segala kegiatan baik secara individu maupun kelompok baik kegiatan informal maupun non formal. Ada sejumlah bahaya terhadap berkembangnya penyesesuaian sosial yang baik pada awal masa kanak-kanak, bahaya yang ditimbulkan dapat bermacam-macam dimulai dari perkembangan emosi sampai perkembangan sosial anak. Bahaya yang ditimbulkan dapat mengakibatkan penyimpangan pada sosialnya bila penyimpangannya tidak segera ditangani maka penyimpangan itu bisa menyebabkan anak menjadi tertekan,stres, depresi dan banyak lagi penyimpangan pada sosialnya sehingga anak tidak mau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
C. Gangguan kepribadian
Terdapat beberapa pengertian tentan kepribadian. Ada yang mengartikan kepribadian:
1. sebagai ekspresi keluar dari pengetahuan dan perasaan yang dialami secara subjektif oleh seseorang
2. menunjukan pada totalitas pikiran, perasaan,dan tingkah laku manusia yang ditampakan dalam penyesuaian dir dengan lingkungannya secara khas.
3. pola tingkah laku yang khas yang dimiliki individu dan sebagainya. Maramis(1990) menjelaskan bahwa kepribadian meliputi segala corak tingkah laku manusia yang terhimpun dalam dirinya dan yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan dirinya terhadap segala rangsang, baik yang datang dari lingkungan maupun dari dalam dirinya sendiri.sehingga corak perilakunya tersebut merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi manusia.
Selanjutnya Maramis juga membagi pengertian kepribadian menjadi tiga kelompok, yaitu kepribadian dalam arti :
1. populer, menunjukan pada kualitas seseorang yang menyebabkan ia disenangi atau tidak disenangi
2. Falsafah, kepribadian adlah sesuatu yang rasional dan individual( kesatuan yang dapat berdiri sendiri, mempunyai ciri khas). Kepribadian merupakan inti manusia yang mengatur dan mengawasi perilakunya, yang menjadi penyebab utama segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia itu.
3. Empiris, kepribadian adalah jumlah perilaku yang dapat diamati, mempunyai ciri-ciri biologik, psikologik, sosiologik, dan moral yang khas baginya, yang dapat membedakan dari kepribadian yang lain. Jumlah perilaku atau sifat tidak sama dengan kepribadian yang sebenarnya. Perilaku dan sifat hanya hanya manifestasi dari kepribadian . hanya dengan mempelajari perilaku dan sifatnya, kita dapat mengetahui kepribadian yang sebenarnya.
Salah satu ahli teori kepribadian yang pendapatnya tentang definisi kepribadian banyak diikuti oleh ahli-ahli lain adalah Gordon W Allport. Menurut Allport, kepribadian adlah organisasi dinamis dari sistem psikophisis dalam diri individu yang turut menentukan penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungannya. Artinya bahwa kepribadian itu merupakan suatu sisten yang terorganisasi dengan berbagai komponen, yang didalamnya ada proses, ada perubahan dan ada perkembangan. Komponen- komponen yang dimaksud adalah psiko(jiwa) dan Phisis( raga) atau mencakup seluruh
kegiatan mental dan badan yang menyatu dalam satu kesatuan. Organisasi itu turut menentukan tingkah laku yang berhubungan dengan lingkungannya maupun dirinya sendiri. Kepribadian adalah sesuatu yang terletak dibelakang perbuatan khas individu. Penyesuaian diri dengan lingkungan itu sifatnya unik, khas, bebeda antara orang yang satu dengan yang lainnya.
Dalam istilah awam, kepribadian sering disamakan dengan istilah watak atau karakter dan temperamen. Padahal masing-masing berbeda. Watak adalah aspek social dari kepribadian manusia, sedangkan temperamen aspek badaniah dari kepribadian. Masing-masing hanyalah salah satu aspek kepribadian, disamping aspek-aspek lainnya seperi vitalitas, hasrat, perasaan, kehendak, bakat, intelegensi dan yang lainnya. Pada umumnya seseorang dianggap terganggu kepribadiannya apabila satu atau lebih sifat kepribadiannya telah menjadi sedemikian rupa sehingga merugikan dirnya sendiri atau lingkungannya.
I. Jenis- jenis gangguan kepribadian
Penggolonngan atau klasifikasi gangguan kepribadian dengan sikap curiga yang menonjol. Orang lain selalu dilihat sebagai agresor, ingin merugikan, ingin menyakiti, ingin mencelakai, membahayakan, dan sebagainya sehingga ia bersikap sebagai pemberontak, menolak dan memeberikan keterangan yang tak masuk akal tentang kesalahan-kesalahannya. Ia sering bersikap apriori, memfonis sesuatu tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu tanpa dukungan data yang akurat , dan melemparkan tanggung jawab dan kesalahannya kepada orang lain. Penderita pada umumnya ditinggalkan teman-temannya dan mendapat banyak musuh.
Gangguan paranoid dibagi 2 :
a. kepribadian yang mudah tersinggung, bereaksi terhadap pengalaman sehari-hari secara berlebihan dengan rasa menyerah dan rendah diri, serta cenderung menyalahkan orang lain tentang pengalamannya itu.
b. Kepribadian yang lebih agresif, kasar, serta sangat peka terhapa apa yang dianggap haknya. Cepat tersingung bila haknya dilanggar dan sangat gigih dalam mempertahankan haknya tersebut.
Persamaan kedua kelompok tersebut adalah sifat curiga yang berlebihan, cepat merasakan bahwa sesuatu itu tertuju pada dirinya dan nadanya negatif, serta mudah sekali tersinggung.
b. Kepribadian Afektif/ siklotim
Ciri utama dari kepribadian sikliotim adalah keadaan perasaan dan emosinya yang berubah-ubah antara depresi dan eforia. Penderita mungkin berhasil menarik banyak teman karena sifatnya yang ramah, gembira, semangat, hangat, tetapi dikenal pula sebagai orang yang tak dapat diramalkan. Dalam keadaan depresi penderita dapat nienjadi sangat cemas, khawatir, pesimis, bahkan nihilistic.
c. Kepribadian Skizoid
Sifat-sifat kepribadian ini adalah pemalu, perasa, pendiam, suka menyendiri, menghindari kontak sosial dengan orang lain. Ciri utamanya adalah cara menyesuaikan diri dan mempertahankan diri ditempuh dengan menarik diri, mengasingkan diri, dan juga sering berperilaku aneh (eksentrik). Pemikirannya autistic (hidup dalam dunianya sendiri), melamun berlebihan, dan ketidakmampuan menyatakan rasa permusuhan.
d. Kepribadian Ekplosif
Ciri utama dari tipe ini adalah diperlihatkannya sifat tertentu yang lain dari perilakunya sehari-hari, yaitu ledakan-ledakan amarah dan agresivitas, sebagai reaksi terhadap stres yang dialaminya (walupun mungkin stresnya sangat kecil). Segera sesudah itu biasanya ia menyesali perbuatannya. Saat kejadian ia merasa t idak dapat menguasai dirinya, mungkin karena bersamaan dengan ledakan afeksinya tersebut terjadi pula disorganisasi pada persepsi, pikiran, ataupun penilaian.
e. Kepribadian Anankastik
Ciri utama dari tipe ini adalah perfeksionisme dan keteraturan, kaku, pemalu, disertai dengan pengawasan diri yang tinggi. Orangnya tidak konformis, serta sangat patuh (bahkan berlebihan) pada norma-norma, etika, dan moral. Orang dengan kepribadian ini sering terlambat dalam menikah karena tuntutannya terlalu tinggi serta takut/ragu- ragu dalam mengambil keputusan. Bila ia dilangkahi promosinya bisa menjadi sangat iri hati atau frustrasi yang amat sangat. Baginya segala sesuatu harus tertib, teratur, dan sempurna.
f. Kepribadian Histerik
Ciri utama kepribadian ini adalah sombong, egosentrik, tidak stabil emosinya, suka menarik perhatian dengan efek yang labil, sering berdusta dan menunjukan pseudologika fantastika (menceritakan sesuatu secara luas, terperinci, dan kelihatan masuk akal, padahal tanpa dasar fakta atau data). la dapat menyatakan perasaannya secara tepat dan sering disertai dengan gerakan badaniah dalam berkomunikasi. Dalam hal teks ia dapat kelihatan provokatif-agresif, meggairahkan, serta mnggoda, padahal
mungkin dia sebenarnya frigid.
g. Kepribadian Astentik
Ciri utamanya hidup tidak bergairah, lemas,lesu, letih, tak ada tenaga sepanjang kehidupannya. Orangnya tidak tahan terhadap stress hidup yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Vitalitas dan emosionalnya sangat rendah. Terdapat abulia (kurang kemauan) dan anhedonia (kurang mampu menikmati sesuatu).
k. Kepribadian anti sosial
Ciri utamanya ialah bahwa perilakunya selalu menimbulkan konflik dengan orang lain atau lingkungannya. Tidak loyal pada kelompok dan norma-norma sosial, tidak toleran terhadap kekecewaan atau frustrasi, selalu menyalahkan orang lain dengan asionalisasi. la egosentris, tidak bertanggung jawab, implusif, agresif, kebal terhadap rasa sakit, dan tidak mampu belajar dari pengalaman atau pun hukuman yang diberikan. Gejala-gejalnya biasanya sudah tampak sejak masa anak atau menjelang masa remaja, yang ditandai dengan perilaku-perilaku yang negatif dan sulit dipengaruhi untuk berbuat baik.
1. Kepribadian Pasif-Agresif
Tipe ini dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Kepribadian pasif-dependen
Orang dengan tipe kepribadian ini selalu berfikir, merasa, dan bertindak bahwa kebutuhannya akan ketergantungan itu dapat dipenuhi secara menakjubkan.
b. Kepribadian Pasif-agresif
Orang dengan tipe ini merasa bahwa kebutuhan akan ketergantungan tidak pernah dipenuhi. la menunjukan penanggulangan dan sikap keras agar diterima dan diberi dengan murah hati apa yang diharapkannya dengan sangat. Tipe kepribadian ini ditandai dengan sifat pasif dan agresif. Agresivitas dapat dinyatakan secara pasif dengan cara bermuka asam, malas, menyabot, keras kepala, dan sebagainya. Perilaku ini merupakan pencerminan dari rasa permusuhan yang dinyatakan secara tertutup, atau rasa tidak puas terhadap seseorang/sesuatu yang kepadanya ia sangat menggantungkan dirinya.
j. Kepribadian Inadequat
Ciri utama tipe ini adalah ketidakmampuannya secara terus menerus atau berulang- ulang untuk memenuhi harapan/tuntutan dari teman sebayanya atau kenalannya. Baik dalam respon emosional, intelektual, sosial, maupun fisik. Penderita sendiri tidak merasakan sebagai beban karena dianggapnya wajar dan harus diterima sebagaimana adanya. Orang dengan tipe ini biasanya juga mempunyai kehidupan yang terprogram, tidak mampu melaksanakan tugas, serta tidak mau dipaksa untuk melakukan sesuatu.
Gangguan Seks
Sex adalah sesuatu yang menimbulkan aktivitas dari alat kelamin. Unsurnya terdiri atas gairah-gairah yang menimbulkan rangsangan sexs yang dikenal dengan istilah libido dan unsur yang lainnya yaitu reaksi yang diakibatkan oleh libido tadi terhadap alat kelamin yang menimbulkan perubahan di sana, seperti ereksi pada pria dan reaksi pada wanita ( tidak jelas tampak dibanding pria).
Sex diciptakan oleh Alloh SWT agar manusia dapat memenuhi perintah-Nya, karena manusia diputuskan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini, oleh karena itu untuk manusia harus bereproduksi untuk mempertahankan keturunannya. Namun dewasa ini sex bagaikan sebuah hal yang benar-benar yang amat dipuja oleh umat manusia sehingga banyak orang yang menghalalkan berbagai cara agar nafsu sexnya tersalurkan. Dengan demikian banyak prilaku-prilaku sex yang tidak sesuai dengan ajaran agama namun tetap dilakukan oleh orang-orang tertentu dan hal ini dapat dikatakan sebagai suatu kelainan. Di kota-kota modern banyak remaja atau anak-anak di bawah umur yang sudah mulai menunjukan kelainan pola prilaku sex, hal ini harus kita waspadai jangan sampai terus merajalela.
Di dalam suasana kebebasan informasi seperti yang kita alami sekarang ini, di antara kita dapat dipastikan sudah pernah atau bahkan sering mendengar istilah pergaulan bebas, seks bebas, seks pra nikah, hamil di luar nikah, aborsi, dan lain-lain. Informasi semacam itu, misalnya, bisa kita dapatkan di media massa dan lainnya. Istilah-istilah tersebut juga rasanya akrab di telinga kita karena yang demikian tidak jarang juga terjadi di lingkungan kita. Kita yang masih remaja ini memang menjadi perhatian banyak pihak. Tapi, jeleknya kadang kita hanya dijadikan obyek saja. Dan kita sendiri pun kadang kurang waspada terhadap informasi yang kita terima. Apakah itu informasi yang positif bagi kita atau justru informasi yang bakal menjerumuskan kita.
Dalam kondisi seperti itu, sudah barang tentu kita tidak bisa hanya menyalahkan lingkungan sosial kita, yang lebih dibutuhkan tidak lain adalah sikap waspada dari kita sendiri untuk t dak terpengaruh dengan informasi yang negatif tersebut. Banyak faktor
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya aktivitas seks pra nikah. Ada yang bisa kita kategorikan sebagai faktor internal, yaitu karena hal-hal yang datang dari dalam, tetapi juga ada faktor eksternal, yaitu dari luar diri yang bersangkutan. Faktor luar, misalnya, karena pengaruh berbagai informasi yang salah dan bahkan dapat menyesatkan berkenaan dengan kesehatan reproduksi dan seksual. Biasanya informasi itu diperoleh dari teman yang tidak memiliki pemahaman yang benar tentang kesehatan reproduksi dan seksual. Juga bisa diperoleh dari berbagai media seperti VCD ataupun buku-buku yang dikategorikan porno, termasuk berbagai tayangan acara di TV yang semakin vulgar saja belakangan ini. Contoh lain dari faktor luar adalah adanya kesempatan yang dapat mendorong untuk melakukan hubungan seksual.
Faktor internal
Lalu, bagaimana dengan faktor internal? Seperti yang sering diungkapkan dalam Curhat ini, kita sebagai remaja sedang mengalami masa yang disebut dengan "pubertas". Pada gilirannya, kita juga mengalami berbagai perubahan secara fisik, psikologis, dan sosial. Perubahan itu terjadi karena mulai aktifnya hormon seks dalam tubuh kita. Bagi yang laki-laki, hormon seksnya disebut testosteron, diproduksi secara terus-menerus oleh testis. Sedangkan hormon seks wanita adalah estrogen dan progesteron, diproduksi dalam ovarium secara bersiklus. Hormon seks inilah yang menimbulkan ciri seksual sekunder dan mengakibatkan timbulnya dorongan seksual dalam diri kita. Hormon seks tersebut dapat sangat besar pengaruhnya dalam menimbulkan dorongan seksual karena hormon seksual itu baru saja aktif berfungsi secara opt imal. Namun, pada sisi lain kadar hormon ini sering kali belum stabil. Karena itu, dorongan seksual ini sebenarnya tumbuh secara alami. Dari peristiwa inilah lalu mulai timbul perilaku seksual, yaitu tindakan atau perbuatan yang dilakukan yang didasari dengan dorongan seksual, antara lain untuk memuaskan hasrat seksual. Salah satu perilaku seksual tersebut yaitu berhubungan seks sebelum menikah. Akan tetapi, apa pun alasannya, sebisa mungkin kita hindari hubungan seks sebelum menikah. Ada banyak faktor yang menyebabkan kita tidak boleh melakukan hubungan seks sebelum menikah. Misalnya karena alasan agama, norma, budaya, bahkan alasan psikologis. Efek melakukan hubungan seks sebelum menikah itu berupa tekanan maupun gangguan yang bisa tidak saja kita alami, tetapi juga dialami oleh pasangan kita.
Akibat
Ada beberapa akibat yang akan dirasakan bagi yang melakukan hubungan seks sebelum menikah. Misalnya, rasa bersalah maupun takut karena mendapatkan tekanan dari masyarakat ataupun hujatan dari keluarga, merasa melanggar norma agama, kehilangan keperawanan (bagi wanita), sanksi hukum jika melibatkan orang-orang yang di bawah umur, khawatir si laki-laki tidak mau menikahi atau bertanggung jawab. Dengan berbagai perasaan salah dan takut seperti itu, bukan tidak mungkin nantinya bisa menjadikan diri kita tidak sehat sosial maupun psikologis. Apalagi jika yang bersangkutan kemudian hamil sebelum menikah, terpaksa menikah, atau malah melakukan pengguguran kandungannya. Semuanya itu tentu memiliki risiko. Pengaruh negatif dari hubungan seks sebelum menikah itu tidak saja berhenti sampai sebelum menikah. Ketika akhirnya menikah pun, bukan tidak mungkin pengaruh tersebut akan terbawa-bawa. Sebut saja karena pengaruh trauma yang dialami wanita, kepuasan dalam hubungan seksual dengan suaminya jadi berkurang. Begitu pun dengan kemungkinan terjadinya perselingkuhan hubungan seksual di luar nikah dan sebagainya. Seorang ahli pernah mengungkapkan bahwa hubungan seks sebelum menikah selalu membawa gangguan psikologis dan penyesalan yang berkepanjangan. Memang rasa menyesal, kecewa, maupun akibat psikologis lainnya yang berkenaan dengan hubungan seks sebelum menikah ini kadang juga bisa sangat tergantung dari pandangan individu, bahkan juga kelompok sosialnya tentang hal tersebut. Misalnya, jika perilaku hubungan seks sebelum menikah itu mengakibatkan konflik terbuka dengan masyarakatnya, maka pengaruhnya dapat menjadi sangat serius. Seperti akan muncul gangguan psikologis seperti rasa malu, hina, putus asa, bahkan kadang sampai terjadi percobaan bunuh diri.
Tekanan dan gangguan seperti yang telah disebutkan di atas pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan fungsi seksual seperti impotensi, vaginismus, disparenia, frigiditas, anorgasmus, dan ejakulasi dini, yang bisa berlanjut sampai masa pernikahan. Berikut beberapa gangguan seksual yang dapat dialami oleh laki-laki dan perempuan
Gangguan pada laki-laki
Impotensi: Jika itu yang terjadi sebagai akibat dari faktor psikologis, maka gangguan itu muncul misalnya karena perasaan khawatir yang berlebih-lebihan, takut kalau pacarnya hamil, dan lain-lain. Jika laki-laki mendapatkan ejakulasi sebelum terjadi atau beberapa detik setelah penetrasi, hal ini dapat terjadi karena rasa cemas akibat takut dosa atau ketahuan orang lain, dan lain-lain.
Gangguan pada perempuan
Frigiditas: Kelainan yang mengakibatkan perempuan tidak atau kurang mempunyai gairah seksual. Ini bisa terjadi karena hubungan psikologis seperti wanita tidak senang dengan pasangan seksualnya, perasaan malu, takut atau perasaan bersalah, di samping bisa juga karena faktor organik.
Anorgasmus: Tidak tercapainya orgasme/kepuasan ketika berhubungarn seks ini bisa terjadi misalnya cewek mengalami frigiditas, atau juga karena gangguan dan tekanan psikologis akibat hubungan seks sebelum menikah.
Vaginismus: Kejang dari 1/3 bagian bawah otot vagina. Ini bisa karena wanita memiliki pengalaman buruk pada hubungan seks sebelum nikah.
Disparenia: perasaan sakit yang timbul pada saat melakukan hubungan seksual. Jika dilihat dari pasangannya kelainan sex ini ada beberapa macam misalnya:
1. Homosexsual : sex yg di lakukan oleh sesama pria
2. Lesbi : hubungan sex wanita dengan wanita
3. Beastility : hubungan sex dengan hewan
4. Nekrofilia : hubungan sex dengan mayat
5. Paedofilia : hubungan sex dengan anak2
6. Fitisitisme : hubungan sex dengan benda
7. Frotage melakukan : hubungan sex hanya dengan meraba
8. Gerontosexualitas : melakukan hubungan sex dengan orangtua
9. Incest : melakukan hubungan sex dgn saudara sekandung
10. Wifeswapping : melakukan hubungan sex dengan bertukar pasangan
11. Misofilia memperoleh kepuasan sex apabila berhubungan dengan tinja
Ada beberapa hal yang dapat meminimalisir terjadinya kelainan sexs, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Jika kelainan itu internal (jumlah hormon) maka kurangi makanan yang bisa meningkatkan gairah sexs, seperti touge, kacang-kacangan dan lain-lain
2. Biasakan untuk berkonsultasi dengan Dokter ahli sexs
3. Jangan di biasakan nonton TV atau membaca bacaan yang tidak sesuai dengan
usia kita (hanya untuk orang dewasa).
4. Jangan pernah coba-coba untuk nonton film, membaca buku-buku, atau mengkoleksi barang-barang yang berbau porno.
5. Jangan banyak berfikir kotor (berkhayal tentang sexs).
6. Biasakan untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang lebih bermanfaat daripada sekedar melamun
7. Bagi wanita muslim yang tahu hukumnya untuk tidak melakukan sexs di luar nikah, maka biasakanlah untuk berpuasa, menjaga hati dan pandangan dari hal-hal yang diharamkan serta senantiasa mensucikan diri dengan bertaubat pada Allah SWT.
Sumber: Makalah ysng diedit dari Singgih Gunarsa.
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-45462008032792328132012-11-19T20:54:00.000-08:002012-11-19T20:54:11.639-08:00PENDIDIKAN MULTIKULTURAL<b>PENDIDIKAN</b> <b>MULTIKULTURAL</b>
Oleh ; Mukhoiyaroh
PENDAHULUAN
Di beberapa kota besar, banyak djumpai sekolah dengan siswa yang beragam. Keragaman baik dari segi suku atau etnis, bahasa, status ekonomi, status social, bahkan agama. Karena latar belakang yang berbeda tersebut tentu masing-masing siswa mempunyai pola pikir, cara pandang serta pola perilaku (termasuk makanan, cara berpakaian, perayaan-perayaan dan) yang berbeda dalam menafsirkan satu peristiwa atau pengetahuan. Keberagaman ini dapat menjadi modal serta menjadi sarana dalam pendidikan dengan lebih melihat siswa sebagai manusia utuh dengan segala yang melekat pada dirinya. Sebagai modal, keragaman budaya, etnik, ras, bahasa, agama yang ada pada siswa menjadi materi yang dapat dipahami oleh siswa dengan lain budaya. Sebagai sarana, bahwa keragaman yang melekat pada siswa dapat menjadi pendekatan dan materi dalam pembelajaran . Tujuan utamanya adalah siswa dengan beragam budaya mendapatkan perlakuan yang sama dalam pendidikan dan saling menghargai budaya yang lain, sehingga siswa dapat bergaul dengan terbuka dengan latar belakang teman yang berbeda.
SEJARAH EVOLUSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Awal munculnya pendidikan dengan mengakomodasi perbedaan budaya adalah ketika gerakan studi-studi tentang etnik banyak berkembang di Amerika. Contoh dari gerakan tersebut adalah Association for the Study of Negro Life and History (ASNLH) sekarang menjadi Association for the Study Afro-American Life and History and the Associated Publishers. Dua organisasi ini diprakarsai oleh Sarjana Afrika Amerika yaitu; Woodson (1919/1968), Wesley (1935) dan Bond (1939) . Gerakan studi etnik Afrika-Amerika ini kemudian mendorong integrasi ethnic content ke dalam kurikulum sejak tahun 1960-an dan 1970-an. Integrasi ethnic content ini masuk dalam kurikulum untuk sekolah menengah dan college (Banks; 1997, 11).
Perkembangan selanjutnya adalah gerakan pendidikan intergroup ( intergroup education). Gerakan ini muncul sebagai gerakan yang nantinya menjadi gerakan pendidikan multicultural multicultural education) yang mengusung isu tentang agama, Negara, kelopmpok ras sebagai variable dalam isu reduksi prasangka (reduce prejudice) dan diskriminasi (Banks; 13).
Intergroup education ini menjadi gerakan penting sebagai respon adanya tekanan etnik dan ras dalam Negara. Ini sebagai akibat dari Perang Dunia ke II ketika banyak warga Afrika Amerika, Mexico-Amerika yang tinggal di pedesaan bermigrasi ke kota-kota di sebelah barat dan utara untuk mendapatkan pekerjaan terkait dengan perang. Di tempat baru inilah etnik baru ini mendapatkan tekanan. Karya ilmiah dan sumbangan teori tentang dari para sarjana tentang pendidikan antar-group ini banyak muncul, antara lain Louis Wirth (1928) ahli Sosiologi dari University of Chicago dan Gordon W. Allport (1954) seorang Social Psychologist dari Harvard University. Intergroup education dijabarkan ke dalam kurikulum dan metode-metode untuk sekolah- sekolah dan college.
Evolusi dari intergroup education inilah yang akhirnya menjadi multicultural education dengan para arsiteknya yaitu; Baker (1977), Banks (1973), Gay (1971) dan Grant (1973, 1978) dalam (Banks, 1997; 19).
ISU DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pendidikan multikultural merupakan gerakan yang muncul dari adanya perdebatan antara multikulturalisme secara konseptual berkembang seiring waktu dan penerapannya dalam pendidikan (Richard Race, 2011: 1) . Perdebatan yang terkait dengan ciri, tujuan dan ruang lingkup kajian yang sebagaimana ditulis oleh para ahli pendidikan multikultural (Banks, 2006; 3). Gay, sebagaimana dalam tulisan Banks (1997; 3) menyatakan bahwa ada gap yang dalam antara teori dan praktik dalam pendidikan multicultural. Menurutnya, gap tersebut karena perkembangan teori telah melampaui perkembangan dalam praktiknya. Adanya perbedaan atau gap tersebut karena perbedaan dalam pendekatan yang digunakan oleh para ahli yang kadang saling tumpang tindih. Perbedaan juga disebabkan karena pendefinisian tentang pendidikan multikultural itu sendiri. Namun kesepakatan yang paling diterima tentang pembahasan pendidikan multikultural adalah tentang tujuan dan sasaran (aims and goals) pendidikan multikultural (Banks; 3). Tujuan dan sasaran pendidikan multikultural inilah yang akan menjadi acuan dalam menentukan langkah praktis dalam pendidikan
KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Sebagai sebuah wacana baru, pengertian pendidikan multikultural sesungguhnya belum begitu jelas dan masih diperdebatkan oleh para pakar pendidikan. Namun bukan berart definisi pendidikan multikultural tidak ada atau tidak jelas. Pendidikan multikultural masih diartikan sangat ragam, dan belum ada kesepakatan, apakah pendidikan multikultural tersebut berkonotasi pendidikan tentang keragaman budaya, atau pendidikan untuk membentuk sikap agar menghargai keragaman budaya.
Pendidikan multikultural menjadi sangat penting dalam kondisi dunia yang serba cepat dalam perubahan dengan segala implikasinya, sebagaimana disoroti oleh Banks and Banks dalam Richard Race (8) : “We are living in a dangerous, confused, and troubled world that demands leaders, educators and (needs) classroom teachers who can bridge impermeable cultural, ethnic, and religious borders, envision new possibilities, invent novel paradigms, and engage in personal transformation and visionary action.”
Secara jelas, Banks & Banks ( 2010; 25) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai: “Multicultural education is an idea stating that all student, regardless of the group to which they belong, such as those related to gender, ethnicity, race, culture, language, social class, religion, or exceptionally, should experience educational equality In the schools.”
Pendidikan multikultural dengan demikian dapat didefinisikan sebagai konsep tentang pendidikan yang memperlakukan sama terhadap siswa dengan perbedaan latar belakang, baik ras, etnik, budaya, bahasa, kelas sosial, agama dan lainnya. Siswa di lihat dari perspektif sosial, sehingga mempegaruhi pola pikir dan perilakunya.
Selanjutnya Banks and Banks (2007; 3) menyatakan bahwa pendidikan multikultural setidaknya mengusung tiga hal penting yaitu : konsep, gerakan reformasi pendidikan dan proses. Selengkapnya dinyatakan:
Multicultural education is at least three things : an idea or concept, an educator reform movement, and a process. Multikultural education incorporates the idea that all students… should have an equal opportunity to learn in school. Another important idea in multicultural education is that some students, because of these characteristics, have a better chance to learn in schools as they are currently structured than do students who belong to other groups or who have different cultural characteristics.
Isu pemerataan dan kesamaan hak dalam memperoleh pendidikan bagi setiap siswa karena keberbedaan yang dimilikinya menjadi isu penting dalam pendidikan multicultural. Tentunya setiap anak tidak mampu menolak dari golongan mana dia dilahirkan, dengan bahasa apa dan latar belakang social budaya serta latar belakang yang lain, sehingga membedakan seseorang dengan yang lainnya.
Pluralitas dari sosial dan budaya siswa mempunyai banyak keuntungan, utamanya adalah dalam proses pembelajaran, hal tersebut dapat digunakan sebagai strategi untuk dapat mengenalkan kepada siswa tentang pluralitas kewarganegaraan. Siswa dengan keragaman budaya diajak untuk berpikir kritis bertukar pikiran tentang budaya lain, sehingga muncul penghormatan terhadap budaya yang berbeda dengan diri siswa tersebut. Keuntungan lain dari multikultural siswa ini dapat menjadi perluasan bagi pendidikan anti rasial, terorisme, juga anti diskriminasi.
Dengan perbedaan budaya, etnik dan latar belakang siswa yang lainnya, maka adalah menjadi tugas guru untuk mengelola ketrampilan mengajarnya untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam menghargai keberbedaan dalam kelas.
Ada tiga asumsi sebagai refleksi dari falsafah multikultural menurut Richard Race (2011; 12) , yaitu :
Pertama dan asumsi terpenting adalah bahwa perbedaan budaya adalah sesuatu yang positif, memperkaya pengalaman, membantu orang untuk belajar tentang budaya orang lainnya dan menjadi lebih baik serta lebih manusiawi. Maka, program pendidikan multikultural mempunyai tanggungjawab untuk merefleksikan perbedaan latar belakang siswa dalam kurikulum
Asumsi kedua, bahwa pendidikan multikultural adalah untuk semua siswa, bukan hanya untuk kelompok minoritas. Kelompok mayoritas dapat memperoleh keuntungan juga dari belajar dan memahami perbedaan budaya. Karena itu, pendidikan multikulturalharus disediakan di sekolah-sekolah dan bukan hanya pada sekolah dengan populasi minoritas yang tinggi.
Asumsi ketiga, adalah realisasi multikulturalyaitu, “mengajar adalah pertemuan lintas budaya”. Guru dan juga siswa-siswa mempunyai latar belakang budaya, nilai, adat, persepsi dan prasangka sendiri. Karakteristik budaya ini memainkan peran penting dalam pengajaran dan situasi belajar serta mempunyai pengaruh penting bagi pembelajaran dan berperilaku.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, hal inilah yang bukan perkara yang mudah, karena siswa dengan perbedaan yang unik dari social, etnis, budaya dapat dikelola oleh guru sebagai kelas dengan memberikan ruang yang luas bagi lintas budaya. Tentu perlu kerja keras guru untuk melakukannya.
Menurut Kincheloe dan Steinberg dalam Blake (2002; 151), Pendidikan multikultural mendasarkan pada prinsip multikulturalliberal (Liberal Multiculturalism). Multikultural liberal mengusung dua nilai dasar, yaitu kebebasan (liberty) dan keadilan (equality), sehingga multicultural liberal dibangun atas tekanan antara persamaan dan perbedaan.
Penekanan pada kesamaan dalam konteks pendidikan dapat membantu perkembangan toleransi ras pada masyarakat secara lebih luas, tetapi terlalu kuat penekanan pada kesamaan dapat menyebabkan tuduhan ketidakpekaan budaya dan penindasan. Sebaliknya, keragaman dapat disajikan sebagai sesuatu yang memperkaya budaya. Tetapi terlalu banyak penekanan pada perbedaan budaya, dapat melanggengkan stereotip dan mendorong pemisahan dan penolakan sosial. Dalam versi liberal, pendidikan multikultural, dengan demikian, ada tekanan yang sama pada dua prinsip utama. Dua prinsip itu adalah, di satu sisi, menghormati perbedaan (respect for difference), sisi yang lain, kebutuhan yang sama dari semua anak untuk pendidikan bagi kehidupan dalam masyarakat pluralis (education for life in a pluralist society) (Blake; 151)
Prinsip menghormati perbedaan dan kebutuhan anak untuk mendapatkan pendidikan bagi kehidupan masyarakat yang pluralis, jika diterapkan dalam kurikulum sekolah adalah:.
1. Kurikulum merefleksikan perbedaan budaya anak yang melibatkan sistem yang plural juga, yaitu baik dari staff, nilai, struktur maupun tenaga pengajar. Dengan demikian anak berada dalam lingkup social yang beragam dan berinteraksi secara alami dengan masyarakat dengan budaya yang berbeda.
2. Menyingkirkan presentasi dari setiap pandangan atau konsep baik, tetapi lebih mendorong anak dari semua kelompok untuk kritis terhadap asumsinya. Tujuannya adalah agar anak berkembang sebagai individual yang atonom, dengan melihat perbedaan budaya secara kritis.
3. Mendorong anak-anak untuk mengembangkan sikap toleransi terhadap keyakinan dan pandangannya yang tidak mereka bagi, serta penghormatan sensitif bagi orang dari latar belakang budaya yang berbeda.
4. Berusaha untuk mempersiapkan siswa untuk menjadi warga pada masyarakat yang pluralis dan demokratis. Menantang semua bentuk rasisme, prasangka, bias, dan etnosentrisme ( baik langsung atau tidak langsung, personal maupun institusional) dan yang lainnya yang meniadakan akses yang sama bagi siswa untuk mendapatkan haknya sebagai warga Negara.
5. Memerlukan studi literatur, seni, musik, sejarah dan agama dari kelompok budaya yang berbeda dan dating untuk melihat perbedaan budaya sebagai sumber kekayaan dan keluasan perspektif. Tujuan pendekatan dalam pendidikan adalah mendorong semua siswa agar mengembangkan semangat melihat dalam hubungan dengan budaya yang lain. Mempunyai sikap terbuka dan pemahaman yang simpatik terhadap keberbedaan cara pandang terhadap dunia serta kerelaan untuk masuk kepada semangat kewarganegaraan dan masyarakat yang berbeda (Blake, 2002; 152)
DIMENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistik.
Pendidikan multikultural mengandung arti bahwa proses pendidikan yang diimplementasikan pada kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan selalu mengutamakan unsur perbedaan sebagai hal yang biasa Sebagai implikasinya pendidikan multikultural membawa peserta didik untuk terbiasa dan tidak mempermasalahkan adanya perbedaan secara prinsip untuk bergaul dan berteman dengan siapa saja tanpa membedakan latar belakang budaya, suku bangsa, agama, ras, maupun adat istiadat yang ada.
James A. Banks (1997; 5-8) mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan siswa, yaitu :
1. Dimensi integrasi isi/materi (content integration). Integrasi isi ini memberi acuan guru untuk menggunakan contoh, data dan informasi dari berbagai budaya dan kelompok untuk menggambarkan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori dalam mata pelajarannya. Secara khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural.
2. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction). Bahwa proses konstruksi pengetahuan merupakan prosedur dimana ilmuwan social, behavioral dan ilmuwan alam mengkreasi pengetahuan dan bagaimana asumsi budaya, kerangka rujukan, cara pandang dan bias dalam disiplin ilmu mempengaruhi cara pengetahuan itu tersusun. Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami bagaimana pengetahuan itu terbentuk dan bagaimana itu dipengaruhi oleh ras, etnik dan kedudukan kelas social individu atau kelompok.
3. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice ruduction). Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
4. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equity pedagogy). Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari kelompok berbeda ras, etnik dan kelas sosial. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar.
5. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure). Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur.
DASAR ONTOLOGI PENDIDIKAN MULTUKULTURAL
Pendidikan mutikultural mendasarkan konsepnya pada pluralitas, kesetaraan dan demokrasi. Bahwa pendidikan mesti mengakomodasi berbagai keberbedaan yang ada pada setiap manusia. Manusia dengan perbedaan yang melekat pada dirinya berupa ras, etnik, bahasa, agama, status kelas social dan yang lainnya. Latar belakang yang melekat pada diri seseorang dapat berupa pola pikir atau ide, bentuk perilaku, cara berpakaian, cara berkesenian, berprestasi maupun dalam bentuk lain sebagai konsensus dari kelompoknya atau dari kesadaran otonominya dalam mewujudkan perilakunya.
Pendidikan multikulltural juga mendasarkan pada prinsip kesetaraan dan demokrasi. Pendidikan multicultural melihat manusia secara sama dan setara dalam memperoleh perlakuan dalam pendidikan. Kesetaraan yang dilandasi oleh perbedaan yang melatarbelakangi seseorang. Pendidikan dengan kesetaraan ini mengajak anak untuk melihat orang lain secara adil dalam memperoleh haknya.
DASAR EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran yang efektif juga adalah pembelajaran yang bersifat interaktif dimana siswa dapat menemukan pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Dalam konteks pendidikan multikultural, setiap siswa adalah individu milik kelompok, nasional, agama, budaya dan etnik. Maka, berbagai metode pembelajaran menyebabkan berbagai pandangan, yang pada gilirannya, mengembangkan pengetahuan.
Pertanyaan tentang apa yang dimaksud pengetahuan yang benar, apakah mesti yang diajarkan guru atau yang dipelajari oleh siswa pada buku teks? Pada sebagian siswa, mungkin belum mampu untuk mengkritk kebenaran dari guru atau buku teks. Siswa adalah individu yang kebanyakan tidak mempunyai kebenaran. Bahkan untuk menanyakan sesuai dengan persepsi siswa tentang kebenaran saja, siswa merasa takut, sehingga guru adalah suatu kebenaran mutlak. Kebenaran pengetahuan yang dipelajari siswa adalah kebenaran ilmiah yang telah diferifikasi dan dikonfirmasi serta diterima oleh sekelompok saintis pada bidang yang sama. Sebaliknya pengetahuan yang salah adalah kebenaran pengetahuan itu tidak diterima oleh kelompok masyarakat ilmiah dalam bidang yang sama.
Pendidikan multikultural melihat pengetahuan sebagai suatu yang terus berproses secara persisten dalam perbaikan dan pengembangan. Pengetahuan menghaslkan prosedur yang dimulai dari partisipasi dan perkembangan berlanjut dengan kritik dan perubahan yang dilakukan oleh individu. Sedangkan indvidu di sini adalah individu dengan latar belakang budaya, etnik, bahasa, agama dan kelompok sosial Jadi perbedaan menyebabkan berbagai pandangan dan berbagai pandangan menyebabkan pertumbuhan ilmu pengetahuan.
DASAR AKSIOLOGI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Inti dari gerakan pendidkan multikultural terletak pada bangunan teori sosial Sebagaimana John Dewey menyatakan bahwa pendidikan adalah proses sosial yang bermakna, maka visi dari masyarakat harus didefinisikan, yaitu nilai-nilai dan norma perlu secara eksplisit dnyatakan. Pendidkan multikultural mendefinisikan proses ini dengan dialektika nilai dan norma yang tidak netral.
Nilai suatu kelompok social tidak dapat diterapkan kepada kelompok social yang lain. Ada dua pendekatan dalam melihat nilai di tengah konflik menurut Bull, Fruehling dan Chattergy (1992) yaitu konsekuensialisme dan nonkonsekuenialisme. Konsekuensialisme menyatakan bahwa kebijakan atau tindakan alternatif harus sesuai dengan konsensus mereka. Sedangkan pendekatan nonkonsekuensialisme atau etika deontologis memandang bahwa tindakan atau kebijakan yang berbeda harus dinlai berdasarkan apakah mereka pada dasarnya benar- dari pada menurut konsekuensi.
PENDIDIKAN MULTIKUTURAL DI INDONESIA
Dalam konteks Indonesia, multikultural terasa dekat sekali dengan ciri Indonesia yang kaya dengan keragaman. Bahkan Indonesia merupakan Negara multikultural terbesar di dunia. Kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultur maupun geografis yang begitu luas. Ada sekitar 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda (Ainul Yakin, 2005:4).
Menurut Hamid Hasan (2000; 6), bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial, budaya, aspirasi politik dan kemampuan ekonomi. Keragaman tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar dan kemampuan siswa dalam berproses, belajar dan mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar. Keragaman itu menjadi suatu variabel bebas yang memiliki konntribusi sangat signifikan terhadap keberhasilan kurikulum, baik sebagai proses maupun sebagai hasil.
Dengan demikian pendidikan multikultural adalah pendidikan nilai yang ditanamkan kepada siswa, agar mempunyai persepsi dan sikap yang multikulturalistik, dengan memperlakukan orang lain secara setara, hidup berdampingan dalam berbagai kultur, bahasa, ras, etnik dan agama.
Pendidikan multikultural, mejadi suatu kebutuhan, terutama untuk pendidikan yang berada di kota, karena di kota banyak para urban datang ke kota dengan berbagai alasan, salah satunya adalah pekerjaan dan ketersediaan pendidikan dengan mutu yang baik.
Pendidikan multikultural menjadi semacam solusi bagi banyaknya konflik terjadi atas nama pembelaan terhadap suku, agama atau keyakinan, ras dan adat (SARA). Pelaksanaan pendidikan multikultural dapat dilaksanakan bukan sebagai satu mata pelajaran tersendiri, tetapi dapat sebagai pendekatan dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran tentang suatu ilmu bisa dilihat dari perspektif siswa secara individu, pandangan etnisitas, maupun pandangan khas dari pola piker siswa yang terbentuk karena berbeda latar belakang tersebut.
Secara kanonseptual pendidikan multikultural adalah suatu yang bisa diharapkan untuk menciptakan suasana kehidupan yang demokratis. Namun, dalam realitasnya masih butuh banyak dukungan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, masih banyaknya kebijakan pemerintah yang masih berorientasi pada mayoritas, rendahnya komitmen dari pelaksana kebijakan, dan kurangnya pemahaman tentang pendidikan kurikulum, karena kurangnya sosialisasi.
Kesenjangan ekonomi juga disinyalir menjadi penyebab konflik. Kondisi demikian perlu diatasi dengan meminimalisir kesenjangan ekonomi dalam kehidupan, Diantaranya dengan melakukan investasi pada pembangunan manusia di berbagai bidang kehidupan. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat. Kekerasan tidak dapat dihentikan selama politik yang dipakai oleh pemerintah masih menggunakan cara-cara kekerasan.
Tokoh yang medorong pendidikan multikultural sebagai suatu kebutuhan antara lain adalah Nur Kholis Madjid, Jalaluddin Rohmat, Gus Dur, Mukti Ali, Dawam Raharjo, Harun Hasution dan HAR. Tilaar. Gagasan mengenai pendidikan multikultural di Indonesia menjadi suatu kebutuhan dengan alasan : Pertama, merupakan realitas yang tak terbantahkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, Kedua, harus diakui juga bahwa sejak lengsernya Soeharto pada tahun 1998 bangsa Indonesia tengah mengalami transisi demokrasi menuju konsolidasi demografi.
Dengan pendidikan multikultural diharapkan dapat membantu anak/ siswa mengembangka perilaku, dan nilai-nilai yang lebih demokratis. Melihat keberbedaan siswa sebagai kekayaan dalam mengembagkan ilmu serta terwujud dalam perilaku yang memperlakukan orang lain sama istimewanya dengan dirinya, karena perbedaan tersebut.
KESIMPULAN
1. Pendidikan multikultural adalah konsep tentang pendidikan yang memperlakukan sama terhadap siswa dengan perbedaan latar belakang, baik ras, etnik, budaya, bahasa, kelas sosial, agama dan lainnya. Siswa di lihat dari perspektif sosial, sehingga mempegaruhi pola pikir dan perilakunya.
2. Dua prinsip pendidikan multikultural adalah, menghormati perbedaan (respect for difference), dan kebutuhan yang sama dari semua anak untuk pendidikan bagi kehidupan dalam masyarakat pluralis (education for life in a pluralis society)
3. Tujuan dari pendidikan pendidikan multikultural adalah siswa dapat mengembangkan perilaku dan nilai-nilai yang lebih demokratis dalam melihat perbedaan latar belakang siswa lain.
4. Lima dimensi pendidikan multikultural yang dapat diterapkan dalam pendidikan meurut tokoh pendidikan multikultural James A. Banks adalah:
a. Integrasi isi (content integration)
b. Proses konstruksi pengetahuan (the knowledge construction process)
c. Reduksi prasangka (prejudice reduction)
d. Kesetaraan dalam pembelajaran (an equity pedagogy)
e. Pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (an empowering school culture and social structure)
5. Implikasi pendidikan multikultural dalam kurikulum berupa materi yang teritegrasi dengan mata pelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi yang mengakomodasi semua latar belakang siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Ainul Yakin. 2005. Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media
Fancisco Hidalgo, Rudolfo Chavez-Chavez. Jean C. Ramage. 2000. Multicultual Education Lanscape for Reform in The Twenty-First Century.
Hanurawan, F. 2012. Pengantar Filsafat. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan: Universitas Negeri Malang.
James A. Banks, Cherry A. McGee Banks (Eds.). 2010. Multicultural Education Issues and Perspectives. Seventh Editio. John Wiley & Sons
James A. Banks. 1997. Multicultural Education: Historical Development, Dimension, and Practice, American Educational Research Association.
N, Blake, P.P. Smeyers, R. Smith, P. Standish (Eds.).2000. The Blackwell Guide to The Philosophy of Education. Maiden, MA: Blackwell Publisihing.
Richard Race, 2011. Multicultural and Education.Contemporary Issues in Education Studies. New York: Continuum International Publishing Group
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-24593238605437013532012-11-19T20:08:00.000-08:002012-11-19T20:08:00.516-08:00GANGGUAN TINGKAH LAKU YANG BISA MENGHAMBAT BELAJAR
KONSEP DASAR GANGGUAN TINGKAH LAKU
1. Hakikat Perilaku Manusia
Perilaku manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara
prinsipil dapat dibedakan dengan manusia lainnya. Sedangkan perilaku itu sendiri dapat
diartikan sebagai suatu bentuk respon dengan stimulus yang timbul dan manusia
merupakan gabungan dari jiwa dan raga yang memiliki sifat-sifat tertentu dan unik. (Tirta
Raharja U. dkk …2000) pengantar pendidikan ; Jakarta : Rieneka Cipta. Bagian Hakekat
manusia dan pengembangan). Menurut Beerlins, 1951:43 manusia adalah makhluk yang
serba terhubung dengan masyarakat, lingkungan dirinya sendiri dan tuhan.
Pada dasarnya perilaku manusia dapat terbentuk akibat adanya stimulus yang
diberikan, stimulus yang datang akan direspon dalam bentuk perilaku yang ditunjukan,
perilaku itu sendiri dapat berbentuk positif atau negatif tergantung pada stimulus yang
datang.
II. Pengertian gangguan Tingkah Laku
Gangguan tingkah laku dapat didefinisikan dari berbagai disiplin ilmu sesuai
dengan keperluan profesionalnya, adapun pengertian dari gangguan tingkah laku dari
beberapa ahli yakni :
a. Kauffman : 1977
Anak yang mengalami gangguan tingkah laku merupakan anak yang secara nyata
dan menahun merespon lingkungan tanpa adanya kepuasan pribadi namun masih dapat
diajarkan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat dan dapat memuaskan
kpribadiannya.
b. Nelson ; 1981
Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang atau mengalami gangguan
jika :
1. menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal
menurut usia dan jenis kelaminnya.
2. penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi
3. penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama2
III. Problem-problem Khusus Penetapan Gangguan perilaku pada anak
a. Problema secara umum mengevaluasi dan mendiagnosis penyimpangan perilaku :
1. Sulit menentukan criteria dan penyimpangan itu sendiri
2. Sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi
3. Kualitas penyimpangan dan kreativitas penyimpangan
4. Bagaimana motivasi perilaku-perilaku yang dilakukan individu
b. Problem yang berhubungan dengan anak
1. Adanya keterbatasan pengalaman anak
2. Adanya perbedaan antara pria dan wanita
3. Kepribadian anak yang cenderung instability
4. Anak-anak sering mempunyai sifat negativisme
5. Shyness ( sering ditunjukan sifat malu pada anak-anak ) sehingga sering timbul
perilaku menyendiri.
6. Tingginya sifat anak yang hiperaktif
7. Berkaitan dengan kematangan
c. Problem yang berkaitan dengan instrumen
1. Terbatasnya alat-alat yang baku dalam menentukan penyimpangan perilaku
2. Kewenangan para ahli untuk menentukan perilaku tersebut
3. Tidak mudahnya membuat instrumen yang valid terhadap jenis penyimpangan
4. Pemahaman anak dengan alat instrument
5. Masalah komunikasi dengan anak
d. Faktor-faktor perbedaan treatmen pada anak anak dan orang dewasa.
1. Faktor motivasi
2. Pemahaman terhadap tujuan treatmen
3. Perkembangan belajar
4. Perkembangan kognitif
5. Ketergantungan dengan lingkungan
6. Perkembangan kepribadian3
IV. Teori Gangguan Tingkah Laku
Teori gangguan perilaku banyak dikemukakan oleh para ahli yang memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda tentang perilaku itu sendiri, diantaranya :
1. Teori Behavioral
Teori behavioral menganggap bahwa sebuah perilaku itu dibentuk dari faktor
eksternal dari suatu individu (lingkungan). Para kaum behavioris memasukan perilaki
kedalam suatu unit yang dinamakan tanggapan atau respon dan lingkungan ke dalam unit
rangsangan atau stimulus, menurut paham behavioral perilaku suatu rangsangan dan
tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya dan menghasilkan satu bentuk
hubungan fungsional. Kaum behavioral menganggap faktor ekstern dari seseorang akan
sangat mempengaruhi perilaku yang ditunjukan oleh pribadinya.
2. Teori Psikodinamik
Teori ini sangat kontradiktif dengan teori behavioral karena teori ini menganggap
sebuah perilaku yang ditunjukan oleh suatu individu disebabkan oleh faktor intern
(dirinya sendiri). Faktor psikologis seorang individu sangat berpengaruh pada
pembentukan karakteristik seseorang. Dalam teori psikodinamik ini sangat mengacu pada
3 aspek penting yaitu ego, id dan super ego. Ego adalah pusat atau inti kepribadian, id
adalah keinginan atau hasrat, super ego adalah pengatur atau penyeimbang. Ketiga aspek
ini tidak dapat terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Gangguan perilaku akan
timbul bila ketiga aspek ini tidak seimbang dalam bertindak.
3. Teori Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi individu dengan individu
lainnya, menurut pandangan kaum sosiologis gangguan perilaku terjadi karena ketidak
mampuan suatu individu dalam bersosialisasi dengan lingkungan sosial tetapi lebih
mengarah atau cenderung pada orang-orang di sekelilingnya. Sedangkan batasan
mengenai gangguan perilaku pada pandangan kaum sosiologis adalah bahwa perilaku
menyimpang adalah perilaku yang selalu meresahkan ketentraman dan kebahagiaan
orang lain.4
4. Teori Ekologi
Teori ini menganggap suatu perilaku akan sangat ditimbulkan dari lingkungan
yang mempengaruhinya, sepaham dengan teori behavioristik teori ini menekankan pada
pembentukan suatu perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan
batasan perilaku menyimpang menurut pandangan kaum ekologis adalah perilaku yang
tidak ada keseimbangan antara lingkungan dengan perilaku yang ditunjukkan.
Semua teori perilaku ini mengacu pada satu kesimpulan yang akhirnya
mengutarakan bahwa perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh factor lingkungan dan
factor dirinya sendiri. Teori behavioral, ekologis dan sosiologis membenarkan bahwa
suatu perilaku itu sangat terbentuk bila dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya sendiri
(lingkungan) sedangkan teori psikodinamik membenarkan bahwa suatu perilaku itu
sangat terbentuk bila dipengaruhi oleh factor dari dalam dirinya sendiri.
V. Klasifikasi Gangguan Pada Anak
Berdasarkan Diagnostik Statistik Manual III (DSM III), gangguan perilaku dapat
dibedakan menjadi :
1. Organik Mental Disorder : Gangguan perilaku yang disebabkan oleh disfungsi
otak secara permanent.
2. Anxiety Disorder : Kelainan perilaku dengan rasa takut atau cemas yang
berlebihan dan tidak beralasan.
3. Ajusment Disorder : Sukar mereaksi yang tidak wajar terhadap lingkungan
4. Attention Disorder : Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Acting Out : Tingkah laku diluar batas
Berdasarkan Quay karakteristik gangguan perilaku pada anak yakni :
1. Merusak milik orang lain
2. Tidak pernah diam
3. Mencari perhatian
4. Tidak memperhatikan
5. Mudah terganggu perhatian
6. Sering mengganggu
7. Sering mengejek orang lain5
VI. Penyebab Gangguan Perilaku Pada Anak
Dari berbagai kasus yang ada gangguan perilaku pada anak tidak lepas dari factor
penyebab, yaitu :
1. Kondisi atau keadaan fisik
Ada beberapa ahli yang meyakini bahwa disfungsi kelenjar endoktrin dapat
berpengaruh terhadap respon emosional seseorang.
Gunzburg (B. Simanjuntak, 1974) menyimpulkan bahwa disfungsi kelenjar
endoktrin ini merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan. Jika kelenjar
endoktrin ini secara terus menerus mengeluarkan hormon maka akan mempengaruhi
perkembangan fisik dan mental seseorang sehingga akan berpengaruh pula terhadap
perkembangan wataknya.
2. Masalah Perkembangan
Menurut Erikson (Singgih. D. Gunarsa,1985:107) bahwa setiap memasuki fase
perkembangan baru individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau krisis emosi. Anak
biasanya dapat mengatasi krisis emosi ini jika pada dirinya tumbuh kemampuan baru
yang berasal dari adanya proses kematangan yang menyertai perkembangan. Apabila ego
dapat mengatasi krisis ini maka perkembangan ego yang matang akan terjadi, sehingga
individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial atau masyarakatnya.
Sebaliknya apabila individu tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut, maka akan
menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku.
3. Lingkungan Keluarga
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga memiliki
pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian pada anak. Keluargalah
peletak dasar perasaan aman pada anak, dalam keluarga pula memperoleh pengalaman
pertama mengenai perasaan aman, dasar perkembangan sosial, dasar perkembangan
emosi dan perilaku yang baik. Kesalahan dalam keluarga dapat menimbulkan gangguan
emosi dan perkembangan perilaku pada seorang anak.
4. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua setelah keluarga. Timbulnya
gangguan perilaku yang disebabkan lingkungan sekolah antara lain berasal dari guru
sebagai tenaga pelaksana pendidikan dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan anak didik.6
Perilaku guru yang otoriter mengakibatkan anak merasa tertekan dan takut menghadapi
pelajaran sehingga anak akan lebih memilih membolos dan keluyuran pada saat dimana
seharusnya ia berada dalam kelas.
5. Lingkungan Masyarakat
Menurut Bandura (Kirkn & Gallagher, 1986) salah satu yang mempengaruhi pola
perilaku anak dalam lingkungan sosial adalah keteladan yaitu menirukan perilaku orang
lain.
Masuknya budaya asing yang kurang sesuai dengan tradisi yang dianut
masyarakat pada umumnya pun akan menyebabkan pola perilaku anak yang
menyimpang.
BAB II
DAMPAK GANGGUAN TERHADAP ASPEK PERKEMBANGAN
1. Perkembangan Kognitif
Anak yang mengalami gangguan tingkah laku memiliki tingkat kecerdasan yang
sama dengan anak pada umumnya. Presatasi yang rendah di sekolah disebabkan mereka
kehilangan minat dan konsentrasi belajar karena masalah gangguan tingkah laku yang
mereka alami.
Menurut Ny Singgih Gunarsa (1982), kecemasan dirinya berbeda dengan
kelompoknya yang menimbulkan kesulitan pada anak untuk menyelesaikan masalah
dengan cara yang tidak sesuai.
Ketidak mampuan anak untuk bersaing dengan teman-temannya dalam belajar
dapat menjadikan anak prustasi dan kehilangan kepercayaan dirinya sehingga anak
mencari konpensasi yang sifatnya negatif misalnya bolos, lari dari rumah dan mengacau
di kelas. Akibat lain dari kelemahan intelegensi ini menimbulkan gangguan tingkah laku.
Disamping anak yang berintelegensi rendah tidak berarti bahwa anak yang
memiliki intelegensi tinggi tidak bermasalah. Anak yang berintelegensi tinggi sering kali
mempunyai masalah dalam penyesuaian diri dengan temam-temannya. Ketidak sejajaran
antara perkembangan intelegensi dengan kemampuan sosial mengakibatkan anak
mengalami kesulitan penyesuaian diri dengan kelompok yang lebih tua.7
Anak yang pintar dengan hambatan ego emosional seringkali mempunyai
anggapan yang negarif terhadap sekolah yang menganggap seolah terlalu mudah dan
guru menerangkan terlalu lamban.
Dari uraian di atas kiranya jelas bahwa pada dasarnya perkembangan intelegensi
anak tunalaras tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Ada yang memiliki intelegensi
rendah, rata-rata, dan adapula yang berintelegensi tinggi.
2. Dampak Terhadap Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik merupakan perkembangan yang pasti dimiliki oleh anak
dari anak sejak lahir sampai masa-masa perkembangan yang lainnya. Terjadinya
gangguan dalam perkembangan emosi akan dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan, karena salah satu yang akan mengontrol tingkah laku anak adalah emosi
atau jika kaum behavioristik memberi pandangan yaitu ego, super ego dan id.
Dampak gangguan emosi terhadap perkembangan motorik antara lain adalah :
a. Menjadikan gerak motorik tidak dapat dikontrol secara tidak sadar
b. Terjadinya suatu gerakan-gerakan yang mendadak dan tidak disadari oleh
dirinya
Perkembangan motorik seseorang anak akan berpengaruh terhadap ADL yaitu
Activities Daily Living. Karena aktivitas kehidupan sehari-harinya akan sangat
dipengaruhi oleh gerak motorik halus ataupun gerak motorik kasar. Bagaimana gangguan
perilaku akan sangat berpengaruh terhadap suatu perkembangan motorik akan dijelaskan
pada ilustrasi berikut ini :
Andi adalah anak yang normal pada saat dia kecil. Ketika menjelang umur 3-4
tahun ia sering merasa gelisah dan selalu mengganggu teman-temannya, hal itu sering
Andi lakukan sampai berusia 10 tahun. Ketika itu Andi sering memukul orang dengan
tiba-tiba padahal ia hanya tersinggung sedikit, Andi sering melakukan itu sampai dia
dewasa.
3. Dampak Terhadap Perkembangan Emosi
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari kelainan tingkah
laku anak tunalaras. Ciri yang menonjol pada mereka adalah kehidupan emosi yang tidak
stabil, ketidak mampuan mengekspresikan emosi secara tepat, dan pengendalian diri yang8
kurang sehingga mereka sering kali menjadi sangat emosional. Gangguan emosipun
dapat juga disebabkan oleh ketidak berhasilan dalam melewati fase-fase perkembangan.
Freud mengemukakan bahwa kehidupan emosi pada tahun-tahun pertama
kehidupan anak harus berlangsung dengan baik agar tidak akan menjadi masalah setelah
dia dewasa, anak yang tidak mengalami dan memperoleh kasih sayang dan kepuasan
pemenuhan kebutuhan akan mengalami kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan
terhadap orang lain sehingga di kemudian hari akan mengalami masalah dalam hubungan
sosial dengan orang lain.
Anak tunalaras tidak mampu belajar dengan baik dalam merasakan dan
menghayati berbagai macam emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan emosinya
kurang bervariasi dan iapun kurang dapat mengerti dan menghayati bagaimana perasaan
orang lain, mereka juga kurang mampu mengendalikan emosinya dengan baik sehingga
seringkali terjadi peledakan emosi. Ketidak stabilan emosi ini menimbulkan
penyimpangan tingkah laku, misalnya: mudah marah dan mudah tersinggung sehingga
akan mengakibatkan prestasi belajar yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
4. Dampak Terhadap Perkembangan Sosial
Gangguan perilaku yang terjadi pada anak-anak sering menimbulkan dampak
perkembangan sosial mereka. Pada anak-anak yang normal perkembangan usia dan
emosi mereka akan seiring sejalan (koheren) dengan perkembangn sosial mereka yang
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Ketidak matangan sosial dan atau emosional
mereka selalu berdampak pada keseluruhan kepribadiannya, sehingga hal itu berpengaruh
pula terhadap kehidupan sosial yang dijalaninya.
Beberapa bentuk dampak perilaku yang ditunjukan terhadap perkembangan sosial
dari anak yang mengalami gangguan perilaku atau emosi yaitu :
a. cenderung menutup diri
b. bersifat apatis terhadap sekelilingnya
c. terasingkan diri dari lingkungannya
d. sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
e. kurang rasa percaya diri
f. kurang motivasi9
ketidak mampuan anak yang mengalami gangguan perilaku dalam melakukan
interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya disebabkan karena pengalaman –
pengalaman yang tidak menyenangkan, menganggap dirinya tidak berguna bagi orang
lain , merasa tidak berperasaan dan mudah curiga terhadap orang lain.
5. Dampak Terhadap Perkembangan Kepribadian
Kepribadian merupakan suatu struktur yang unik tidak ada dua individu yang
memiliki kepribadian yang sama. Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai suatu
organisasi yang dinamis pada system psikofisik individu yang turut menentukan caranya
yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kepribadian akan mewarnai peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai
kelompok dan akan mempengaruhi kesadaran sebagai bagian dari kepribadian akan
dirinya.
Gangguan perilaku yang dialami seseorang akan mempengaruhi bentuk
kepribadiannya, individu tersebut akan merasa tersiksa bahkan menimbulkan frustasi jika
pemenuhan kebutuhan dasarnya yang mempengaruhi kepribadian tidak terpenuhi secara
wajar.
BAB II ISI
KONSEP DASAR TENTANG GANGGUAN PRILAKU
A. Hakikat Perilaku Manusia
Pada dasarnya setiap orang memiliki hakikat perilaku yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman sosial secara nyata dan pada akhirnya akan mempengaruhi
persepsi dan tindakan individu terhadap sesamanya. Beberapa hakikat dasar tentang
perilaku manusia yaitu :
1. Kebebasan / ketidakbebasan
Merupakan dua anggapan dasar yang berlawanan tentang hakikat perilaku
manusia yang sudah berlangsung sejak lama. Anggapan dasar menyatakan bahwa arah
kehidupannya adalah sebuah anggapan dasar pada pandangan manusia, dan kalau
anggapan ketidakbebasan didasari bahwa manusia adalah organisme yang ditentukan
oleh sejumlah tertentu.10
2. Subjektif dan objektif
Bahwa hakikat perilaku manusia merupakan factor penentu terbesar, kalau
subjektif terdapat dari pengalaman-pengalaman personal sedangkan kalau pandangan
objektif hakikat perilaku manusia merupakan individu yang hidup di dalam pengalaman-
pengalaman yang eksternal.
3. Rasional dan irasional
Bahwa hakikat perilaku manusia sebagian besar didorong oleh kekuatan-kekuatan
yang mendasar.
B. Pengertian Gangguan Perilaku
1. Menurut Bruno adalah respon atau perbuatan yang dilakukan seseorang, suatu
perubahan perilaku merupakan suatu kepribadian karena setiap respon atau
tindakan seseorang yang menunjukan perubahan sebagi cerminan fenomena
psikologis baik diamati maupun diukur
2. Menurut Evan Et Al adalah bentuk yang sederhana merupakan perbuatan yang
diamati dengan suatu titik awal dan akhir yang dapat diukur
3. Menurut APA ( America Psikiatrie Acociation) adalah gangguan yang berupa
pola atau gejala psikologis atau tingkah laku yang secara klinis sangat
disignifikan gejala/ pola ciri yang terjadi pada
C. Problematik Gangguan Perilaku Pada Anak
Masalah yang berhubungan dengan gangguan perilaku pada anak bukan hanya
dipikirkan oleh oorang-orang sekarang ini, tetapi pada masa-masa orang terdahulu.
Aristoteles sebagai orang filosofis yang terkenal dalam bukunya yang berjudul Rhetenic
Anhisteric Animalium menguraikan tentang hubungan antara perubahan-perubahan
dialam pertumbuhan jasmani disamping mempengaruhi aspek psikologis dan
penyesuaian dinamik terhadap lingkungan. Hiporekates juga telah menguraikan orang-
orang yang abnormal jiwanya adalah keturunan dari orang menunjukan tingkah laku yang
menyimpang.
Mendel seorang ahli keturunan di dalam penyelidikannya menarik suatu
kesimpulan bahwa gangguan prilaku abnormal dan gangguan kejiwaan terjadi dalam
suatu keturunan yang sedarah.11
J. J. Rausseau dalam bukunya yang berjudul Emile membicarakan perkembangan
anak mulai bayi sampai dewasa dan periode 12-13 tahun disebut “The Age Of Kreason
Reson”.
Freud seorang ahli ilmu jiwa menguraikan bahwa anak laki-laki dalam periode
fhalis sudah meningkat kedewasaannya dan mengidentifikasikan dirinya dengan ayahnya,
karena cinta pada ibunya maka terjadilah apa yang disebut Oudipus-complex, dimana
anaknya memusuhi ayahnya apabila keinginan tersebut tidak dapat disalurkan secara
sempurna, baik melalui susunan neuro vegetatif maupun difens psiologis, maka
terbentuklah stuktur kepribadian dan muncul dalam kelakukan psikopatik yaitu timbulnya
sikap tingkah laku yang pemikirannya itu karena anak tidak dapat mengembangkan supra
egonya.
Prof. R Casimis dalam bukunya yang berjudul “ Sepanjang Garis Kehidupan”
menyatakan bahwa gangguan tingkah laku atau prilaku ini jelas terlihat dala kehidupan
kelompok anak-anak.
D. Klasifikasi Gangguan Prilaku
Dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Prilaku respon menunjukan pada prilaku replek dan respon secara otomatis
2. Prilaku operan menunjukan prilaku yang mendasar pada anak-anak
Menurut Stonger klasifikasi dibagi menjadi dua yaitu yang sangat diduga maupun
yang tidak diduga dan berdasarkan acuan norma dibagi menjadi dua yaitu :
1. prilaku normal menunjukan pada prilaku manusia yang selaras dengan norma
masyarakat
2. prilaku menyimpang menunjukan bahwa prilaku manusia itu tidak berada di luar
norma sosial atau prilaku yang tidak selaras denga norma yang ada
E. Teori-teori Gangguan Prilaku
1. Teori Behavioristik
a. Menurut Bruno adalah suatu doktrin yang menyatakan prilaku dapat dijelaskan,
diramalkan, dan terlepas konsep tentang kesadaran.12
b. Menurut Soemanto menyatakan bahwa prilaku manusia itu dapat dikendalikan oleh
ganjaran atau penguatan dan juga kekuatan.
2. Teori Humanistik
a. Menurut Bruno adalah suatu pandangan yang menyatakan bahwa individu sendiri yang
membentuk kualitas eksistensinya individu melakukan sesuatu membuat pilihan secara
sadar.
b. Menurut Soemanto menyatakan bahwa setiap individu dipengaruhi oleh maksud-
maksud pribadi dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman prilaku sendiri dan ia
bebas menentukan kualitas hidupnya.
3. Teori Nativisme
Gangguan prilaku ditentukan oleh faktor keturunan yang dibawa oleh individu
sejak lahir, sedangkan faktor di luar keturunan sedikit atau sama sekali tidak ada
pengaruhnya terhadap prilaku individu.
4. Teori Emperisme
bahwa gangguan prilaku seorang individu ditentukan oleh factor empirisnya atau
pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama prilaku individu itu.
5. Teori Konvergen
Konvergensi artinya kerjasama perkembangan adalah suatu proses kerjasama
factor dari dalam dan dari luar.
Sebab-sebab gangguan prilaku anak :
a. Faktor keturunan
orang yang pertama kali mengadakan penyelidikan mengenai mekanisme
keturunan secara ilmiah yaitu Mendel. Dari bekas-bekas Mendel yang bersangkut paut
dengan ilmu keturunan para ahli biologi menerangkan bahwa penyimpangan-
penyimpangan tingkah laku banyak terjadi dari suatu sedarah
b. Faktor fisik dan Psikologi/Typologi/Temperamen
Dari penyelidikan melalui E.E.G (elector enchyphalo Gram) banyak diketemukan
dari anak yang melakukan menyimpang sedang bagi orang dewasa kelainan tersebut
terdapat pada mereka yang telah melakukan perbuatan kriminal.13
c. Faktor Psikologis
Seorang yang mengalami suatu kesukaran dalam memecahkan suatu
permasalahan akan menimbulkan konplik pribadi bagi orang normal konplik tersebut
dapat diatasi sedang bagi mereka yang mengalami gangguan prilaku tidak dapat
menyelesaikannya.
d. Faktor Psikososial
Tingkah laku yang menyimpang dapat pula disebabkan dari pengalaman-
pengalaman pada masa kanak-kanak dan aspek ekonomi keluarga yang kurang.
I. Dampak Gangguan Prilaku Terhadap Aspek Perkembangan
1. Emosional
a. Konsep Dasar Emosional
Menurut psikologi emosi adalah pengalaman yang sadar dan komplek yang
memberikan pengaruh terhadap aktivitas tubuh.
b. Dampak emosional
Apabila emosi tersebut sudah begitu keras melampaui batas penerimaan atau nilai
kritik individu begitu keras sehingga fungsi individu terganggu maka dinyatakan
emosinya terganggu, mungkin sebagai pendorong maupun penghambat tetapi sudah di
luar kewajaran karena sifatnya berlebihan.
c. Jenis gangguan emosi
(1). Defresi : perasaan sedih yang tertekan
(2). Ambivalensi : ketidak tetapan perasaan atau emosi terhadap sesuatu
(3). Agitasi : kecemasan yang disertai dengan kegelisahan
2. Motorik
a. Konsep dasar Motorik
Secara neuro biologis motorik adalah gerakan manusia diatur oleh otak yang
namanya pusat motorik. Secara psikologis setiap manusia memiliki energi yang
dinamakan energi biologi umum yang bermula-mula belum terdeperensiansi.14
b. Dampak Motorik
Pada orang yang normal proses dari adanya motivasi sampai dengan gerakan
tersebut pada umumnya berjalan lancar sedangkan pada gangguan prilaku proses tersebut
tidak lancar.
c. Jenis-jenis Gangguan Motorik
(1). Abulia : orang yang lemah kemauannya
(2). Negatifisme : ketidak sanggupan untuk bertindak sugesti
(3). Kepribadian
a. Konsep Dasar Kepribadian
Menurut Maramis bahwa kepribadian meliputi segala corak tingkah laku manusia
yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk beraksi serta menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan dunia luar maupun dalam.
b. Dampak Kepribadian
Sifat curiga yang menonjol, orang lain selalu dilihat sebagai aggressor, ingin
merugikan, ingin menyakiti dan sebagainya sehingga ia bersikap sebagai pemberontak
untuk mempertahankan harga dirinya dan juga melemparkan tanggungjawab dan
kesalahan pada orang lain.
c. Jenis Gangguan Kepribadian
(1). Kepribadian antisosial : bahwa prilakunya selalu menimbulkan konplik dengan orang
lain
(2). Kepribadian Skizoid : pemalu, pendiam dan suka menyendiri
(3). Kepribadian histerik : sombong, egosentrik dan tidak stabil emosinya
BAB II
PENDEKATAN TREATMEN TINGKAH LAKU
A. Pendekatan Biofisikal
Terapi bagi anak yang mengalami penyimpangan tingkah laku bertujuan untuk
mengurangi prilaku yang mengganggu, memperbaiki prestasi sekolah dan hubungan
dengan lingkungannya, serta lebih mandiri di rumah dan di sekolah. Disamping itu, terapi15
ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan diri anak dan prilaku yang lebih aman di
komunitas.
Saat dilaksanakan terapi disarankan keluarga penderita dilibatkan agar terapi
dapat berlangsung dengan lebih efektif. Keterlibatan anggota keluarga lainnya dan guru
sangat diperlukan dalam penanganannya. Dalam hal ini dokter berperan sebagai educator
dan konsultan bagi penderita dan keluarga penderita. Terapi Biofisikal dilakukan dengan
cara mengontril zat-zat yang ada dalam otak. Pilihan utama terapi adalah obat dari
golongan psikostimulan. Salah satunya adalah Methylphenidate.
Obat tersebut diberikan bila gejalanya cukup mengganggu, terjadinya hambatan
fungsi sosial, edukasi dan emosional. Dengan memberi obat terapi lain bisa lebih
berhasil. Biasanya pengobatan diberikan sesudah jam sekolah. Berdasarkan penelitian,
Methylphenidate dapat dipakai sebagai pengobatan. Seminggu sejak pengobatan terjadi
perbaikan tingkah laku dan memperbaiki produktifitas, akurasi, dan efesiensi. Mekanisme
kerja Methylphenidate adalah meningkatkan pelepasan dopamin dan noradrenalin di
dalam otak. Zat tersebut juga memblokir masuknya kembali kedua neurotransmeter itu ke
dalam otak. Saat ini Methylphenidate dikembangkan dengan teknologi mutakhir yang
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan penderita dalam mengontrol kadar
neurotransmeter.
B. Pendekatan Psikodinamik
Setiap manusia berkembang melalui serangkaian interaksi tenaga-tenaga herediter
(keturunan) dengan keadaan lingkungannya. Kekuatan interaksi ini berbeda antara satu
orang dengan orang lain. Sifat-sifat herediter diturunkan oleh orang tua kepada anak-
anaknya melalui gen-gen. setiap orang memiliki potensi keturunan tertentu. Manusia
adalah mahkluk unik karena kemungkinan kombinasi gen-gen yang banyak dengan
berbagai corak situasi lingkungan serta berlapis-lapis aneka pengalaman sejak konsepsi
diawali maka setiap aspek yang ada di sekeliling selalu berinteraksi dengan potensi dari
keturunan.
Pada waktu lahir, bayi memberikan sahutan terhadap rangsangan-rangsangan
pertama yang ada di sekitarnya. Setelah bayi berkembang dari hari ke hari, berinteraksi
dengan lingkungannya, bayi yang secara psikologis belum memiliki bentuk itu sekarang
berdiferensi, kemudian berkembang menjadi EGO atau AKU. Dari sudut pandang16
psikodinamik, maka dalam proses perkembangan egonya, kepribadian si bayi
diorganisasikan di sekeliling inti yang terdiri dari kebutuhan psikologis dan biologis.
Dalam hal ini dikaitkan dengan anak berkebutuhan khusus terutama anak
tunagrahita yang sama-sama manusia dan memiliki kebutuhan yang sama dengan
manusia pada umumnya terutama dalam kebutuhan psikoloigis dan biologis. Terapi
dalam hal ini bagaimana cara anak tunagrahita berusaha untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya, karena hal ini merupakan factor penting dalam perkembangan ego. Tidak
dapat dipungkiri bahwa anak tunagrahita dapat mengalami prustasi, konflik, bagaimana
cara kita sebagai seorang pendidik dalam bidang ini untuk berusaha memenuhi kebutuhan
anak tunagrahita, cara kita melindungi dan meninggikan integritas egonya. Hal ini
tergantung sejauhmana kita mengenal anak tersebut dan memahami karakteristik anak.
Untuk lebih jelasnya maka di bawah ini ada salah satu tokoh tentang pendekatan
psikodinamik yaitu :
Sigmund Freud dengan pendekatannya “Deep Theraphy” dengan adanya :
1. ID atau dorongan-dorongan dalam diri prinsip kerjanya adanya kepuasan
berkaitan dengan napsu dan sex (pleasure principle), berada dibawah alam sadar.
2. Ego prinsipnya kenyataan dan bersifat eksklusif yang mengintegrasikan antara id
dan super id (reality principle). Fungsinya mengatur dan menahan desakan dalam
diri sesuai dengan realita. Ego terbagi menjadi dua :
a. Ego ideal : terkait dengan aturan-aturan standar moral
b. Concience : kata hati, timbul akibat tekanan, peringatan, hukuman yang
datang dari luar
Menurut Freud, tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ketidaksadaran, sifat
dari tingkah laku manusia itu mekanis (deterministic mekanik). Menurut Freud, aneka
situasi yang menekan yang mengancam akan menimbulkan kecemasan dalam diri
seseorang. Kecemasan ini berfungsi sebagai peringatah bahaya sekaligus merupakan
kondisi tidak menyenangkan yang perlu diatasi. Jika individu mampu mengatasi sumber
tekanan (stressor), kecemasan akan hilang. Sebaliknya jika gagal dan kecemasan terus
mengancam mungkin dengan intensitas yang meningkat pula, maka individu akan
menggunakan salah satu atau beberapa bentuk mekanisme pertahanan diri. Langkah ini
secara superficial dapat membebaskan individu dari kecemasannya, namun akibatnya17
dapat timbul kesenjangan antara pengalaman individu dan realitas. Pendekatan
psikodinamik dalam mengkaji gangguan pasien senantias memiliki jauh ke masa awal
perkembangan pasien. Kajian itu ingin melihat jika pasien pernah mengalami trauma atau
frustasi yang dialami dalam menjalani kehidupan yaitu mulai masa oral, masa anal, masa
phalis, masa laten hingga masa genital.
Lebih jauh lagi mengkaji secara hipnotis “bekas” trautam itu dialami dalam
ketidaksadaran si pasien.
Untuk menolongnya, sumber gangguan berupa frustasi berat yang ditekan ke
dalam ketidaksadaran itu harus dibongkar, diangkat kepermukaan untuk selanjutnya
diterima atau diakui dan diatasi, dengan cara Flashback adalah dengan talking about.
C. Pendekatan Behavior
Pendekatan behavioral merupakan pendekatan yang paling popular dan terkenal
karena bersifat logis dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa kekuatan :
1. Internal forces (kekuatan dari dalam)
Prilaku individu dipengaruhi akan kekuatan dari dalam berupa dorongan-
dorongan, aspek-aspek biologis.
2. Eksternal forces (kekuatan dari luar)
Prilaku individu dipengaruhi oleh moral-moral, aturan-aturan, reinforcemen.
Ɣ Asumsi pendekatan Behavioral : Semua prilaku baik itu prilaku baik atau
lurus merupakan hasil belajar
Ɣ Teori behavioral : berangkat dari penelitian seekor binatang, tokoh dari
behavioral adalah Pavlov.
Ɣ Prinsip idiosinkratik : yaitu pemberian reinforcement dan punishment yang
sesuai dengan kebutuhan anak.
Ɣ Reinforcement mendatangkan kesenangan / keenakan
Ɣ Punishment (hukuman) dilakukan agar prilaku menyimpang itu hilang
Teknik-teknik treatmen dalam pendekatan behavioral :
a. Guthinc
1. Incopatible method
2. exhaustion18
3. Change of environmeny
Teknik atau istilah lain :
1. Shaping adalah pembentukan tingkah laku baru dari yang sederhana ke
yang kompleks
2. Chaining adalah teknik yang menghubungkan potongan-potongan tingkah
laku sehingga menjadi suatu tingkah laku
3. Promting digunakan apabila anak setelah diberi instruksi 2 kali
4. Cueing adalah isyarat verbal / gestrud (bahasa tubuh) untuk menguatkan
atau melemahkan tingkah laku tertentu.
5. Time out mengistirahatkan atau mengeluarkan seseorang yang berprilaku
yang tidak diharapkan dari kelompok
6. Token economy adalah pemberian ganjaran dengan sesuatu bernilai
ekonomis, point, kartu diganti dengan barang biasa digunakan pada anak
yang suka memukul ini dimaksudkan supaya si anak dapat menahan untuk
mendapatkan point tadi.
Teknik pendekatan behavioral menurut Hesher :
1. Desentisisasi (penuruan kepekaan), sistematik desentasisistem adalah
penurunan kepekaan secara sistematik.
Ɣ S.D 1 (imago) adalah latihan penurunan kepakaan dengan khayalan
Ɣ S.D 2 (real live/invivo) adalah digunakan untuk penderita phobia
2. Assertive training adalah latihan mempertahankan diri akibat perlakuan
orang lain yang menimbulkan kecemasan dengan mempertahankan harga
diri. Biasanya cocok digunakan bagi orang-orang yang rendah diri atau
yang sering diejek.
3. Sexual training diberikan kepada klien yang mengalami kecemasan dalam
hubungan seksual / antar jenis kelamin.
4. Avection therapy adalah latihan menghilangkan kebiasaan buruk dengan
memberikan stimulus yang memberikan respon yang berkebalikan.
Biasanya digunakan untuk anak-anak yang suka mengompol.
5. Cover desentisition sama dengan SD 1 adalah menghilangkan kebiasaan
buruk seperti pemabuk dengan cara membayangkan pada saat yang19
bersamaan diminta untuk membayangkan hal yang paling tidak
menyenangkan bedanya SD 1 dibimbing.
6. Thought stoping (penghentian pikiran) adalah menghilangkan kecemasan
akibat perlakuan orang yang tidak mengenakan, missal : anak diminta
membayangkan sesuatu yang sangat menyakitkan dirinya sendiri lalu pada
saat klimaks dihentikan.
7. Modeling adalah anak diperintahkan menirukan sesuatu.
D. Pendekatan Sosiologis
Sosiologis secara luas dapat diartika sebagai llmu yang mempelajari hubungan
antara manusia sebagai anggota masyarakat dengan manusia lainnya dalam kehidupan
bermasyarakat. Jadi, pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai salah satu pendekatan
yang menggunakan media masyarakat sebagai media pembelajaran untuk individu yang
dianggap mempunyai tingkah laku menyimpang. Karena dalam lingkungan itulah
individu dapat belajar tentang banyak hal termasuk di dalamnya adalah tentang pola
prilaku yang sesuai dengan lingkungan di mana ia berada.
Dalam lingkungan tersebut anak dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan sekitarnya. Dalam interaksi anak dengan lingkungan ia lambat laun mendapat
kesadaran akan dirinya sebagai pribadi. Ia belajar untuk memandang dirinya sebagai
obyek seperti orang lain memandang dirinya. Ia dapat membayangkan kelakuan apa yang
diharapkan orang lain dari padanya. Ia dapat mengatur kelakuannya seperti yang
diharapkan orang daripadanya. Misalnya ia dapat merasakan perbuatannya yang salah
dan keharusan meminta maaf. Dengan menyadari dirinya sebagai pribadi ia dapat
mencari tempatnya dalam struktur sosial,dapat mengharapkan konsekuensi positif bila
berkelakuan menurut norma-norma akibat negative atas kelakuan melanggar aturan.
Dalam pendekatan ini dikenal dengan proses sosialisasi yang dapat diartikan
sebagai proses membimbing individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan
mendidik anak individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia
menjadi angota yang baik dan masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus.
Sosialisasi dapat juga diartikan sebagai pendidikan. Sosialisasi dapat tercapai melalui
komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Pola kelakukan yang diharapkan dari
anak terus menerus disampaikan dalam segala situasi dimana ia terlibat. Kelakuan yang20
tidak sesuai dikesampingkan karena menimbulkan koflik dengan lingkungan sedangkan
kelakuan yang sesuai dengan norma yang diharapakan dimantapkan.
Pendekatan sosiologis lebih menempatkan kegiatan memilih pada konteks sosial.
Melalui pendekatan ini, tingkah laku seseorang akan dipengaruhi identifikasi diri
terhadap kelompok, termasuk norma yang dianut oleh kelompok tersebut. Dalam
pendekatan ini, mobilitas seseorang yang ingin keluar dari kelompok untuk bergabung
dengan kelompok lain masih dimungkinkan. Karena itu, pilihan seseorang akan
dipengaruhi latar belakang sosial-ekonomi, demografi, tempat tinggal, pendidikan,
pekerjaan dan sebagainya.
Sebenarnya, munculnya penyimpangan tingkah laku pada anak-anak yang
sebagian besar menimpa remaja 14-19 tahun itu bisa dicegah, yakni melalui peran orang
tua dalam menanamkan bekal agama kepada anak-anaknya. Dengan bekal agama yang
memadai, iman mereka akan kuat, sehingga terhindar dari pengaruh lingkungan yang
negative. Dalam membina anak agar mereka bisa menjadi generasi penerus bangsa yang
bisa diandalkan, peran orang tua paling besar. “Mengapa peran orang tua sangat besar?”.
Karena waktu terbanyak anak-anak ada di rumah, kalau di sekolah hanya beberapa jam.
Waktu terbanyak itulah yang seharusnya dimanfaatkan oleh orang tua untuk mendidik
dan membekali pendidikan agama kepada putra-putrinya.
D. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristik
memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini
mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam
membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini
dilihat sebagai perkembangan tingkat berfikir dalam membuat pertimbangan moral, dari
suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama,
membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan
kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alas
alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et all,
1976; Banks, 1985).21
Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan pada dilema moral
dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan
memberi perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju
tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilema, baik dilema
hipotetikal maupun dilema faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan sehari-
hari. Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik
(Superka at all, 1976; Banks, 1985). Proses diskusi dimulai dengan penyajian cerita yang
mengandung dilema. Dalam diskusi tersebut, siswa di dorong untuk menentukan posisi
apa yang sepatutnya dilakukan oleh orang yang terlibat, apa alasannya. Siswa diminta
mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan teman-temannya.
Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey
(Kolhberg; 1971, 1977). Selanjutnya dikembangkan lagi oleh Piaget dan Kohlberg
(Freankel, 1977;Hersh, at al. 1980). Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi
tiga tahap (level) sebagai berikut:
1. Tahap “Premoral” atau “Preconventional”. Dalam tahap in tingkah
laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau
sosial;
2. Tahap “Conventional”. Dalam tahap ini seseorang mulai
menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan pada kriteria
kelompoknya.
3. Tahap “Autonomous”. Dalam tahap ini seseorang berbuat atau
bertingkah laku sesuai dengan akal dan pikiran serta pertimbangan
dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak
melalui pengamatan dan wawancara (Wind Miller, 1976) dari hasil pengamatan terhadap
anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh
kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan
kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka.
Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-
asumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti
dijelaskan oleh Ellyas (1989) Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan22
teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg
dimulai dari konsekuensi yang sederhana yang berupa pengaruh kurang menyenangkan
dari luar ke atas tingkah laku sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-
nilai kemanusiaan Universal. Lebih tinggi tingkat berfikir adalah lebih baik, dan otonomi
lebih baik dari pada heteronomi. Tahap-tahap perkembangan moral diperinci sebagai
berikut:
Tahapan Preconventional
Tingkat 1: Moralitas Heteronomus. Dalam tingkat perkembangan ini moralitas
dari sesuatu perbuatan ditentukan oleh ciri-ciri dan akibat yang bersifat fisik.
Tingkat 2: Moralitas Individu dan Timbal Balik. Seseorang mulai sadar dengan
tujuan dan keperluan orang lain. Seseorang berusaha untuk memenuhi kepentingan
sendiri. Dengan memperhatikan juga kepentingan orang lain.
Tahapan Conventional
Tingkat 3: Moralitas Harapan saling antara individu. Kriteria baik atau buruknya
suatu perbuatan dalam tingkat ini ditentukan oleh norma bersama dan hubungan saling
mempercayai.
Tingkat 4: Moralitas sistem sosial dan kata hati. Sesuatu perbuatan dinilai baik
jika disetujui oleh yang berkuasa dan sesuai dengan peraturan yang menjamin ketertiban
dalam masyarakat.
Tahapan Postconventional
Tingkat 5: Tingkat Transisi. Seseorang belum sampai pada tingkat
Postconventional yang sebenarnya. Pada tingkat ini kriteria benar atau salah bersifat
personal dan subjektif dan tidak memiliki prinsip yang jelas dalam mengambil suatu
keputusan moral.
Tingkat 5: Moralitas kesejahteraan sosial dan hak-hak manusia. Kriteria
moralitas dari sesuatu perbuatan adalah yang dapat menjamin hak-hak individu serta
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Tingkat 6: Moralitas yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang umum.
Ukuran benar atau salah ditentukan oleh pilihan sendiri berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang logis, konsisten dan bersifat universal.23
Asumsi-asumsi yang digunakan kohlberg(1971, 1977) dalam mengembangkan
teorinya sebagai berikut: A). Bahwa kunci untuk memahami tingkah laku moral
seseorang adalah dengan memahami filsafat moralnya, yakni dengan memahami alasan-
alasan yang melatarbelakangi perbuatannya, (b) Tingkat perkembangan tersusun sebagai
suatu keseluruhan cara berpikir. Setiap orang akan konsisten dalam tingkat pertimbangan
moralnya, (C0 Konsep tingkat perkembangan moral menyatakan rangkaian urutan
perkembangan yang bersifat universal, dalam berbagai kondisi kebudayaan.
Sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut, konsep perkembangan moral menurut
teori Kohlberg memiliki empat ciri utama. Pertama, tingkat perkembangan itu terjadi
dalam rangkaian yang sama pada semua orang. Seseorang tidak pernah melompati suatu
tingkat. Perkembangannya selalu ke arah tingkat yang lebih tinggi. Kedua, tingkat
perkembangan itu selalu tersusun berurutan secara bertingkat. Dengan demikian,
seseorang yang membuat pertimbangan moral pada tingkat yang lebih tinggi, dengan
mudah dapat memahami perkembangan moral tingkat yang lebih rendah. Ketiga, tingkat
perkembangan itu terstruktur sebagai suatu keseluruhan. Artinya, seseorang konsisten
pada tahapan pertimbangan moralnya. Keempat, tingkat perkembangan ini memberi
penekanan pada struktur pertimbangan moral, bukan pada isi pertimbangan.
Pendekatan perkembangan kognitif mudah digunakan dalam proses pendidikan di
sekolah, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek perkembangan
kemampuan berpikir. Oleh karena pendekatan ini memberikan perhatian sepenuhnya
kepada isu moral dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai
tertentu dalam masyarakat, penggunaan pendekatan ini menjadi menarik.
Penggunaannya dapat menghidupkan suasana kelas. Teori kohlberg dinilai paling
konsisten dengan teori ilmiah, peka untuk mem bedakan kemampuan dalam membuat
pertimabangan moral, mendukung perkembangan moral, dan melebihi berbagai teori lain
yang didasarkan kepada hasil penelitian empiris.
Pendekata ini juga memiliki kelemahan –kelemahan salah satu kelemahannya
seperti dikemukakan oleh Hersh , et, al.(1980), pendekatan ini menampilakan bias
budaya barat. Anatara lain sangat menjungjung tinggi kebebasan pribadi yang disarkan
filsafat liberal. Dalam proses pendidikan dan pengajaran , pendekaqtan ini juga tidak24
mementingkan kriteria benar salah untuk suatu perbuatan. Yang dipentingkan adalah
alasan yang dikemukakan atau pertimbangan moralnya.
Teori Kohlberg juga dikritik menganduang bias sex, karena dilema yang
dikemukakannya oleh orientasi penilaian pada keadilan dan hak lebih tepat bagi kaum
pria. Berdasarkan kepada hasil ujian empiris , kaum waniata cenderung mendapat skor
lebih rendah dari kaum pria(Power, 1994). Dalam pelaksanaan program-programnya,
teori ini juga memberi penekanan pada proses dan struktur pertimbangan moral,
mengabaikan nilai dan isi pertimbangannya . berhubungan dengan hal ini menurut Ryan
dan Lickona( 1987), pendidikan moral dengan penekanan kepada proses semata dan
mengabaikan isi , tidak akan mencapai sepenuhnya apa yang diharapkan. Dari sisi lain,
pengakuan Kohlberg bahwa teorinya berdasarkan pada prinsip –prinsip moral yang
bersifat universal dibantah juga oleh Liebert(1992). Menurut Liebert, berbagai kajian
dalam bidang antropologi tidak mendukung pandangan tentang adanya prinsip-prinsip
moral yang universal seperti dikemukakan oleh Kohlberg. Realita yang ditemukan adalah
berbagai norma, standar, dan nilai-nilai moral yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat
pendukungnya.
Oleh karena itu pendekatan kognitif pada anak tunalaras meniliki kecerdasan yang
tidak berbeda dengan anak-anak yang pada umumnya. Prestasi yang rendah di sekolah
disebabkan oleh mereka kehilangan minat dan konsentrasi belajar karena masalah
gangguan emosi yang mereka alami. Kegagalan belajar di sekolah sering menimbulakan
anggapan bahwa mereka memiliki intelegensi rendah dan anggapan tersebut memang
tidak sepenuhnya keliru karena di dalam anak tunalaras ada yang mengalami terbelakang
mental dan kelemahan dalam perkembangan kecerdasan dan dimana hal ini yang
menyebabkan timbulnya gangguan tingkah laku.
Singgih Gunarsa (1982) mengemukakan bahwa kecemasan dirinya berbeda
dengan kelompoknya menimbulkan kesulitan pada anak dengan cara penyelesaian yang
sering tidak sesuai dengan cara penyelesaian yang wajar.
Disamping anak yang berintelegensi rendah tidak berarti bahwa anak yang
memiliki intelegensi tinggi tidak bermasalah. Anak yang berintelegensi tinggi seringkali
mempunyai masalah dalam penyesuaian diri dengan teman-temannya. Ketidak sejajaran
antara perkembangan intelegensi dengan kemampuan sosial mengakibatkan anak25
mengalami kesulitan penyesuaian diri dengan kelompok anak yang lebih tua (tetapi setara
dalam kemampuan mentalnya).
Maka jelaslah bahwa pada dasarnya perkembangan intelegensi anak tunalaras
tidak berbeda dengan anak pada umumnya, ada yang memiliki intelegensi rendah, rata-
rata (sedang), dan ada pula yang memiliki intelegensi yang tinggi.
F. Pendekatan Ekologis
Teori ekologis ini menggabungkan teori terdahulu karena menurut teori ini
seseorang memiliki karakteristik dari lahir yaitu bawaan lahir, dalam teori ini dijelaskan
suatu pendekatan untuk anak luar biasa dapat dilihat dari perkembangan dan kemampuan
yang dimiliki si anak sejak lahir, jadi secara umum peran orang tua sangat besar untuk
membantu proses penyuluhan pada anak luar biasa, karena dalam teori ini sumber
penyebab utama perilaku abnormal adalah keadaan-keadaan obyektif di masyarakat yang
bersifat merugikan seperti kemiskinan, diskriminasi dan prasangka ras, serta kekejaman
atau kekerasan maka bentuk stessor atau situasi menekan di beberapa tempat dapat
berbeda-beda tergantung pada konteks ekologiskultural dimana individu hidup misalnya,
di daerah pedesaan yang masyarakatnya bersifat homogen.
Sumber utama penyebab gangguan perilaku kemungkinan besar adalah
kemiskinan, sebaliknya dikota-kota besar dengan masyarakat yang heterogen, penyebab
penting timbulnya gangguan perilaku di kalangan kelompok minoritas mungkin adalah
diskriminasi. Selain itu, pola gangguan perilaku di suatu masyarakat dapat berubah-ubah
sejalan dengan perubahan peradaban sebagai contoh pada masa ketika hidup gangguan
perilaku yang banyak di temukan pada kaum wanita adalah sejenis neurosis yang disebut
histeris. Pada zaman modern sekarang , gangguan yang cukup populer dimana-dimana
khususnya dikota-kota besar adalah stress, dan pola interaksi dalam yang disebut sistem
klien gangua kecemasan menunjukan adanya pola komunikasi yang tidak adaptif dalam
sistem. Kadang-kadang masalah kecemasan pada anak yang di identifikasikan dilakukan
untuk menjaga keseimbangan keluarga.
Teori ini yang berparadigma lingkungan (ekologi) ini menyatakan bahwa perilaku
seseorang ( termasuk perilaku malas belajar pada anak) tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di26
luarnya. Adapun lingkungan di luar diri orang ( dalam makalah ini selannjutnya akan di
fokuskan pada anak atau siswa SD-SLTA) dibagi dalam beberapa lingkaran yang
berelapis-lapis
1. Lingkaran pertama adalah yang paling dekat dengan pribadi anak, yaitu lingkaran
sistem mikro yang terdir dari keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan anak,
teman bermain, tetangga, rumah, tempat bermain dan sebagainya yang sehari-hari
ditemui oleh anak.
2. Lingkaran kedua adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro
(hubungan orangtua guru, orangtua-teman, antar teman, guru-teman dsb.) yang
dinamakannya sistem meso. Di luar sistem mikro dan meso, ada lingkaran ketiga
yang disebut sistem exo, yaitu lingkaran lebih luar lagi, yang tidak langsung
menyentuh pribadi anak, akan tetapi masih besar pengaruhnya, seperti keluarga
besar, polisi, POMG, dokter, koran, televisi dsb.
3. Akhirnya lingkaran yang paling luar adalah sistem makro yang terdiri dari
ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat, budaya dsb.
Dalam pendekatan ini orang tua dan pendidik di tuntut untuk memahami lebih jauh
karakteristikdan segala masalah serta kelainan yang dimiliki anak, pendidik dimiliki
dengan perhatian yang sederhana menuju kompleks, dan memperhatikan perilaku klien
secara intelektual, emosional maupun aspek fisik. Pendidik mengamati dengan bersikap
tegas, luwes, dan penuh perhatian yang dapat berorientasi pada pengembangan
kemampuan anak untuk membuat penilaian dan keputusan (judgement) sendiri secara
tepat dan tepat. Dengan perkataan lain, anak harus didik untuk menilai sendiri yang mana
yang benar/salah, baik/tidak baik atau indah/jelek dan atas dasar itu ia memutuskan
perbuatan mana yang terbaik untuk dirinya sendiri.
G. Pendekatan Religi
Pada dasarnya, fitrah manusia sebagai mahluk yang memiliki hati nurani adalah
religius. Seorang bayi mungil akan diam sejenak ketika mendengar suara adzan dari
masjid maupun televisi, karena gelombang getaran suara adzan menyambung dengan
getaran hati nurani sang bayi. Hati nurani adalah danau religiusitas tempat bersemayam,27
dan sering hanya dapat didengar kalau seseorang bisa merenung dalam sepi dan sendiri.
Karena itulah, Nabi perlu menyepi di Gua Hira, melepaskan diri dari kegalauan
peradaban jahiliyah, untuk dapat mendengarkan suara hati nuraninya dan menerima kabar
kebenaran sejati.
Agama merupakan kenyataan terdekat dan sekaligus terjauh. Begitu dekat karena
agama senantiasa hadir dalam kehidupan sehari-sehari di rumah, kantor, media massa,
pasar dan dimanapun saja kita berada. Begitu misterius karena agama seringkali
menampakan wajah-wajah yang ambigu (tampak berlawanan) memotivasi kekerasan dan
solidaritas kemanusiaan, menumbuhkan takhyul dan mengilhami pencarian ilmu
pengetahuan, memekikkan peperangan paling keji dan menebarkan perdamaian palaing
hakiki.
Sigmund Freud, bapak psikologi modern, dalam bukunya The Future of An Illusion
mengatakan bahwa pada dasarnya motivasi beragama berasal dari ketidakberdayaan
manusia melawan kekuatan-kekuatan alamiah di luar dirinya dan kekuatan naluriah dari
dalam dirinya. Agama timbul karena manusia belum mampu mempergunakan kekuatan
diri dan akalnya secara maksimal.
Dalam pandangan Sigmund Freud, keberagaman seperti di atas sebagai sesuatau
sikap mirip dengan “neurosis obsesional” yang menjangkiti orang bergama. Agama, kata
Freud, adalah suatu illusi yang sengaja diciptakan manusia dalam rangka mengatasi
berbagai macam problem psikologis yang menyedihkan seperti rasa frustasi, depresi,
narsisme, atau rasa bersalah yang dihadapi manusia.
Freud mengatakan, orang beragama sering berada dalam situasi feeling of
powerlessness (perasaan ketergantungan). Menurut Freud, dengan the feeling of
powerlessness itu, orang tidak akan pernah sampai pada kedewasaan beragama, justru
karena gagal membangun otonomi dirinya sendiri sebagai manusia. Mengapa? Karena
the feeling of powerlessness pada hakikatnya berlawanan dengan apa yang dalam tradisi
keagamaan disebut sebagai religious feeling (perasaan keberagamaan), yang selalu
ditandai dengan tujuan perkembangan spiritual manusia dalam cita-cita pencapaian
kebenaran (reason, truth, logos), cinta-kasih-persaudaraan (brotherly-love), mengurangi
penderitaan (reducing of suffering) dan sebagai jalan mendapatkan kebebasan dan
tanggung jawab sosial manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi.28
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat
menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri
kedalam, kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan, misalnya: Tahlilan, rajaban, Jumat
Kliwonan, dll.
Catatan: Karakteristik tersebut, pada saat ini tidak bisa digeneralisasikan bagi seluruh
warga masyarakat desa. Ini disebabkan oleh adanya perubahan sosial religius yang begitu
besar pengaruhnya dalam tata pranata kehidupan masyarakat pedesaan. Dampak yang
terjadi meliputi aspek agama, ekonomi, sosial politik, budaya dan pertahanan keamanan.
Menyikapi kenyataan ini, secara psikologis kita tidak perlu khawatir atau bahkan
takut karena justru akan menyulitkan kita untuk bersosialisasi. Sikap menghargai, itulah
yang mesti kita kembangkan! Kita mesti tahu diri disaat masyarakat desa sedang
menjalankan ibadah agamanya. Karena itu dalam menyusun suatu kegiatan,
pertimbangan faktor “lima waktu” sangat penting untuk diperhatikan.
Peranan Orang Tua Dalam Mencegah Anak Melakukan Penyimpangan
Jumlah anak nakal di NTB yang terdata oleh Dinas Sosial dan Pemberdayaan
Peerempuan setempat selama 2002-2003 mencapai 11 ribu orang. Mereka dikategorikan
sebagai anak nakal, karena melakukan penyimpangan tingkah laku, seperti terlibat
pencurian, perjudian, mabuk-mabukan dan sejenis. Sebenarnya, munculnya
penyimpangan tingkah laku pada anak-anak yang sebagian besar menimpa remaja usia
14-19 tahun itu bisa dicegah, yakni melalui peran orangtua dalam menanamkan bekal
agama kepada anak-anaknya. Dengan bekal agama yang memadai, iman mereka akan
kuat, sehingga terhindar dari pengaruh lingkungan yang negatif.
Dalam membina anak agar mereka bisa menjadi generasi penerus bangsa yang
bisa diandalkan, peran orangtua paling besar. “Kenapa peran orangtua terbesar? Karena
waktu terbanyak anak-anak ada di rumah. Kalau di sekolah hanya beberapa jam. Waktu
terbanyak itulah yang seharusnya dimanfaatkan oleh orangtua untuk mendidik dan
membekalo pendidikan agama kepada putra-putrinya.
Munculnya kecenderungan terjadinya penyimpangan tingkah laku atau anak
menjadi nakal, tidak semata-semata karena faktor ekonomi atau faktor lingkungan29
semata. Peran orangtua sangat besar dalam membentuk Kepribadian putra-putrinya.
Dengan pendidikan agama yang memadai, anak-anak tidak akan terjerumus pada
kegiatan yang negatif.
Selain bekal pendidikan agama penting, orangtua juga harus mampu mengarahkan
anak-anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif. Misalnya dengan mengarahkan
putra-putrinya untuk aktif berorganisasi seperti Karang Taruna dan sebagainya. Anak-
anak usia 14-19 tahun kondisinya sangat labil. Jika mereka diabaikan dan tidak diarahkan
pada kegiatan-kegiatan positif, mereka akan mudah terjerumus pada kegiatan yang
bersifat negatif. Katanya, Tia di Mataram berpendapat bahwa pendidikan agama kepada
anak-anak adalah mutlak. Mengingat, bekal agama merupakan benteng bagi anak-anak
untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Jika imannya kuat,
lingkungan seburuk apa pun mereka akan tahan. Untuk membangun benteng bagi anak-
anak tersebut peran orangtua sangat besar.
Peran orangtua dan guru dinilai cukup efektif, terutama dalam memberikan
siraman rohani kepada anak-anak bermasalah ini. Mengingat, pada umumnya anak-anak
yang tingkah lakunya menyimpang, bekal agamanya kurang. Selain memberi bekal
agama, bekal keterampilan juga penting.
Inspektorat Jendral Departemen Agama selama tiga tahun belakangan ini telah
melaksanakan Program Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) yang berisi
metode pendekatan pengawasan melalui penanaman nilai-nilai ajaran agama yang
dilaksanakannya dengan konsisten.
Pendekatan melalui jalur agama yang dilakukan menitikberatkan pada sentuhan
nurani untuk mengajak dan mendorong diri sendiri serta orang lain untuk berbuat
kebajikan dan berbudaya malu dalam melakukan penyimpangan yang dilandasi rasa
penuh tanggung jawab.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8512786082031875051.post-81936663959710913142012-11-19T19:48:00.001-08:002012-11-19T19:48:30.493-08:00JENIS kesulitan belajarBeberapa anak yang mengalami kesulitan belajar adalah :
Hyperactive/ hiperaktif
Ciri anak ini tidak bisa duduk diam di kelas. Anak ini terus bergerak. Kadang anak ini berlarian, meloncat, bahkan berteriak-teriak. Anak ini sulit di kontrol untuk melakukan aktivitas secara teratur dan tertib. Anak ini suka mengganggu teman sekelasnya
Distractibility Child
Tipe anak ini cenderung cepat bosan, mudah mengalihkan perhatiannya ke berbagai objek lain di kelas, mudah dipengaruhi, dan sulit memusatkan perhatian pada kegiatan yang berlangsung di kelas.
Poor Self Concept
Ciri anak ini pendiam, sangat perasa/ sensitif, mudah tersinggung. Sikapnya pasif dan cenderung tidak berani bertanya, karena merasa diri tidak mampu, dan kurang bergaul,
Impulsive
Di kelas acapkali dijumpai anak yang cepat bereaksi. Anak serupa ini langsung berbicara, tanpa menghiraukan pertanyaan guru. Jawaban spontan, kurang mendukung kemampuan berfikir logis. Anak ini berteriak pada saat menjawab, ingin menunjukkan diri sebagai anak pandai, namun jawaban/ reaksinya mencerminkan ketidakmampuannya. Jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.
Distractive Behavior
Wah, anak ini tipe perusak. Sikapnya agresif ke arah negatif, suka membanting atau melempar. Anak ini termasuk anak yang bermasalah (trouble maker). Sikap mudah tersinggung dengan temperamen yang tinggi dan suka merusak.
Dependency
Ciri anak ini tidak dapat tinggal di kelas tanpa ditemani oleh ibunya. Ketergantungan ini dapat disebabkan sikap ibu yang sangat melindungi anak sehingga saat ke sekolahpun harus ditemani oleh ibu.
Withdrawl
Ciri anak ini adalah pemalu dan menganggap dirinya bodoh, sehingga malu pergi ke sekolah. Harga diri yang rendah disebabkan karena latarbelakang sosial ekonomi orang tua yang rendah.
Underachiever
Anak ini tidaklah termasuk anak “bodoh” atau “tolol”. meskipun semangat belajarnya sangat rendah, sering melupakan PR, dan hasil ulangannya selalu rendah. Anak ini potensi intelektualnya diatas rata-rata. Guru diharapkan memberi perhatian yang serius kepada anak yang berprestasi di bawah kemampuan ini
Overachiever
Karakteristik anak ini memiliki motivasi belajar yang tinggi, cepat merespon dan acapkali enggan untuk menerima kritik. Sikapnya agak sombong serta merespon dengan sangat cepat. Anak ini tidak dapat menerima kegagalan dirinya. Anak
Slow Learner
Anak ini acapkali malas, kalau ditanya biasanya membutuhkan waktu lama untuk menjawabnya, sering lupa mengerjakan tugasnya, kalaupun dikerja biasanya tidak tuntas, cara berpikirnya lamban.
Sosial Interception
Sikap anak seperti ini “Cuek”. Ia kurang peka terhadap lingkungannya, sulit membaca ekspresi guru dan teman-temannya, kaku dalam bergaul dengan teman-temannya. Dengan demikian, anak ini sering ”dikucilkan” oleh teman-teman disekitarnya.
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12324683668659466301noreply@blogger.com1