Senin, 26 November 2012
Komentar untuk cm..
Komentar untuk CM...
Seseorang mempunyai kekuatan pada domain tertentu. Bisa jadi ada seseorang yang mempunyai kekuatan pada logika-matematis, tetapi ada pula yang kuat terhadap kemampuan pada domain interpersonal, atau juga pada intrapersonal (lihat kembali materi tentang multiple intelligence). Nah masing-masing anak kita dukung untuk kemampuan menonjol apa yang dimiliki sambil yang lain juga didukung sampai kemampuan yang diinginkan meskipun tidak semenonjol pada kemampuan yang menjadi kekuatannya tersebut. kita sadarkan masing-masing anak mempunyai kemampuan, jadi kita tidak tonjolkan pada kelemahan, sehingga pada gilirannya anak merasa mempunyai satu yang bisa dibanggakan pada dirinya.
Treatment pada Anak dengan Gangguan Perilaku
TREATMENT PADA ANAK DENGAN GANGGUAN TERTENTU
A. Gangguan Emosi
1. Konsep Dasar Emosi
Menurut pandangan Neuropsikologi, emosi mangandung dua keadaan, yaitu cara bertindak (ekspresi emosional) dan cara merasa (pengalaman emosional). Menurut pandangan psikologi, emosi adalah pengalaman yang sadar dan komplek yang memberi pengaruh pada aktivitas-aktivitas tubuh, menghasilkan sensasi-sensasi organis dan kinestetis, disertai dengan penjelmaan yang jelas, impuls-impuls yang bersamaan, serta nada perasaan yang kuat.
Menurut Goleman emosi diartikan sebagai setiap kegiatan atau pengelolaan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Sedangkan menurut Abin emosi merupakan perasaan tertentu yang mempengaruhi bagaiman kita bertindak. Jadi emosi adalah unsur penggerak perilaku seseorang emosi yang terlatih dengan baik akan tercermin dari perilaku yang terarqah dan stabil. Pengaruh emosi sangat besar dalam tindakan dan perbuatan seseorang.
Pengertian emosi juga lebih menunjukan pada banyk sedikitnya dibangkitkan alat-alat tubuh manusia. Emosi juga bukan motif, kehendak, dorongan atau perasaan. Dalam fungsi ekonomi termasuk didalamnya adalah perubahan-perubahan fsiologis, tingkah laku yang jelas kelihatan, perasaan dan impul-impuls. Kondisi ekonomi adalah suatu yang komplek dan getaran jiwa yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. Tidak stabilnya aspek emosi seseorang mengakibatkan seseorang terganggu tingkah lakunya seperti mudah bingung, sedih, acuh tak acuh, keras kepala cemas dan agresif. Perilaku-perilaku tersebut dapat diakibatkan oleh faktor lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Perasaan dan emosi adalah dua hal yang berbeda. Perasaan biasanya digunakan untuk menunjukan nada perasaan alam intensitas yang normal/wajar, tidak ekstrim , tidak /kurang disertai dengan perubahan-perubahan fisiologis, dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Menurut Maramis (1980) perasaan adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama. serta kurang disertai oleh komponen-komponen fisiologis. Sedangkan emosi, manifestasi afeknya keluar disertai oleh banyak komponen fisiologis dan berlangsungnya relatif tidak lama misalanya ketakutan kecemasan depresi dan kegembiraan. Anak–anak yang mengalami gangguan dalam segi emosinya yaitu kelompok anak yang terganggu perkembangan emosinya. Anak tersebut menunjukkan adanya tegangan batin, menunjukkan kecemasan, penderita neorosis atau tingkah laku psikofisis.
Kapan emosi mampu berperan sebagai pendorong atau penghambat aktivitas manusia, sangat tergantung pada batas penerimaan masing-masing individu. Jadi dalam batas-batas tertentu, emosi sangat bermanfaat bagi aktifitas manusia, sedangkan batas- batas tertentu tersebut sifatnya subyektif/individual. Bilamana emosi tersebut sudah begitu keras melampaui batas penerimaan atau nilai kritik individu maka dinyatakan emosinya terganggu. Mungkin sebagai pendorong ataupun penghambat. Tetapi sudah di luar kewajaran karena sifatnya berlebihan.
Bagaimana sebenarnya kondisi emosi yang wajar atau normal, dijelaskan oleh Hasan Basri Saanin (1976), kriterianya adalah :
1. Dapat diperkirakan dan sesuai, emosinya biasa, dapat diharapkan dan sejajar dengan rangsang yang menimbulkannya (situasu rangsang).
2. Dilihat dari lamanya, emosi tidak diteruskan dalam jangka waktu yang lama dan tidak pada tempatnya atau berakhir dengan tiba-tiba tetapi sesuai dengan keadaan yang menimbulkannya.
3. Dilihat lamanya emosi yang ditampilkan tidak terlalu lemah dan tidak pula terlalu kuat dalam berhubungan dengan situasi.
2. Jenis-Jenis Gangguan Emosi
Berdasarkan uraian di atas berikut ini akan diuraikan beberapa bentuk gangguan emosi yaitu :
1. Gangguan emosi yang menyenangkan
a. Euforia yaitu emosi yang menyenangkan dalam tingkatan yang sedang. Gejala optimis, percaya diri, riang gembira, merasa senang, dan bahagia yang berlebihan.
b. Elasi, yaitu emosi menyenangkan yang setingkat lebih tinggi dari Euforia
c. Exaltasi, yaitu alasi yang berlebih-lebihan disertai dengan sikap kebesaran.
d. Ectacy, yaitu emosi yang senang dan disertai dengan rasa hati yang aneh, penuh kegairahan, perasaan aman, damai dan tenang
2. Gangguan Emosi yang lain
a. Ambedonia, yaitu ketidak mampuan merasakan kesenangan dengan aktifitas yang biasanya menyenangkan.
b. Kesepian, yaitu merasa diri ditinggalkan
c. Kedangkalan, yaitu kemiskinan afek dan emosi secara umum
d. Afek dan emosi yang tidak sesuai atau wajar (Innappropiate affect)
e. Afect dan emosi labil yaitu berubah-ubah secara cepat tanpa pengawasan yang baik
f. Variasi afek dan emosi sepanjang hari
g. Afect yang terlalu kaku(Rigid), yaitu afect mempertahankan terus menerus keadaan rasa hati, sekalipun ada rangsang yang biasanya menimbulkan jawaban emosi yang berlainan.
h. Ambivalen, yaitu ketidak tetapan perasaan atau emosi pada seseorang atau benda atau sesuatu hal
i. Apati, yaitu berkurangnya afek dan emosi terhadap sesuatu atau semua hal disertai dengan perasaan terpencil atau tidak peduli
j. Amarah, yaitu kemurkaan atau kemusuhan yang dinyatakan dalam bentuk agresi
k. Depresi yaitu perasaan sedih tertekan
l. Kecemasan yaitu jawaban emosi yang sifatnya antisipatif
Pemulihan Gangguan Emosi
Pemulihan merupakan aspek rawatan yang penting di dalam perubahan fisikal/mental. Pemulihan adalah suatu proses untuk mengurangi ketahapan minimal gejala-gejala gangguan mental dan yang mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Ada dua unsur utama dalam kegiatan pemulihan ini, yaitu :
1. Memberikan kesempatan kepada penderita yang mengalami gangguan emosi dengan cara membantunya sebisa mungkin untuk menjalani kehidupan seperti sedia kala.
2. Perhatian dalam membina suasana sekitarnya yang terlindung atau yang dapat membantu klien agar dapat bersesuai dengan ketidak upayaan pasien. Proses pemulihan meliputi aspek-aspek pemulihan kerja (Occupational Rehabilitation), pemulihan domestik (Domestic Rehabilitation) dan latihan kemandirian sosial.
B. Gangguan Sosial
Lingkungan sosial memainkan peran yang sangat penting dalam mengembangkan potensi dan kepribadian anak. Diantara treatmen (perlakuan) yang diberikan pada anak dengan gangguan tingkah laku sosial adalah :
1. Memberikan dukungan sosial terhadap anak; Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak maka dukungan dari teman menjadi lebih penting daripada dukungan orang dewasa. Anak beranggapan bahwa perilaku nakal dan perilaku mengganggu merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya.
2. Memperlakukan anak dengan baik; Anak dapat membedakan ketika diperlakukan dengan baik atau tidak orang yang ada di sekitarnya baik oleh orang tuanya ataupun oleh teman-temannya.
3. Tidak menolak atau mengabaikan anak; Anak yang ditolak dan diabaikan baik oleh teman kelompok maupun oleh orang tua akan kurang mempunyai kesempatan untuk belajar sosial.
4. Memperlakukan anak lain akan menentukan reaksi anak lain terhadap diri anak itu sendiri. Anak dapat melihat apakah dia diperlakukan sama dengan orang yang ada di sekitarnya ataukah tidak karena anak akan merasa terkucil bila anak tidak diperlakukan sama dengan teman atau orang yang ada di sekitarnya. Dan bila anak diperlakukan berbeda dari pada teman-temannya maka akan menimbulkan reaksi dari anak yang ada disekitarnya.
5. Melibatkan anak dalam kegiatan sehari-hari baik secara individu maupun kelompok. Anak akan merasa akan dihargai ketika kita melibatkan anak dalam segala kegiatan baik secara individu maupun kelompok baik kegiatan informal maupun non formal. Ada sejumlah bahaya terhadap berkembangnya penyesesuaian sosial yang baik pada awal masa kanak-kanak, bahaya yang ditimbulkan dapat bermacam-macam dimulai dari perkembangan emosi sampai perkembangan sosial anak. Bahaya yang ditimbulkan dapat mengakibatkan penyimpangan pada sosialnya bila penyimpangannya tidak segera ditangani maka penyimpangan itu bisa menyebabkan anak menjadi tertekan,stres, depresi dan banyak lagi penyimpangan pada sosialnya sehingga anak tidak mau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
C. Gangguan kepribadian
Terdapat beberapa pengertian tentan kepribadian. Ada yang mengartikan kepribadian:
1. sebagai ekspresi keluar dari pengetahuan dan perasaan yang dialami secara subjektif oleh seseorang
2. menunjukan pada totalitas pikiran, perasaan,dan tingkah laku manusia yang ditampakan dalam penyesuaian dir dengan lingkungannya secara khas.
3. pola tingkah laku yang khas yang dimiliki individu dan sebagainya. Maramis(1990) menjelaskan bahwa kepribadian meliputi segala corak tingkah laku manusia yang terhimpun dalam dirinya dan yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan dirinya terhadap segala rangsang, baik yang datang dari lingkungan maupun dari dalam dirinya sendiri.sehingga corak perilakunya tersebut merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi manusia.
Selanjutnya Maramis juga membagi pengertian kepribadian menjadi tiga kelompok, yaitu kepribadian dalam arti :
1. populer, menunjukan pada kualitas seseorang yang menyebabkan ia disenangi atau tidak disenangi
2. Falsafah, kepribadian adlah sesuatu yang rasional dan individual( kesatuan yang dapat berdiri sendiri, mempunyai ciri khas). Kepribadian merupakan inti manusia yang mengatur dan mengawasi perilakunya, yang menjadi penyebab utama segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia itu.
3. Empiris, kepribadian adalah jumlah perilaku yang dapat diamati, mempunyai ciri-ciri biologik, psikologik, sosiologik, dan moral yang khas baginya, yang dapat membedakan dari kepribadian yang lain. Jumlah perilaku atau sifat tidak sama dengan kepribadian yang sebenarnya. Perilaku dan sifat hanya hanya manifestasi dari kepribadian . hanya dengan mempelajari perilaku dan sifatnya, kita dapat mengetahui kepribadian yang sebenarnya.
Salah satu ahli teori kepribadian yang pendapatnya tentang definisi kepribadian banyak diikuti oleh ahli-ahli lain adalah Gordon W Allport. Menurut Allport, kepribadian adlah organisasi dinamis dari sistem psikophisis dalam diri individu yang turut menentukan penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungannya. Artinya bahwa kepribadian itu merupakan suatu sisten yang terorganisasi dengan berbagai komponen, yang didalamnya ada proses, ada perubahan dan ada perkembangan. Komponen- komponen yang dimaksud adalah psiko(jiwa) dan Phisis( raga) atau mencakup seluruh
kegiatan mental dan badan yang menyatu dalam satu kesatuan. Organisasi itu turut menentukan tingkah laku yang berhubungan dengan lingkungannya maupun dirinya sendiri. Kepribadian adalah sesuatu yang terletak dibelakang perbuatan khas individu. Penyesuaian diri dengan lingkungan itu sifatnya unik, khas, bebeda antara orang yang satu dengan yang lainnya.
Dalam istilah awam, kepribadian sering disamakan dengan istilah watak atau karakter dan temperamen. Padahal masing-masing berbeda. Watak adalah aspek social dari kepribadian manusia, sedangkan temperamen aspek badaniah dari kepribadian. Masing-masing hanyalah salah satu aspek kepribadian, disamping aspek-aspek lainnya seperi vitalitas, hasrat, perasaan, kehendak, bakat, intelegensi dan yang lainnya. Pada umumnya seseorang dianggap terganggu kepribadiannya apabila satu atau lebih sifat kepribadiannya telah menjadi sedemikian rupa sehingga merugikan dirnya sendiri atau lingkungannya.
I. Jenis- jenis gangguan kepribadian
Penggolonngan atau klasifikasi gangguan kepribadian dengan sikap curiga yang menonjol. Orang lain selalu dilihat sebagai agresor, ingin merugikan, ingin menyakiti, ingin mencelakai, membahayakan, dan sebagainya sehingga ia bersikap sebagai pemberontak, menolak dan memeberikan keterangan yang tak masuk akal tentang kesalahan-kesalahannya. Ia sering bersikap apriori, memfonis sesuatu tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu tanpa dukungan data yang akurat , dan melemparkan tanggung jawab dan kesalahannya kepada orang lain. Penderita pada umumnya ditinggalkan teman-temannya dan mendapat banyak musuh.
Gangguan paranoid dibagi 2 :
a. kepribadian yang mudah tersinggung, bereaksi terhadap pengalaman sehari-hari secara berlebihan dengan rasa menyerah dan rendah diri, serta cenderung menyalahkan orang lain tentang pengalamannya itu.
b. Kepribadian yang lebih agresif, kasar, serta sangat peka terhapa apa yang dianggap haknya. Cepat tersingung bila haknya dilanggar dan sangat gigih dalam mempertahankan haknya tersebut.
Persamaan kedua kelompok tersebut adalah sifat curiga yang berlebihan, cepat merasakan bahwa sesuatu itu tertuju pada dirinya dan nadanya negatif, serta mudah sekali tersinggung.
b. Kepribadian Afektif/ siklotim
Ciri utama dari kepribadian sikliotim adalah keadaan perasaan dan emosinya yang berubah-ubah antara depresi dan eforia. Penderita mungkin berhasil menarik banyak teman karena sifatnya yang ramah, gembira, semangat, hangat, tetapi dikenal pula sebagai orang yang tak dapat diramalkan. Dalam keadaan depresi penderita dapat nienjadi sangat cemas, khawatir, pesimis, bahkan nihilistic.
c. Kepribadian Skizoid
Sifat-sifat kepribadian ini adalah pemalu, perasa, pendiam, suka menyendiri, menghindari kontak sosial dengan orang lain. Ciri utamanya adalah cara menyesuaikan diri dan mempertahankan diri ditempuh dengan menarik diri, mengasingkan diri, dan juga sering berperilaku aneh (eksentrik). Pemikirannya autistic (hidup dalam dunianya sendiri), melamun berlebihan, dan ketidakmampuan menyatakan rasa permusuhan.
d. Kepribadian Ekplosif
Ciri utama dari tipe ini adalah diperlihatkannya sifat tertentu yang lain dari perilakunya sehari-hari, yaitu ledakan-ledakan amarah dan agresivitas, sebagai reaksi terhadap stres yang dialaminya (walupun mungkin stresnya sangat kecil). Segera sesudah itu biasanya ia menyesali perbuatannya. Saat kejadian ia merasa t idak dapat menguasai dirinya, mungkin karena bersamaan dengan ledakan afeksinya tersebut terjadi pula disorganisasi pada persepsi, pikiran, ataupun penilaian.
e. Kepribadian Anankastik
Ciri utama dari tipe ini adalah perfeksionisme dan keteraturan, kaku, pemalu, disertai dengan pengawasan diri yang tinggi. Orangnya tidak konformis, serta sangat patuh (bahkan berlebihan) pada norma-norma, etika, dan moral. Orang dengan kepribadian ini sering terlambat dalam menikah karena tuntutannya terlalu tinggi serta takut/ragu- ragu dalam mengambil keputusan. Bila ia dilangkahi promosinya bisa menjadi sangat iri hati atau frustrasi yang amat sangat. Baginya segala sesuatu harus tertib, teratur, dan sempurna.
f. Kepribadian Histerik
Ciri utama kepribadian ini adalah sombong, egosentrik, tidak stabil emosinya, suka menarik perhatian dengan efek yang labil, sering berdusta dan menunjukan pseudologika fantastika (menceritakan sesuatu secara luas, terperinci, dan kelihatan masuk akal, padahal tanpa dasar fakta atau data). la dapat menyatakan perasaannya secara tepat dan sering disertai dengan gerakan badaniah dalam berkomunikasi. Dalam hal teks ia dapat kelihatan provokatif-agresif, meggairahkan, serta mnggoda, padahal
mungkin dia sebenarnya frigid.
g. Kepribadian Astentik
Ciri utamanya hidup tidak bergairah, lemas,lesu, letih, tak ada tenaga sepanjang kehidupannya. Orangnya tidak tahan terhadap stress hidup yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Vitalitas dan emosionalnya sangat rendah. Terdapat abulia (kurang kemauan) dan anhedonia (kurang mampu menikmati sesuatu).
k. Kepribadian anti sosial
Ciri utamanya ialah bahwa perilakunya selalu menimbulkan konflik dengan orang lain atau lingkungannya. Tidak loyal pada kelompok dan norma-norma sosial, tidak toleran terhadap kekecewaan atau frustrasi, selalu menyalahkan orang lain dengan asionalisasi. la egosentris, tidak bertanggung jawab, implusif, agresif, kebal terhadap rasa sakit, dan tidak mampu belajar dari pengalaman atau pun hukuman yang diberikan. Gejala-gejalnya biasanya sudah tampak sejak masa anak atau menjelang masa remaja, yang ditandai dengan perilaku-perilaku yang negatif dan sulit dipengaruhi untuk berbuat baik.
1. Kepribadian Pasif-Agresif
Tipe ini dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Kepribadian pasif-dependen
Orang dengan tipe kepribadian ini selalu berfikir, merasa, dan bertindak bahwa kebutuhannya akan ketergantungan itu dapat dipenuhi secara menakjubkan.
b. Kepribadian Pasif-agresif
Orang dengan tipe ini merasa bahwa kebutuhan akan ketergantungan tidak pernah dipenuhi. la menunjukan penanggulangan dan sikap keras agar diterima dan diberi dengan murah hati apa yang diharapkannya dengan sangat. Tipe kepribadian ini ditandai dengan sifat pasif dan agresif. Agresivitas dapat dinyatakan secara pasif dengan cara bermuka asam, malas, menyabot, keras kepala, dan sebagainya. Perilaku ini merupakan pencerminan dari rasa permusuhan yang dinyatakan secara tertutup, atau rasa tidak puas terhadap seseorang/sesuatu yang kepadanya ia sangat menggantungkan dirinya.
j. Kepribadian Inadequat
Ciri utama tipe ini adalah ketidakmampuannya secara terus menerus atau berulang- ulang untuk memenuhi harapan/tuntutan dari teman sebayanya atau kenalannya. Baik dalam respon emosional, intelektual, sosial, maupun fisik. Penderita sendiri tidak merasakan sebagai beban karena dianggapnya wajar dan harus diterima sebagaimana adanya. Orang dengan tipe ini biasanya juga mempunyai kehidupan yang terprogram, tidak mampu melaksanakan tugas, serta tidak mau dipaksa untuk melakukan sesuatu.
Gangguan Seks
Sex adalah sesuatu yang menimbulkan aktivitas dari alat kelamin. Unsurnya terdiri atas gairah-gairah yang menimbulkan rangsangan sexs yang dikenal dengan istilah libido dan unsur yang lainnya yaitu reaksi yang diakibatkan oleh libido tadi terhadap alat kelamin yang menimbulkan perubahan di sana, seperti ereksi pada pria dan reaksi pada wanita ( tidak jelas tampak dibanding pria).
Sex diciptakan oleh Alloh SWT agar manusia dapat memenuhi perintah-Nya, karena manusia diputuskan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini, oleh karena itu untuk manusia harus bereproduksi untuk mempertahankan keturunannya. Namun dewasa ini sex bagaikan sebuah hal yang benar-benar yang amat dipuja oleh umat manusia sehingga banyak orang yang menghalalkan berbagai cara agar nafsu sexnya tersalurkan. Dengan demikian banyak prilaku-prilaku sex yang tidak sesuai dengan ajaran agama namun tetap dilakukan oleh orang-orang tertentu dan hal ini dapat dikatakan sebagai suatu kelainan. Di kota-kota modern banyak remaja atau anak-anak di bawah umur yang sudah mulai menunjukan kelainan pola prilaku sex, hal ini harus kita waspadai jangan sampai terus merajalela.
Di dalam suasana kebebasan informasi seperti yang kita alami sekarang ini, di antara kita dapat dipastikan sudah pernah atau bahkan sering mendengar istilah pergaulan bebas, seks bebas, seks pra nikah, hamil di luar nikah, aborsi, dan lain-lain. Informasi semacam itu, misalnya, bisa kita dapatkan di media massa dan lainnya. Istilah-istilah tersebut juga rasanya akrab di telinga kita karena yang demikian tidak jarang juga terjadi di lingkungan kita. Kita yang masih remaja ini memang menjadi perhatian banyak pihak. Tapi, jeleknya kadang kita hanya dijadikan obyek saja. Dan kita sendiri pun kadang kurang waspada terhadap informasi yang kita terima. Apakah itu informasi yang positif bagi kita atau justru informasi yang bakal menjerumuskan kita.
Dalam kondisi seperti itu, sudah barang tentu kita tidak bisa hanya menyalahkan lingkungan sosial kita, yang lebih dibutuhkan tidak lain adalah sikap waspada dari kita sendiri untuk t dak terpengaruh dengan informasi yang negatif tersebut. Banyak faktor
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya aktivitas seks pra nikah. Ada yang bisa kita kategorikan sebagai faktor internal, yaitu karena hal-hal yang datang dari dalam, tetapi juga ada faktor eksternal, yaitu dari luar diri yang bersangkutan. Faktor luar, misalnya, karena pengaruh berbagai informasi yang salah dan bahkan dapat menyesatkan berkenaan dengan kesehatan reproduksi dan seksual. Biasanya informasi itu diperoleh dari teman yang tidak memiliki pemahaman yang benar tentang kesehatan reproduksi dan seksual. Juga bisa diperoleh dari berbagai media seperti VCD ataupun buku-buku yang dikategorikan porno, termasuk berbagai tayangan acara di TV yang semakin vulgar saja belakangan ini. Contoh lain dari faktor luar adalah adanya kesempatan yang dapat mendorong untuk melakukan hubungan seksual.
Faktor internal
Lalu, bagaimana dengan faktor internal? Seperti yang sering diungkapkan dalam Curhat ini, kita sebagai remaja sedang mengalami masa yang disebut dengan "pubertas". Pada gilirannya, kita juga mengalami berbagai perubahan secara fisik, psikologis, dan sosial. Perubahan itu terjadi karena mulai aktifnya hormon seks dalam tubuh kita. Bagi yang laki-laki, hormon seksnya disebut testosteron, diproduksi secara terus-menerus oleh testis. Sedangkan hormon seks wanita adalah estrogen dan progesteron, diproduksi dalam ovarium secara bersiklus. Hormon seks inilah yang menimbulkan ciri seksual sekunder dan mengakibatkan timbulnya dorongan seksual dalam diri kita. Hormon seks tersebut dapat sangat besar pengaruhnya dalam menimbulkan dorongan seksual karena hormon seksual itu baru saja aktif berfungsi secara opt imal. Namun, pada sisi lain kadar hormon ini sering kali belum stabil. Karena itu, dorongan seksual ini sebenarnya tumbuh secara alami. Dari peristiwa inilah lalu mulai timbul perilaku seksual, yaitu tindakan atau perbuatan yang dilakukan yang didasari dengan dorongan seksual, antara lain untuk memuaskan hasrat seksual. Salah satu perilaku seksual tersebut yaitu berhubungan seks sebelum menikah. Akan tetapi, apa pun alasannya, sebisa mungkin kita hindari hubungan seks sebelum menikah. Ada banyak faktor yang menyebabkan kita tidak boleh melakukan hubungan seks sebelum menikah. Misalnya karena alasan agama, norma, budaya, bahkan alasan psikologis. Efek melakukan hubungan seks sebelum menikah itu berupa tekanan maupun gangguan yang bisa tidak saja kita alami, tetapi juga dialami oleh pasangan kita.
Akibat
Ada beberapa akibat yang akan dirasakan bagi yang melakukan hubungan seks sebelum menikah. Misalnya, rasa bersalah maupun takut karena mendapatkan tekanan dari masyarakat ataupun hujatan dari keluarga, merasa melanggar norma agama, kehilangan keperawanan (bagi wanita), sanksi hukum jika melibatkan orang-orang yang di bawah umur, khawatir si laki-laki tidak mau menikahi atau bertanggung jawab. Dengan berbagai perasaan salah dan takut seperti itu, bukan tidak mungkin nantinya bisa menjadikan diri kita tidak sehat sosial maupun psikologis. Apalagi jika yang bersangkutan kemudian hamil sebelum menikah, terpaksa menikah, atau malah melakukan pengguguran kandungannya. Semuanya itu tentu memiliki risiko. Pengaruh negatif dari hubungan seks sebelum menikah itu tidak saja berhenti sampai sebelum menikah. Ketika akhirnya menikah pun, bukan tidak mungkin pengaruh tersebut akan terbawa-bawa. Sebut saja karena pengaruh trauma yang dialami wanita, kepuasan dalam hubungan seksual dengan suaminya jadi berkurang. Begitu pun dengan kemungkinan terjadinya perselingkuhan hubungan seksual di luar nikah dan sebagainya. Seorang ahli pernah mengungkapkan bahwa hubungan seks sebelum menikah selalu membawa gangguan psikologis dan penyesalan yang berkepanjangan. Memang rasa menyesal, kecewa, maupun akibat psikologis lainnya yang berkenaan dengan hubungan seks sebelum menikah ini kadang juga bisa sangat tergantung dari pandangan individu, bahkan juga kelompok sosialnya tentang hal tersebut. Misalnya, jika perilaku hubungan seks sebelum menikah itu mengakibatkan konflik terbuka dengan masyarakatnya, maka pengaruhnya dapat menjadi sangat serius. Seperti akan muncul gangguan psikologis seperti rasa malu, hina, putus asa, bahkan kadang sampai terjadi percobaan bunuh diri.
Tekanan dan gangguan seperti yang telah disebutkan di atas pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan fungsi seksual seperti impotensi, vaginismus, disparenia, frigiditas, anorgasmus, dan ejakulasi dini, yang bisa berlanjut sampai masa pernikahan. Berikut beberapa gangguan seksual yang dapat dialami oleh laki-laki dan perempuan
Gangguan pada laki-laki
Impotensi: Jika itu yang terjadi sebagai akibat dari faktor psikologis, maka gangguan itu muncul misalnya karena perasaan khawatir yang berlebih-lebihan, takut kalau pacarnya hamil, dan lain-lain. Jika laki-laki mendapatkan ejakulasi sebelum terjadi atau beberapa detik setelah penetrasi, hal ini dapat terjadi karena rasa cemas akibat takut dosa atau ketahuan orang lain, dan lain-lain.
Gangguan pada perempuan
Frigiditas: Kelainan yang mengakibatkan perempuan tidak atau kurang mempunyai gairah seksual. Ini bisa terjadi karena hubungan psikologis seperti wanita tidak senang dengan pasangan seksualnya, perasaan malu, takut atau perasaan bersalah, di samping bisa juga karena faktor organik.
Anorgasmus: Tidak tercapainya orgasme/kepuasan ketika berhubungarn seks ini bisa terjadi misalnya cewek mengalami frigiditas, atau juga karena gangguan dan tekanan psikologis akibat hubungan seks sebelum menikah.
Vaginismus: Kejang dari 1/3 bagian bawah otot vagina. Ini bisa karena wanita memiliki pengalaman buruk pada hubungan seks sebelum nikah.
Disparenia: perasaan sakit yang timbul pada saat melakukan hubungan seksual. Jika dilihat dari pasangannya kelainan sex ini ada beberapa macam misalnya:
1. Homosexsual : sex yg di lakukan oleh sesama pria
2. Lesbi : hubungan sex wanita dengan wanita
3. Beastility : hubungan sex dengan hewan
4. Nekrofilia : hubungan sex dengan mayat
5. Paedofilia : hubungan sex dengan anak2
6. Fitisitisme : hubungan sex dengan benda
7. Frotage melakukan : hubungan sex hanya dengan meraba
8. Gerontosexualitas : melakukan hubungan sex dengan orangtua
9. Incest : melakukan hubungan sex dgn saudara sekandung
10. Wifeswapping : melakukan hubungan sex dengan bertukar pasangan
11. Misofilia memperoleh kepuasan sex apabila berhubungan dengan tinja
Ada beberapa hal yang dapat meminimalisir terjadinya kelainan sexs, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Jika kelainan itu internal (jumlah hormon) maka kurangi makanan yang bisa meningkatkan gairah sexs, seperti touge, kacang-kacangan dan lain-lain
2. Biasakan untuk berkonsultasi dengan Dokter ahli sexs
3. Jangan di biasakan nonton TV atau membaca bacaan yang tidak sesuai dengan
usia kita (hanya untuk orang dewasa).
4. Jangan pernah coba-coba untuk nonton film, membaca buku-buku, atau mengkoleksi barang-barang yang berbau porno.
5. Jangan banyak berfikir kotor (berkhayal tentang sexs).
6. Biasakan untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang lebih bermanfaat daripada sekedar melamun
7. Bagi wanita muslim yang tahu hukumnya untuk tidak melakukan sexs di luar nikah, maka biasakanlah untuk berpuasa, menjaga hati dan pandangan dari hal-hal yang diharamkan serta senantiasa mensucikan diri dengan bertaubat pada Allah SWT.
Sumber: Makalah ysng diedit dari Singgih Gunarsa.
Senin, 19 November 2012
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Oleh ; Mukhoiyaroh
PENDAHULUAN
Di beberapa kota besar, banyak djumpai sekolah dengan siswa yang beragam. Keragaman baik dari segi suku atau etnis, bahasa, status ekonomi, status social, bahkan agama. Karena latar belakang yang berbeda tersebut tentu masing-masing siswa mempunyai pola pikir, cara pandang serta pola perilaku (termasuk makanan, cara berpakaian, perayaan-perayaan dan) yang berbeda dalam menafsirkan satu peristiwa atau pengetahuan. Keberagaman ini dapat menjadi modal serta menjadi sarana dalam pendidikan dengan lebih melihat siswa sebagai manusia utuh dengan segala yang melekat pada dirinya. Sebagai modal, keragaman budaya, etnik, ras, bahasa, agama yang ada pada siswa menjadi materi yang dapat dipahami oleh siswa dengan lain budaya. Sebagai sarana, bahwa keragaman yang melekat pada siswa dapat menjadi pendekatan dan materi dalam pembelajaran . Tujuan utamanya adalah siswa dengan beragam budaya mendapatkan perlakuan yang sama dalam pendidikan dan saling menghargai budaya yang lain, sehingga siswa dapat bergaul dengan terbuka dengan latar belakang teman yang berbeda.
SEJARAH EVOLUSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Awal munculnya pendidikan dengan mengakomodasi perbedaan budaya adalah ketika gerakan studi-studi tentang etnik banyak berkembang di Amerika. Contoh dari gerakan tersebut adalah Association for the Study of Negro Life and History (ASNLH) sekarang menjadi Association for the Study Afro-American Life and History and the Associated Publishers. Dua organisasi ini diprakarsai oleh Sarjana Afrika Amerika yaitu; Woodson (1919/1968), Wesley (1935) dan Bond (1939) . Gerakan studi etnik Afrika-Amerika ini kemudian mendorong integrasi ethnic content ke dalam kurikulum sejak tahun 1960-an dan 1970-an. Integrasi ethnic content ini masuk dalam kurikulum untuk sekolah menengah dan college (Banks; 1997, 11).
Perkembangan selanjutnya adalah gerakan pendidikan intergroup ( intergroup education). Gerakan ini muncul sebagai gerakan yang nantinya menjadi gerakan pendidikan multicultural multicultural education) yang mengusung isu tentang agama, Negara, kelopmpok ras sebagai variable dalam isu reduksi prasangka (reduce prejudice) dan diskriminasi (Banks; 13).
Intergroup education ini menjadi gerakan penting sebagai respon adanya tekanan etnik dan ras dalam Negara. Ini sebagai akibat dari Perang Dunia ke II ketika banyak warga Afrika Amerika, Mexico-Amerika yang tinggal di pedesaan bermigrasi ke kota-kota di sebelah barat dan utara untuk mendapatkan pekerjaan terkait dengan perang. Di tempat baru inilah etnik baru ini mendapatkan tekanan. Karya ilmiah dan sumbangan teori tentang dari para sarjana tentang pendidikan antar-group ini banyak muncul, antara lain Louis Wirth (1928) ahli Sosiologi dari University of Chicago dan Gordon W. Allport (1954) seorang Social Psychologist dari Harvard University. Intergroup education dijabarkan ke dalam kurikulum dan metode-metode untuk sekolah- sekolah dan college.
Evolusi dari intergroup education inilah yang akhirnya menjadi multicultural education dengan para arsiteknya yaitu; Baker (1977), Banks (1973), Gay (1971) dan Grant (1973, 1978) dalam (Banks, 1997; 19).
ISU DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pendidikan multikultural merupakan gerakan yang muncul dari adanya perdebatan antara multikulturalisme secara konseptual berkembang seiring waktu dan penerapannya dalam pendidikan (Richard Race, 2011: 1) . Perdebatan yang terkait dengan ciri, tujuan dan ruang lingkup kajian yang sebagaimana ditulis oleh para ahli pendidikan multikultural (Banks, 2006; 3). Gay, sebagaimana dalam tulisan Banks (1997; 3) menyatakan bahwa ada gap yang dalam antara teori dan praktik dalam pendidikan multicultural. Menurutnya, gap tersebut karena perkembangan teori telah melampaui perkembangan dalam praktiknya. Adanya perbedaan atau gap tersebut karena perbedaan dalam pendekatan yang digunakan oleh para ahli yang kadang saling tumpang tindih. Perbedaan juga disebabkan karena pendefinisian tentang pendidikan multikultural itu sendiri. Namun kesepakatan yang paling diterima tentang pembahasan pendidikan multikultural adalah tentang tujuan dan sasaran (aims and goals) pendidikan multikultural (Banks; 3). Tujuan dan sasaran pendidikan multikultural inilah yang akan menjadi acuan dalam menentukan langkah praktis dalam pendidikan
KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Sebagai sebuah wacana baru, pengertian pendidikan multikultural sesungguhnya belum begitu jelas dan masih diperdebatkan oleh para pakar pendidikan. Namun bukan berart definisi pendidikan multikultural tidak ada atau tidak jelas. Pendidikan multikultural masih diartikan sangat ragam, dan belum ada kesepakatan, apakah pendidikan multikultural tersebut berkonotasi pendidikan tentang keragaman budaya, atau pendidikan untuk membentuk sikap agar menghargai keragaman budaya.
Pendidikan multikultural menjadi sangat penting dalam kondisi dunia yang serba cepat dalam perubahan dengan segala implikasinya, sebagaimana disoroti oleh Banks and Banks dalam Richard Race (8) : “We are living in a dangerous, confused, and troubled world that demands leaders, educators and (needs) classroom teachers who can bridge impermeable cultural, ethnic, and religious borders, envision new possibilities, invent novel paradigms, and engage in personal transformation and visionary action.”
Secara jelas, Banks & Banks ( 2010; 25) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai: “Multicultural education is an idea stating that all student, regardless of the group to which they belong, such as those related to gender, ethnicity, race, culture, language, social class, religion, or exceptionally, should experience educational equality In the schools.”
Pendidikan multikultural dengan demikian dapat didefinisikan sebagai konsep tentang pendidikan yang memperlakukan sama terhadap siswa dengan perbedaan latar belakang, baik ras, etnik, budaya, bahasa, kelas sosial, agama dan lainnya. Siswa di lihat dari perspektif sosial, sehingga mempegaruhi pola pikir dan perilakunya.
Selanjutnya Banks and Banks (2007; 3) menyatakan bahwa pendidikan multikultural setidaknya mengusung tiga hal penting yaitu : konsep, gerakan reformasi pendidikan dan proses. Selengkapnya dinyatakan:
Multicultural education is at least three things : an idea or concept, an educator reform movement, and a process. Multikultural education incorporates the idea that all students… should have an equal opportunity to learn in school. Another important idea in multicultural education is that some students, because of these characteristics, have a better chance to learn in schools as they are currently structured than do students who belong to other groups or who have different cultural characteristics.
Isu pemerataan dan kesamaan hak dalam memperoleh pendidikan bagi setiap siswa karena keberbedaan yang dimilikinya menjadi isu penting dalam pendidikan multicultural. Tentunya setiap anak tidak mampu menolak dari golongan mana dia dilahirkan, dengan bahasa apa dan latar belakang social budaya serta latar belakang yang lain, sehingga membedakan seseorang dengan yang lainnya.
Pluralitas dari sosial dan budaya siswa mempunyai banyak keuntungan, utamanya adalah dalam proses pembelajaran, hal tersebut dapat digunakan sebagai strategi untuk dapat mengenalkan kepada siswa tentang pluralitas kewarganegaraan. Siswa dengan keragaman budaya diajak untuk berpikir kritis bertukar pikiran tentang budaya lain, sehingga muncul penghormatan terhadap budaya yang berbeda dengan diri siswa tersebut. Keuntungan lain dari multikultural siswa ini dapat menjadi perluasan bagi pendidikan anti rasial, terorisme, juga anti diskriminasi.
Dengan perbedaan budaya, etnik dan latar belakang siswa yang lainnya, maka adalah menjadi tugas guru untuk mengelola ketrampilan mengajarnya untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam menghargai keberbedaan dalam kelas.
Ada tiga asumsi sebagai refleksi dari falsafah multikultural menurut Richard Race (2011; 12) , yaitu :
Pertama dan asumsi terpenting adalah bahwa perbedaan budaya adalah sesuatu yang positif, memperkaya pengalaman, membantu orang untuk belajar tentang budaya orang lainnya dan menjadi lebih baik serta lebih manusiawi. Maka, program pendidikan multikultural mempunyai tanggungjawab untuk merefleksikan perbedaan latar belakang siswa dalam kurikulum
Asumsi kedua, bahwa pendidikan multikultural adalah untuk semua siswa, bukan hanya untuk kelompok minoritas. Kelompok mayoritas dapat memperoleh keuntungan juga dari belajar dan memahami perbedaan budaya. Karena itu, pendidikan multikulturalharus disediakan di sekolah-sekolah dan bukan hanya pada sekolah dengan populasi minoritas yang tinggi.
Asumsi ketiga, adalah realisasi multikulturalyaitu, “mengajar adalah pertemuan lintas budaya”. Guru dan juga siswa-siswa mempunyai latar belakang budaya, nilai, adat, persepsi dan prasangka sendiri. Karakteristik budaya ini memainkan peran penting dalam pengajaran dan situasi belajar serta mempunyai pengaruh penting bagi pembelajaran dan berperilaku.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, hal inilah yang bukan perkara yang mudah, karena siswa dengan perbedaan yang unik dari social, etnis, budaya dapat dikelola oleh guru sebagai kelas dengan memberikan ruang yang luas bagi lintas budaya. Tentu perlu kerja keras guru untuk melakukannya.
Menurut Kincheloe dan Steinberg dalam Blake (2002; 151), Pendidikan multikultural mendasarkan pada prinsip multikulturalliberal (Liberal Multiculturalism). Multikultural liberal mengusung dua nilai dasar, yaitu kebebasan (liberty) dan keadilan (equality), sehingga multicultural liberal dibangun atas tekanan antara persamaan dan perbedaan.
Penekanan pada kesamaan dalam konteks pendidikan dapat membantu perkembangan toleransi ras pada masyarakat secara lebih luas, tetapi terlalu kuat penekanan pada kesamaan dapat menyebabkan tuduhan ketidakpekaan budaya dan penindasan. Sebaliknya, keragaman dapat disajikan sebagai sesuatu yang memperkaya budaya. Tetapi terlalu banyak penekanan pada perbedaan budaya, dapat melanggengkan stereotip dan mendorong pemisahan dan penolakan sosial. Dalam versi liberal, pendidikan multikultural, dengan demikian, ada tekanan yang sama pada dua prinsip utama. Dua prinsip itu adalah, di satu sisi, menghormati perbedaan (respect for difference), sisi yang lain, kebutuhan yang sama dari semua anak untuk pendidikan bagi kehidupan dalam masyarakat pluralis (education for life in a pluralist society) (Blake; 151)
Prinsip menghormati perbedaan dan kebutuhan anak untuk mendapatkan pendidikan bagi kehidupan masyarakat yang pluralis, jika diterapkan dalam kurikulum sekolah adalah:.
1. Kurikulum merefleksikan perbedaan budaya anak yang melibatkan sistem yang plural juga, yaitu baik dari staff, nilai, struktur maupun tenaga pengajar. Dengan demikian anak berada dalam lingkup social yang beragam dan berinteraksi secara alami dengan masyarakat dengan budaya yang berbeda.
2. Menyingkirkan presentasi dari setiap pandangan atau konsep baik, tetapi lebih mendorong anak dari semua kelompok untuk kritis terhadap asumsinya. Tujuannya adalah agar anak berkembang sebagai individual yang atonom, dengan melihat perbedaan budaya secara kritis.
3. Mendorong anak-anak untuk mengembangkan sikap toleransi terhadap keyakinan dan pandangannya yang tidak mereka bagi, serta penghormatan sensitif bagi orang dari latar belakang budaya yang berbeda.
4. Berusaha untuk mempersiapkan siswa untuk menjadi warga pada masyarakat yang pluralis dan demokratis. Menantang semua bentuk rasisme, prasangka, bias, dan etnosentrisme ( baik langsung atau tidak langsung, personal maupun institusional) dan yang lainnya yang meniadakan akses yang sama bagi siswa untuk mendapatkan haknya sebagai warga Negara.
5. Memerlukan studi literatur, seni, musik, sejarah dan agama dari kelompok budaya yang berbeda dan dating untuk melihat perbedaan budaya sebagai sumber kekayaan dan keluasan perspektif. Tujuan pendekatan dalam pendidikan adalah mendorong semua siswa agar mengembangkan semangat melihat dalam hubungan dengan budaya yang lain. Mempunyai sikap terbuka dan pemahaman yang simpatik terhadap keberbedaan cara pandang terhadap dunia serta kerelaan untuk masuk kepada semangat kewarganegaraan dan masyarakat yang berbeda (Blake, 2002; 152)
DIMENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistik.
Pendidikan multikultural mengandung arti bahwa proses pendidikan yang diimplementasikan pada kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan selalu mengutamakan unsur perbedaan sebagai hal yang biasa Sebagai implikasinya pendidikan multikultural membawa peserta didik untuk terbiasa dan tidak mempermasalahkan adanya perbedaan secara prinsip untuk bergaul dan berteman dengan siapa saja tanpa membedakan latar belakang budaya, suku bangsa, agama, ras, maupun adat istiadat yang ada.
James A. Banks (1997; 5-8) mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan siswa, yaitu :
1. Dimensi integrasi isi/materi (content integration). Integrasi isi ini memberi acuan guru untuk menggunakan contoh, data dan informasi dari berbagai budaya dan kelompok untuk menggambarkan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori dalam mata pelajarannya. Secara khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural.
2. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction). Bahwa proses konstruksi pengetahuan merupakan prosedur dimana ilmuwan social, behavioral dan ilmuwan alam mengkreasi pengetahuan dan bagaimana asumsi budaya, kerangka rujukan, cara pandang dan bias dalam disiplin ilmu mempengaruhi cara pengetahuan itu tersusun. Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami bagaimana pengetahuan itu terbentuk dan bagaimana itu dipengaruhi oleh ras, etnik dan kedudukan kelas social individu atau kelompok.
3. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice ruduction). Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
4. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equity pedagogy). Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari kelompok berbeda ras, etnik dan kelas sosial. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar.
5. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure). Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur.
DASAR ONTOLOGI PENDIDIKAN MULTUKULTURAL
Pendidikan mutikultural mendasarkan konsepnya pada pluralitas, kesetaraan dan demokrasi. Bahwa pendidikan mesti mengakomodasi berbagai keberbedaan yang ada pada setiap manusia. Manusia dengan perbedaan yang melekat pada dirinya berupa ras, etnik, bahasa, agama, status kelas social dan yang lainnya. Latar belakang yang melekat pada diri seseorang dapat berupa pola pikir atau ide, bentuk perilaku, cara berpakaian, cara berkesenian, berprestasi maupun dalam bentuk lain sebagai konsensus dari kelompoknya atau dari kesadaran otonominya dalam mewujudkan perilakunya.
Pendidikan multikulltural juga mendasarkan pada prinsip kesetaraan dan demokrasi. Pendidikan multicultural melihat manusia secara sama dan setara dalam memperoleh perlakuan dalam pendidikan. Kesetaraan yang dilandasi oleh perbedaan yang melatarbelakangi seseorang. Pendidikan dengan kesetaraan ini mengajak anak untuk melihat orang lain secara adil dalam memperoleh haknya.
DASAR EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran yang efektif juga adalah pembelajaran yang bersifat interaktif dimana siswa dapat menemukan pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Dalam konteks pendidikan multikultural, setiap siswa adalah individu milik kelompok, nasional, agama, budaya dan etnik. Maka, berbagai metode pembelajaran menyebabkan berbagai pandangan, yang pada gilirannya, mengembangkan pengetahuan.
Pertanyaan tentang apa yang dimaksud pengetahuan yang benar, apakah mesti yang diajarkan guru atau yang dipelajari oleh siswa pada buku teks? Pada sebagian siswa, mungkin belum mampu untuk mengkritk kebenaran dari guru atau buku teks. Siswa adalah individu yang kebanyakan tidak mempunyai kebenaran. Bahkan untuk menanyakan sesuai dengan persepsi siswa tentang kebenaran saja, siswa merasa takut, sehingga guru adalah suatu kebenaran mutlak. Kebenaran pengetahuan yang dipelajari siswa adalah kebenaran ilmiah yang telah diferifikasi dan dikonfirmasi serta diterima oleh sekelompok saintis pada bidang yang sama. Sebaliknya pengetahuan yang salah adalah kebenaran pengetahuan itu tidak diterima oleh kelompok masyarakat ilmiah dalam bidang yang sama.
Pendidikan multikultural melihat pengetahuan sebagai suatu yang terus berproses secara persisten dalam perbaikan dan pengembangan. Pengetahuan menghaslkan prosedur yang dimulai dari partisipasi dan perkembangan berlanjut dengan kritik dan perubahan yang dilakukan oleh individu. Sedangkan indvidu di sini adalah individu dengan latar belakang budaya, etnik, bahasa, agama dan kelompok sosial Jadi perbedaan menyebabkan berbagai pandangan dan berbagai pandangan menyebabkan pertumbuhan ilmu pengetahuan.
DASAR AKSIOLOGI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Inti dari gerakan pendidkan multikultural terletak pada bangunan teori sosial Sebagaimana John Dewey menyatakan bahwa pendidikan adalah proses sosial yang bermakna, maka visi dari masyarakat harus didefinisikan, yaitu nilai-nilai dan norma perlu secara eksplisit dnyatakan. Pendidkan multikultural mendefinisikan proses ini dengan dialektika nilai dan norma yang tidak netral.
Nilai suatu kelompok social tidak dapat diterapkan kepada kelompok social yang lain. Ada dua pendekatan dalam melihat nilai di tengah konflik menurut Bull, Fruehling dan Chattergy (1992) yaitu konsekuensialisme dan nonkonsekuenialisme. Konsekuensialisme menyatakan bahwa kebijakan atau tindakan alternatif harus sesuai dengan konsensus mereka. Sedangkan pendekatan nonkonsekuensialisme atau etika deontologis memandang bahwa tindakan atau kebijakan yang berbeda harus dinlai berdasarkan apakah mereka pada dasarnya benar- dari pada menurut konsekuensi.
PENDIDIKAN MULTIKUTURAL DI INDONESIA
Dalam konteks Indonesia, multikultural terasa dekat sekali dengan ciri Indonesia yang kaya dengan keragaman. Bahkan Indonesia merupakan Negara multikultural terbesar di dunia. Kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultur maupun geografis yang begitu luas. Ada sekitar 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda (Ainul Yakin, 2005:4).
Menurut Hamid Hasan (2000; 6), bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial, budaya, aspirasi politik dan kemampuan ekonomi. Keragaman tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar dan kemampuan siswa dalam berproses, belajar dan mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar. Keragaman itu menjadi suatu variabel bebas yang memiliki konntribusi sangat signifikan terhadap keberhasilan kurikulum, baik sebagai proses maupun sebagai hasil.
Dengan demikian pendidikan multikultural adalah pendidikan nilai yang ditanamkan kepada siswa, agar mempunyai persepsi dan sikap yang multikulturalistik, dengan memperlakukan orang lain secara setara, hidup berdampingan dalam berbagai kultur, bahasa, ras, etnik dan agama.
Pendidikan multikultural, mejadi suatu kebutuhan, terutama untuk pendidikan yang berada di kota, karena di kota banyak para urban datang ke kota dengan berbagai alasan, salah satunya adalah pekerjaan dan ketersediaan pendidikan dengan mutu yang baik.
Pendidikan multikultural menjadi semacam solusi bagi banyaknya konflik terjadi atas nama pembelaan terhadap suku, agama atau keyakinan, ras dan adat (SARA). Pelaksanaan pendidikan multikultural dapat dilaksanakan bukan sebagai satu mata pelajaran tersendiri, tetapi dapat sebagai pendekatan dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran tentang suatu ilmu bisa dilihat dari perspektif siswa secara individu, pandangan etnisitas, maupun pandangan khas dari pola piker siswa yang terbentuk karena berbeda latar belakang tersebut.
Secara kanonseptual pendidikan multikultural adalah suatu yang bisa diharapkan untuk menciptakan suasana kehidupan yang demokratis. Namun, dalam realitasnya masih butuh banyak dukungan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, masih banyaknya kebijakan pemerintah yang masih berorientasi pada mayoritas, rendahnya komitmen dari pelaksana kebijakan, dan kurangnya pemahaman tentang pendidikan kurikulum, karena kurangnya sosialisasi.
Kesenjangan ekonomi juga disinyalir menjadi penyebab konflik. Kondisi demikian perlu diatasi dengan meminimalisir kesenjangan ekonomi dalam kehidupan, Diantaranya dengan melakukan investasi pada pembangunan manusia di berbagai bidang kehidupan. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat. Kekerasan tidak dapat dihentikan selama politik yang dipakai oleh pemerintah masih menggunakan cara-cara kekerasan.
Tokoh yang medorong pendidikan multikultural sebagai suatu kebutuhan antara lain adalah Nur Kholis Madjid, Jalaluddin Rohmat, Gus Dur, Mukti Ali, Dawam Raharjo, Harun Hasution dan HAR. Tilaar. Gagasan mengenai pendidikan multikultural di Indonesia menjadi suatu kebutuhan dengan alasan : Pertama, merupakan realitas yang tak terbantahkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, Kedua, harus diakui juga bahwa sejak lengsernya Soeharto pada tahun 1998 bangsa Indonesia tengah mengalami transisi demokrasi menuju konsolidasi demografi.
Dengan pendidikan multikultural diharapkan dapat membantu anak/ siswa mengembangka perilaku, dan nilai-nilai yang lebih demokratis. Melihat keberbedaan siswa sebagai kekayaan dalam mengembagkan ilmu serta terwujud dalam perilaku yang memperlakukan orang lain sama istimewanya dengan dirinya, karena perbedaan tersebut.
KESIMPULAN
1. Pendidikan multikultural adalah konsep tentang pendidikan yang memperlakukan sama terhadap siswa dengan perbedaan latar belakang, baik ras, etnik, budaya, bahasa, kelas sosial, agama dan lainnya. Siswa di lihat dari perspektif sosial, sehingga mempegaruhi pola pikir dan perilakunya.
2. Dua prinsip pendidikan multikultural adalah, menghormati perbedaan (respect for difference), dan kebutuhan yang sama dari semua anak untuk pendidikan bagi kehidupan dalam masyarakat pluralis (education for life in a pluralis society)
3. Tujuan dari pendidikan pendidikan multikultural adalah siswa dapat mengembangkan perilaku dan nilai-nilai yang lebih demokratis dalam melihat perbedaan latar belakang siswa lain.
4. Lima dimensi pendidikan multikultural yang dapat diterapkan dalam pendidikan meurut tokoh pendidikan multikultural James A. Banks adalah:
a. Integrasi isi (content integration)
b. Proses konstruksi pengetahuan (the knowledge construction process)
c. Reduksi prasangka (prejudice reduction)
d. Kesetaraan dalam pembelajaran (an equity pedagogy)
e. Pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (an empowering school culture and social structure)
5. Implikasi pendidikan multikultural dalam kurikulum berupa materi yang teritegrasi dengan mata pelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi yang mengakomodasi semua latar belakang siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Ainul Yakin. 2005. Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media
Fancisco Hidalgo, Rudolfo Chavez-Chavez. Jean C. Ramage. 2000. Multicultual Education Lanscape for Reform in The Twenty-First Century.
Hanurawan, F. 2012. Pengantar Filsafat. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan: Universitas Negeri Malang.
James A. Banks, Cherry A. McGee Banks (Eds.). 2010. Multicultural Education Issues and Perspectives. Seventh Editio. John Wiley & Sons
James A. Banks. 1997. Multicultural Education: Historical Development, Dimension, and Practice, American Educational Research Association.
N, Blake, P.P. Smeyers, R. Smith, P. Standish (Eds.).2000. The Blackwell Guide to The Philosophy of Education. Maiden, MA: Blackwell Publisihing.
Richard Race, 2011. Multicultural and Education.Contemporary Issues in Education Studies. New York: Continuum International Publishing Group
GANGGUAN TINGKAH LAKU YANG BISA MENGHAMBAT BELAJAR
KONSEP DASAR GANGGUAN TINGKAH LAKU
1. Hakikat Perilaku Manusia
Perilaku manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara
prinsipil dapat dibedakan dengan manusia lainnya. Sedangkan perilaku itu sendiri dapat
diartikan sebagai suatu bentuk respon dengan stimulus yang timbul dan manusia
merupakan gabungan dari jiwa dan raga yang memiliki sifat-sifat tertentu dan unik. (Tirta
Raharja U. dkk …2000) pengantar pendidikan ; Jakarta : Rieneka Cipta. Bagian Hakekat
manusia dan pengembangan). Menurut Beerlins, 1951:43 manusia adalah makhluk yang
serba terhubung dengan masyarakat, lingkungan dirinya sendiri dan tuhan.
Pada dasarnya perilaku manusia dapat terbentuk akibat adanya stimulus yang
diberikan, stimulus yang datang akan direspon dalam bentuk perilaku yang ditunjukan,
perilaku itu sendiri dapat berbentuk positif atau negatif tergantung pada stimulus yang
datang.
II. Pengertian gangguan Tingkah Laku
Gangguan tingkah laku dapat didefinisikan dari berbagai disiplin ilmu sesuai
dengan keperluan profesionalnya, adapun pengertian dari gangguan tingkah laku dari
beberapa ahli yakni :
a. Kauffman : 1977
Anak yang mengalami gangguan tingkah laku merupakan anak yang secara nyata
dan menahun merespon lingkungan tanpa adanya kepuasan pribadi namun masih dapat
diajarkan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat dan dapat memuaskan
kpribadiannya.
b. Nelson ; 1981
Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang atau mengalami gangguan
jika :
1. menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal
menurut usia dan jenis kelaminnya.
2. penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi
3. penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama2
III. Problem-problem Khusus Penetapan Gangguan perilaku pada anak
a. Problema secara umum mengevaluasi dan mendiagnosis penyimpangan perilaku :
1. Sulit menentukan criteria dan penyimpangan itu sendiri
2. Sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi
3. Kualitas penyimpangan dan kreativitas penyimpangan
4. Bagaimana motivasi perilaku-perilaku yang dilakukan individu
b. Problem yang berhubungan dengan anak
1. Adanya keterbatasan pengalaman anak
2. Adanya perbedaan antara pria dan wanita
3. Kepribadian anak yang cenderung instability
4. Anak-anak sering mempunyai sifat negativisme
5. Shyness ( sering ditunjukan sifat malu pada anak-anak ) sehingga sering timbul
perilaku menyendiri.
6. Tingginya sifat anak yang hiperaktif
7. Berkaitan dengan kematangan
c. Problem yang berkaitan dengan instrumen
1. Terbatasnya alat-alat yang baku dalam menentukan penyimpangan perilaku
2. Kewenangan para ahli untuk menentukan perilaku tersebut
3. Tidak mudahnya membuat instrumen yang valid terhadap jenis penyimpangan
4. Pemahaman anak dengan alat instrument
5. Masalah komunikasi dengan anak
d. Faktor-faktor perbedaan treatmen pada anak anak dan orang dewasa.
1. Faktor motivasi
2. Pemahaman terhadap tujuan treatmen
3. Perkembangan belajar
4. Perkembangan kognitif
5. Ketergantungan dengan lingkungan
6. Perkembangan kepribadian3
IV. Teori Gangguan Tingkah Laku
Teori gangguan perilaku banyak dikemukakan oleh para ahli yang memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda tentang perilaku itu sendiri, diantaranya :
1. Teori Behavioral
Teori behavioral menganggap bahwa sebuah perilaku itu dibentuk dari faktor
eksternal dari suatu individu (lingkungan). Para kaum behavioris memasukan perilaki
kedalam suatu unit yang dinamakan tanggapan atau respon dan lingkungan ke dalam unit
rangsangan atau stimulus, menurut paham behavioral perilaku suatu rangsangan dan
tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya dan menghasilkan satu bentuk
hubungan fungsional. Kaum behavioral menganggap faktor ekstern dari seseorang akan
sangat mempengaruhi perilaku yang ditunjukan oleh pribadinya.
2. Teori Psikodinamik
Teori ini sangat kontradiktif dengan teori behavioral karena teori ini menganggap
sebuah perilaku yang ditunjukan oleh suatu individu disebabkan oleh faktor intern
(dirinya sendiri). Faktor psikologis seorang individu sangat berpengaruh pada
pembentukan karakteristik seseorang. Dalam teori psikodinamik ini sangat mengacu pada
3 aspek penting yaitu ego, id dan super ego. Ego adalah pusat atau inti kepribadian, id
adalah keinginan atau hasrat, super ego adalah pengatur atau penyeimbang. Ketiga aspek
ini tidak dapat terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Gangguan perilaku akan
timbul bila ketiga aspek ini tidak seimbang dalam bertindak.
3. Teori Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi individu dengan individu
lainnya, menurut pandangan kaum sosiologis gangguan perilaku terjadi karena ketidak
mampuan suatu individu dalam bersosialisasi dengan lingkungan sosial tetapi lebih
mengarah atau cenderung pada orang-orang di sekelilingnya. Sedangkan batasan
mengenai gangguan perilaku pada pandangan kaum sosiologis adalah bahwa perilaku
menyimpang adalah perilaku yang selalu meresahkan ketentraman dan kebahagiaan
orang lain.4
4. Teori Ekologi
Teori ini menganggap suatu perilaku akan sangat ditimbulkan dari lingkungan
yang mempengaruhinya, sepaham dengan teori behavioristik teori ini menekankan pada
pembentukan suatu perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan
batasan perilaku menyimpang menurut pandangan kaum ekologis adalah perilaku yang
tidak ada keseimbangan antara lingkungan dengan perilaku yang ditunjukkan.
Semua teori perilaku ini mengacu pada satu kesimpulan yang akhirnya
mengutarakan bahwa perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh factor lingkungan dan
factor dirinya sendiri. Teori behavioral, ekologis dan sosiologis membenarkan bahwa
suatu perilaku itu sangat terbentuk bila dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya sendiri
(lingkungan) sedangkan teori psikodinamik membenarkan bahwa suatu perilaku itu
sangat terbentuk bila dipengaruhi oleh factor dari dalam dirinya sendiri.
V. Klasifikasi Gangguan Pada Anak
Berdasarkan Diagnostik Statistik Manual III (DSM III), gangguan perilaku dapat
dibedakan menjadi :
1. Organik Mental Disorder : Gangguan perilaku yang disebabkan oleh disfungsi
otak secara permanent.
2. Anxiety Disorder : Kelainan perilaku dengan rasa takut atau cemas yang
berlebihan dan tidak beralasan.
3. Ajusment Disorder : Sukar mereaksi yang tidak wajar terhadap lingkungan
4. Attention Disorder : Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Acting Out : Tingkah laku diluar batas
Berdasarkan Quay karakteristik gangguan perilaku pada anak yakni :
1. Merusak milik orang lain
2. Tidak pernah diam
3. Mencari perhatian
4. Tidak memperhatikan
5. Mudah terganggu perhatian
6. Sering mengganggu
7. Sering mengejek orang lain5
VI. Penyebab Gangguan Perilaku Pada Anak
Dari berbagai kasus yang ada gangguan perilaku pada anak tidak lepas dari factor
penyebab, yaitu :
1. Kondisi atau keadaan fisik
Ada beberapa ahli yang meyakini bahwa disfungsi kelenjar endoktrin dapat
berpengaruh terhadap respon emosional seseorang.
Gunzburg (B. Simanjuntak, 1974) menyimpulkan bahwa disfungsi kelenjar
endoktrin ini merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan. Jika kelenjar
endoktrin ini secara terus menerus mengeluarkan hormon maka akan mempengaruhi
perkembangan fisik dan mental seseorang sehingga akan berpengaruh pula terhadap
perkembangan wataknya.
2. Masalah Perkembangan
Menurut Erikson (Singgih. D. Gunarsa,1985:107) bahwa setiap memasuki fase
perkembangan baru individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau krisis emosi. Anak
biasanya dapat mengatasi krisis emosi ini jika pada dirinya tumbuh kemampuan baru
yang berasal dari adanya proses kematangan yang menyertai perkembangan. Apabila ego
dapat mengatasi krisis ini maka perkembangan ego yang matang akan terjadi, sehingga
individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial atau masyarakatnya.
Sebaliknya apabila individu tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut, maka akan
menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku.
3. Lingkungan Keluarga
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga memiliki
pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian pada anak. Keluargalah
peletak dasar perasaan aman pada anak, dalam keluarga pula memperoleh pengalaman
pertama mengenai perasaan aman, dasar perkembangan sosial, dasar perkembangan
emosi dan perilaku yang baik. Kesalahan dalam keluarga dapat menimbulkan gangguan
emosi dan perkembangan perilaku pada seorang anak.
4. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua setelah keluarga. Timbulnya
gangguan perilaku yang disebabkan lingkungan sekolah antara lain berasal dari guru
sebagai tenaga pelaksana pendidikan dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan anak didik.6
Perilaku guru yang otoriter mengakibatkan anak merasa tertekan dan takut menghadapi
pelajaran sehingga anak akan lebih memilih membolos dan keluyuran pada saat dimana
seharusnya ia berada dalam kelas.
5. Lingkungan Masyarakat
Menurut Bandura (Kirkn & Gallagher, 1986) salah satu yang mempengaruhi pola
perilaku anak dalam lingkungan sosial adalah keteladan yaitu menirukan perilaku orang
lain.
Masuknya budaya asing yang kurang sesuai dengan tradisi yang dianut
masyarakat pada umumnya pun akan menyebabkan pola perilaku anak yang
menyimpang.
BAB II
DAMPAK GANGGUAN TERHADAP ASPEK PERKEMBANGAN
1. Perkembangan Kognitif
Anak yang mengalami gangguan tingkah laku memiliki tingkat kecerdasan yang
sama dengan anak pada umumnya. Presatasi yang rendah di sekolah disebabkan mereka
kehilangan minat dan konsentrasi belajar karena masalah gangguan tingkah laku yang
mereka alami.
Menurut Ny Singgih Gunarsa (1982), kecemasan dirinya berbeda dengan
kelompoknya yang menimbulkan kesulitan pada anak untuk menyelesaikan masalah
dengan cara yang tidak sesuai.
Ketidak mampuan anak untuk bersaing dengan teman-temannya dalam belajar
dapat menjadikan anak prustasi dan kehilangan kepercayaan dirinya sehingga anak
mencari konpensasi yang sifatnya negatif misalnya bolos, lari dari rumah dan mengacau
di kelas. Akibat lain dari kelemahan intelegensi ini menimbulkan gangguan tingkah laku.
Disamping anak yang berintelegensi rendah tidak berarti bahwa anak yang
memiliki intelegensi tinggi tidak bermasalah. Anak yang berintelegensi tinggi sering kali
mempunyai masalah dalam penyesuaian diri dengan temam-temannya. Ketidak sejajaran
antara perkembangan intelegensi dengan kemampuan sosial mengakibatkan anak
mengalami kesulitan penyesuaian diri dengan kelompok yang lebih tua.7
Anak yang pintar dengan hambatan ego emosional seringkali mempunyai
anggapan yang negarif terhadap sekolah yang menganggap seolah terlalu mudah dan
guru menerangkan terlalu lamban.
Dari uraian di atas kiranya jelas bahwa pada dasarnya perkembangan intelegensi
anak tunalaras tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Ada yang memiliki intelegensi
rendah, rata-rata, dan adapula yang berintelegensi tinggi.
2. Dampak Terhadap Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik merupakan perkembangan yang pasti dimiliki oleh anak
dari anak sejak lahir sampai masa-masa perkembangan yang lainnya. Terjadinya
gangguan dalam perkembangan emosi akan dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan, karena salah satu yang akan mengontrol tingkah laku anak adalah emosi
atau jika kaum behavioristik memberi pandangan yaitu ego, super ego dan id.
Dampak gangguan emosi terhadap perkembangan motorik antara lain adalah :
a. Menjadikan gerak motorik tidak dapat dikontrol secara tidak sadar
b. Terjadinya suatu gerakan-gerakan yang mendadak dan tidak disadari oleh
dirinya
Perkembangan motorik seseorang anak akan berpengaruh terhadap ADL yaitu
Activities Daily Living. Karena aktivitas kehidupan sehari-harinya akan sangat
dipengaruhi oleh gerak motorik halus ataupun gerak motorik kasar. Bagaimana gangguan
perilaku akan sangat berpengaruh terhadap suatu perkembangan motorik akan dijelaskan
pada ilustrasi berikut ini :
Andi adalah anak yang normal pada saat dia kecil. Ketika menjelang umur 3-4
tahun ia sering merasa gelisah dan selalu mengganggu teman-temannya, hal itu sering
Andi lakukan sampai berusia 10 tahun. Ketika itu Andi sering memukul orang dengan
tiba-tiba padahal ia hanya tersinggung sedikit, Andi sering melakukan itu sampai dia
dewasa.
3. Dampak Terhadap Perkembangan Emosi
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari kelainan tingkah
laku anak tunalaras. Ciri yang menonjol pada mereka adalah kehidupan emosi yang tidak
stabil, ketidak mampuan mengekspresikan emosi secara tepat, dan pengendalian diri yang8
kurang sehingga mereka sering kali menjadi sangat emosional. Gangguan emosipun
dapat juga disebabkan oleh ketidak berhasilan dalam melewati fase-fase perkembangan.
Freud mengemukakan bahwa kehidupan emosi pada tahun-tahun pertama
kehidupan anak harus berlangsung dengan baik agar tidak akan menjadi masalah setelah
dia dewasa, anak yang tidak mengalami dan memperoleh kasih sayang dan kepuasan
pemenuhan kebutuhan akan mengalami kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan
terhadap orang lain sehingga di kemudian hari akan mengalami masalah dalam hubungan
sosial dengan orang lain.
Anak tunalaras tidak mampu belajar dengan baik dalam merasakan dan
menghayati berbagai macam emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan emosinya
kurang bervariasi dan iapun kurang dapat mengerti dan menghayati bagaimana perasaan
orang lain, mereka juga kurang mampu mengendalikan emosinya dengan baik sehingga
seringkali terjadi peledakan emosi. Ketidak stabilan emosi ini menimbulkan
penyimpangan tingkah laku, misalnya: mudah marah dan mudah tersinggung sehingga
akan mengakibatkan prestasi belajar yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
4. Dampak Terhadap Perkembangan Sosial
Gangguan perilaku yang terjadi pada anak-anak sering menimbulkan dampak
perkembangan sosial mereka. Pada anak-anak yang normal perkembangan usia dan
emosi mereka akan seiring sejalan (koheren) dengan perkembangn sosial mereka yang
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Ketidak matangan sosial dan atau emosional
mereka selalu berdampak pada keseluruhan kepribadiannya, sehingga hal itu berpengaruh
pula terhadap kehidupan sosial yang dijalaninya.
Beberapa bentuk dampak perilaku yang ditunjukan terhadap perkembangan sosial
dari anak yang mengalami gangguan perilaku atau emosi yaitu :
a. cenderung menutup diri
b. bersifat apatis terhadap sekelilingnya
c. terasingkan diri dari lingkungannya
d. sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
e. kurang rasa percaya diri
f. kurang motivasi9
ketidak mampuan anak yang mengalami gangguan perilaku dalam melakukan
interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya disebabkan karena pengalaman –
pengalaman yang tidak menyenangkan, menganggap dirinya tidak berguna bagi orang
lain , merasa tidak berperasaan dan mudah curiga terhadap orang lain.
5. Dampak Terhadap Perkembangan Kepribadian
Kepribadian merupakan suatu struktur yang unik tidak ada dua individu yang
memiliki kepribadian yang sama. Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai suatu
organisasi yang dinamis pada system psikofisik individu yang turut menentukan caranya
yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kepribadian akan mewarnai peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai
kelompok dan akan mempengaruhi kesadaran sebagai bagian dari kepribadian akan
dirinya.
Gangguan perilaku yang dialami seseorang akan mempengaruhi bentuk
kepribadiannya, individu tersebut akan merasa tersiksa bahkan menimbulkan frustasi jika
pemenuhan kebutuhan dasarnya yang mempengaruhi kepribadian tidak terpenuhi secara
wajar.
BAB II ISI
KONSEP DASAR TENTANG GANGGUAN PRILAKU
A. Hakikat Perilaku Manusia
Pada dasarnya setiap orang memiliki hakikat perilaku yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman sosial secara nyata dan pada akhirnya akan mempengaruhi
persepsi dan tindakan individu terhadap sesamanya. Beberapa hakikat dasar tentang
perilaku manusia yaitu :
1. Kebebasan / ketidakbebasan
Merupakan dua anggapan dasar yang berlawanan tentang hakikat perilaku
manusia yang sudah berlangsung sejak lama. Anggapan dasar menyatakan bahwa arah
kehidupannya adalah sebuah anggapan dasar pada pandangan manusia, dan kalau
anggapan ketidakbebasan didasari bahwa manusia adalah organisme yang ditentukan
oleh sejumlah tertentu.10
2. Subjektif dan objektif
Bahwa hakikat perilaku manusia merupakan factor penentu terbesar, kalau
subjektif terdapat dari pengalaman-pengalaman personal sedangkan kalau pandangan
objektif hakikat perilaku manusia merupakan individu yang hidup di dalam pengalaman-
pengalaman yang eksternal.
3. Rasional dan irasional
Bahwa hakikat perilaku manusia sebagian besar didorong oleh kekuatan-kekuatan
yang mendasar.
B. Pengertian Gangguan Perilaku
1. Menurut Bruno adalah respon atau perbuatan yang dilakukan seseorang, suatu
perubahan perilaku merupakan suatu kepribadian karena setiap respon atau
tindakan seseorang yang menunjukan perubahan sebagi cerminan fenomena
psikologis baik diamati maupun diukur
2. Menurut Evan Et Al adalah bentuk yang sederhana merupakan perbuatan yang
diamati dengan suatu titik awal dan akhir yang dapat diukur
3. Menurut APA ( America Psikiatrie Acociation) adalah gangguan yang berupa
pola atau gejala psikologis atau tingkah laku yang secara klinis sangat
disignifikan gejala/ pola ciri yang terjadi pada
C. Problematik Gangguan Perilaku Pada Anak
Masalah yang berhubungan dengan gangguan perilaku pada anak bukan hanya
dipikirkan oleh oorang-orang sekarang ini, tetapi pada masa-masa orang terdahulu.
Aristoteles sebagai orang filosofis yang terkenal dalam bukunya yang berjudul Rhetenic
Anhisteric Animalium menguraikan tentang hubungan antara perubahan-perubahan
dialam pertumbuhan jasmani disamping mempengaruhi aspek psikologis dan
penyesuaian dinamik terhadap lingkungan. Hiporekates juga telah menguraikan orang-
orang yang abnormal jiwanya adalah keturunan dari orang menunjukan tingkah laku yang
menyimpang.
Mendel seorang ahli keturunan di dalam penyelidikannya menarik suatu
kesimpulan bahwa gangguan prilaku abnormal dan gangguan kejiwaan terjadi dalam
suatu keturunan yang sedarah.11
J. J. Rausseau dalam bukunya yang berjudul Emile membicarakan perkembangan
anak mulai bayi sampai dewasa dan periode 12-13 tahun disebut “The Age Of Kreason
Reson”.
Freud seorang ahli ilmu jiwa menguraikan bahwa anak laki-laki dalam periode
fhalis sudah meningkat kedewasaannya dan mengidentifikasikan dirinya dengan ayahnya,
karena cinta pada ibunya maka terjadilah apa yang disebut Oudipus-complex, dimana
anaknya memusuhi ayahnya apabila keinginan tersebut tidak dapat disalurkan secara
sempurna, baik melalui susunan neuro vegetatif maupun difens psiologis, maka
terbentuklah stuktur kepribadian dan muncul dalam kelakukan psikopatik yaitu timbulnya
sikap tingkah laku yang pemikirannya itu karena anak tidak dapat mengembangkan supra
egonya.
Prof. R Casimis dalam bukunya yang berjudul “ Sepanjang Garis Kehidupan”
menyatakan bahwa gangguan tingkah laku atau prilaku ini jelas terlihat dala kehidupan
kelompok anak-anak.
D. Klasifikasi Gangguan Prilaku
Dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Prilaku respon menunjukan pada prilaku replek dan respon secara otomatis
2. Prilaku operan menunjukan prilaku yang mendasar pada anak-anak
Menurut Stonger klasifikasi dibagi menjadi dua yaitu yang sangat diduga maupun
yang tidak diduga dan berdasarkan acuan norma dibagi menjadi dua yaitu :
1. prilaku normal menunjukan pada prilaku manusia yang selaras dengan norma
masyarakat
2. prilaku menyimpang menunjukan bahwa prilaku manusia itu tidak berada di luar
norma sosial atau prilaku yang tidak selaras denga norma yang ada
E. Teori-teori Gangguan Prilaku
1. Teori Behavioristik
a. Menurut Bruno adalah suatu doktrin yang menyatakan prilaku dapat dijelaskan,
diramalkan, dan terlepas konsep tentang kesadaran.12
b. Menurut Soemanto menyatakan bahwa prilaku manusia itu dapat dikendalikan oleh
ganjaran atau penguatan dan juga kekuatan.
2. Teori Humanistik
a. Menurut Bruno adalah suatu pandangan yang menyatakan bahwa individu sendiri yang
membentuk kualitas eksistensinya individu melakukan sesuatu membuat pilihan secara
sadar.
b. Menurut Soemanto menyatakan bahwa setiap individu dipengaruhi oleh maksud-
maksud pribadi dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman prilaku sendiri dan ia
bebas menentukan kualitas hidupnya.
3. Teori Nativisme
Gangguan prilaku ditentukan oleh faktor keturunan yang dibawa oleh individu
sejak lahir, sedangkan faktor di luar keturunan sedikit atau sama sekali tidak ada
pengaruhnya terhadap prilaku individu.
4. Teori Emperisme
bahwa gangguan prilaku seorang individu ditentukan oleh factor empirisnya atau
pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama prilaku individu itu.
5. Teori Konvergen
Konvergensi artinya kerjasama perkembangan adalah suatu proses kerjasama
factor dari dalam dan dari luar.
Sebab-sebab gangguan prilaku anak :
a. Faktor keturunan
orang yang pertama kali mengadakan penyelidikan mengenai mekanisme
keturunan secara ilmiah yaitu Mendel. Dari bekas-bekas Mendel yang bersangkut paut
dengan ilmu keturunan para ahli biologi menerangkan bahwa penyimpangan-
penyimpangan tingkah laku banyak terjadi dari suatu sedarah
b. Faktor fisik dan Psikologi/Typologi/Temperamen
Dari penyelidikan melalui E.E.G (elector enchyphalo Gram) banyak diketemukan
dari anak yang melakukan menyimpang sedang bagi orang dewasa kelainan tersebut
terdapat pada mereka yang telah melakukan perbuatan kriminal.13
c. Faktor Psikologis
Seorang yang mengalami suatu kesukaran dalam memecahkan suatu
permasalahan akan menimbulkan konplik pribadi bagi orang normal konplik tersebut
dapat diatasi sedang bagi mereka yang mengalami gangguan prilaku tidak dapat
menyelesaikannya.
d. Faktor Psikososial
Tingkah laku yang menyimpang dapat pula disebabkan dari pengalaman-
pengalaman pada masa kanak-kanak dan aspek ekonomi keluarga yang kurang.
I. Dampak Gangguan Prilaku Terhadap Aspek Perkembangan
1. Emosional
a. Konsep Dasar Emosional
Menurut psikologi emosi adalah pengalaman yang sadar dan komplek yang
memberikan pengaruh terhadap aktivitas tubuh.
b. Dampak emosional
Apabila emosi tersebut sudah begitu keras melampaui batas penerimaan atau nilai
kritik individu begitu keras sehingga fungsi individu terganggu maka dinyatakan
emosinya terganggu, mungkin sebagai pendorong maupun penghambat tetapi sudah di
luar kewajaran karena sifatnya berlebihan.
c. Jenis gangguan emosi
(1). Defresi : perasaan sedih yang tertekan
(2). Ambivalensi : ketidak tetapan perasaan atau emosi terhadap sesuatu
(3). Agitasi : kecemasan yang disertai dengan kegelisahan
2. Motorik
a. Konsep dasar Motorik
Secara neuro biologis motorik adalah gerakan manusia diatur oleh otak yang
namanya pusat motorik. Secara psikologis setiap manusia memiliki energi yang
dinamakan energi biologi umum yang bermula-mula belum terdeperensiansi.14
b. Dampak Motorik
Pada orang yang normal proses dari adanya motivasi sampai dengan gerakan
tersebut pada umumnya berjalan lancar sedangkan pada gangguan prilaku proses tersebut
tidak lancar.
c. Jenis-jenis Gangguan Motorik
(1). Abulia : orang yang lemah kemauannya
(2). Negatifisme : ketidak sanggupan untuk bertindak sugesti
(3). Kepribadian
a. Konsep Dasar Kepribadian
Menurut Maramis bahwa kepribadian meliputi segala corak tingkah laku manusia
yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk beraksi serta menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan dunia luar maupun dalam.
b. Dampak Kepribadian
Sifat curiga yang menonjol, orang lain selalu dilihat sebagai aggressor, ingin
merugikan, ingin menyakiti dan sebagainya sehingga ia bersikap sebagai pemberontak
untuk mempertahankan harga dirinya dan juga melemparkan tanggungjawab dan
kesalahan pada orang lain.
c. Jenis Gangguan Kepribadian
(1). Kepribadian antisosial : bahwa prilakunya selalu menimbulkan konplik dengan orang
lain
(2). Kepribadian Skizoid : pemalu, pendiam dan suka menyendiri
(3). Kepribadian histerik : sombong, egosentrik dan tidak stabil emosinya
BAB II
PENDEKATAN TREATMEN TINGKAH LAKU
A. Pendekatan Biofisikal
Terapi bagi anak yang mengalami penyimpangan tingkah laku bertujuan untuk
mengurangi prilaku yang mengganggu, memperbaiki prestasi sekolah dan hubungan
dengan lingkungannya, serta lebih mandiri di rumah dan di sekolah. Disamping itu, terapi15
ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan diri anak dan prilaku yang lebih aman di
komunitas.
Saat dilaksanakan terapi disarankan keluarga penderita dilibatkan agar terapi
dapat berlangsung dengan lebih efektif. Keterlibatan anggota keluarga lainnya dan guru
sangat diperlukan dalam penanganannya. Dalam hal ini dokter berperan sebagai educator
dan konsultan bagi penderita dan keluarga penderita. Terapi Biofisikal dilakukan dengan
cara mengontril zat-zat yang ada dalam otak. Pilihan utama terapi adalah obat dari
golongan psikostimulan. Salah satunya adalah Methylphenidate.
Obat tersebut diberikan bila gejalanya cukup mengganggu, terjadinya hambatan
fungsi sosial, edukasi dan emosional. Dengan memberi obat terapi lain bisa lebih
berhasil. Biasanya pengobatan diberikan sesudah jam sekolah. Berdasarkan penelitian,
Methylphenidate dapat dipakai sebagai pengobatan. Seminggu sejak pengobatan terjadi
perbaikan tingkah laku dan memperbaiki produktifitas, akurasi, dan efesiensi. Mekanisme
kerja Methylphenidate adalah meningkatkan pelepasan dopamin dan noradrenalin di
dalam otak. Zat tersebut juga memblokir masuknya kembali kedua neurotransmeter itu ke
dalam otak. Saat ini Methylphenidate dikembangkan dengan teknologi mutakhir yang
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan penderita dalam mengontrol kadar
neurotransmeter.
B. Pendekatan Psikodinamik
Setiap manusia berkembang melalui serangkaian interaksi tenaga-tenaga herediter
(keturunan) dengan keadaan lingkungannya. Kekuatan interaksi ini berbeda antara satu
orang dengan orang lain. Sifat-sifat herediter diturunkan oleh orang tua kepada anak-
anaknya melalui gen-gen. setiap orang memiliki potensi keturunan tertentu. Manusia
adalah mahkluk unik karena kemungkinan kombinasi gen-gen yang banyak dengan
berbagai corak situasi lingkungan serta berlapis-lapis aneka pengalaman sejak konsepsi
diawali maka setiap aspek yang ada di sekeliling selalu berinteraksi dengan potensi dari
keturunan.
Pada waktu lahir, bayi memberikan sahutan terhadap rangsangan-rangsangan
pertama yang ada di sekitarnya. Setelah bayi berkembang dari hari ke hari, berinteraksi
dengan lingkungannya, bayi yang secara psikologis belum memiliki bentuk itu sekarang
berdiferensi, kemudian berkembang menjadi EGO atau AKU. Dari sudut pandang16
psikodinamik, maka dalam proses perkembangan egonya, kepribadian si bayi
diorganisasikan di sekeliling inti yang terdiri dari kebutuhan psikologis dan biologis.
Dalam hal ini dikaitkan dengan anak berkebutuhan khusus terutama anak
tunagrahita yang sama-sama manusia dan memiliki kebutuhan yang sama dengan
manusia pada umumnya terutama dalam kebutuhan psikoloigis dan biologis. Terapi
dalam hal ini bagaimana cara anak tunagrahita berusaha untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya, karena hal ini merupakan factor penting dalam perkembangan ego. Tidak
dapat dipungkiri bahwa anak tunagrahita dapat mengalami prustasi, konflik, bagaimana
cara kita sebagai seorang pendidik dalam bidang ini untuk berusaha memenuhi kebutuhan
anak tunagrahita, cara kita melindungi dan meninggikan integritas egonya. Hal ini
tergantung sejauhmana kita mengenal anak tersebut dan memahami karakteristik anak.
Untuk lebih jelasnya maka di bawah ini ada salah satu tokoh tentang pendekatan
psikodinamik yaitu :
Sigmund Freud dengan pendekatannya “Deep Theraphy” dengan adanya :
1. ID atau dorongan-dorongan dalam diri prinsip kerjanya adanya kepuasan
berkaitan dengan napsu dan sex (pleasure principle), berada dibawah alam sadar.
2. Ego prinsipnya kenyataan dan bersifat eksklusif yang mengintegrasikan antara id
dan super id (reality principle). Fungsinya mengatur dan menahan desakan dalam
diri sesuai dengan realita. Ego terbagi menjadi dua :
a. Ego ideal : terkait dengan aturan-aturan standar moral
b. Concience : kata hati, timbul akibat tekanan, peringatan, hukuman yang
datang dari luar
Menurut Freud, tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ketidaksadaran, sifat
dari tingkah laku manusia itu mekanis (deterministic mekanik). Menurut Freud, aneka
situasi yang menekan yang mengancam akan menimbulkan kecemasan dalam diri
seseorang. Kecemasan ini berfungsi sebagai peringatah bahaya sekaligus merupakan
kondisi tidak menyenangkan yang perlu diatasi. Jika individu mampu mengatasi sumber
tekanan (stressor), kecemasan akan hilang. Sebaliknya jika gagal dan kecemasan terus
mengancam mungkin dengan intensitas yang meningkat pula, maka individu akan
menggunakan salah satu atau beberapa bentuk mekanisme pertahanan diri. Langkah ini
secara superficial dapat membebaskan individu dari kecemasannya, namun akibatnya17
dapat timbul kesenjangan antara pengalaman individu dan realitas. Pendekatan
psikodinamik dalam mengkaji gangguan pasien senantias memiliki jauh ke masa awal
perkembangan pasien. Kajian itu ingin melihat jika pasien pernah mengalami trauma atau
frustasi yang dialami dalam menjalani kehidupan yaitu mulai masa oral, masa anal, masa
phalis, masa laten hingga masa genital.
Lebih jauh lagi mengkaji secara hipnotis “bekas” trautam itu dialami dalam
ketidaksadaran si pasien.
Untuk menolongnya, sumber gangguan berupa frustasi berat yang ditekan ke
dalam ketidaksadaran itu harus dibongkar, diangkat kepermukaan untuk selanjutnya
diterima atau diakui dan diatasi, dengan cara Flashback adalah dengan talking about.
C. Pendekatan Behavior
Pendekatan behavioral merupakan pendekatan yang paling popular dan terkenal
karena bersifat logis dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa kekuatan :
1. Internal forces (kekuatan dari dalam)
Prilaku individu dipengaruhi akan kekuatan dari dalam berupa dorongan-
dorongan, aspek-aspek biologis.
2. Eksternal forces (kekuatan dari luar)
Prilaku individu dipengaruhi oleh moral-moral, aturan-aturan, reinforcemen.
Ɣ Asumsi pendekatan Behavioral : Semua prilaku baik itu prilaku baik atau
lurus merupakan hasil belajar
Ɣ Teori behavioral : berangkat dari penelitian seekor binatang, tokoh dari
behavioral adalah Pavlov.
Ɣ Prinsip idiosinkratik : yaitu pemberian reinforcement dan punishment yang
sesuai dengan kebutuhan anak.
Ɣ Reinforcement mendatangkan kesenangan / keenakan
Ɣ Punishment (hukuman) dilakukan agar prilaku menyimpang itu hilang
Teknik-teknik treatmen dalam pendekatan behavioral :
a. Guthinc
1. Incopatible method
2. exhaustion18
3. Change of environmeny
Teknik atau istilah lain :
1. Shaping adalah pembentukan tingkah laku baru dari yang sederhana ke
yang kompleks
2. Chaining adalah teknik yang menghubungkan potongan-potongan tingkah
laku sehingga menjadi suatu tingkah laku
3. Promting digunakan apabila anak setelah diberi instruksi 2 kali
4. Cueing adalah isyarat verbal / gestrud (bahasa tubuh) untuk menguatkan
atau melemahkan tingkah laku tertentu.
5. Time out mengistirahatkan atau mengeluarkan seseorang yang berprilaku
yang tidak diharapkan dari kelompok
6. Token economy adalah pemberian ganjaran dengan sesuatu bernilai
ekonomis, point, kartu diganti dengan barang biasa digunakan pada anak
yang suka memukul ini dimaksudkan supaya si anak dapat menahan untuk
mendapatkan point tadi.
Teknik pendekatan behavioral menurut Hesher :
1. Desentisisasi (penuruan kepekaan), sistematik desentasisistem adalah
penurunan kepekaan secara sistematik.
Ɣ S.D 1 (imago) adalah latihan penurunan kepakaan dengan khayalan
Ɣ S.D 2 (real live/invivo) adalah digunakan untuk penderita phobia
2. Assertive training adalah latihan mempertahankan diri akibat perlakuan
orang lain yang menimbulkan kecemasan dengan mempertahankan harga
diri. Biasanya cocok digunakan bagi orang-orang yang rendah diri atau
yang sering diejek.
3. Sexual training diberikan kepada klien yang mengalami kecemasan dalam
hubungan seksual / antar jenis kelamin.
4. Avection therapy adalah latihan menghilangkan kebiasaan buruk dengan
memberikan stimulus yang memberikan respon yang berkebalikan.
Biasanya digunakan untuk anak-anak yang suka mengompol.
5. Cover desentisition sama dengan SD 1 adalah menghilangkan kebiasaan
buruk seperti pemabuk dengan cara membayangkan pada saat yang19
bersamaan diminta untuk membayangkan hal yang paling tidak
menyenangkan bedanya SD 1 dibimbing.
6. Thought stoping (penghentian pikiran) adalah menghilangkan kecemasan
akibat perlakuan orang yang tidak mengenakan, missal : anak diminta
membayangkan sesuatu yang sangat menyakitkan dirinya sendiri lalu pada
saat klimaks dihentikan.
7. Modeling adalah anak diperintahkan menirukan sesuatu.
D. Pendekatan Sosiologis
Sosiologis secara luas dapat diartika sebagai llmu yang mempelajari hubungan
antara manusia sebagai anggota masyarakat dengan manusia lainnya dalam kehidupan
bermasyarakat. Jadi, pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai salah satu pendekatan
yang menggunakan media masyarakat sebagai media pembelajaran untuk individu yang
dianggap mempunyai tingkah laku menyimpang. Karena dalam lingkungan itulah
individu dapat belajar tentang banyak hal termasuk di dalamnya adalah tentang pola
prilaku yang sesuai dengan lingkungan di mana ia berada.
Dalam lingkungan tersebut anak dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan sekitarnya. Dalam interaksi anak dengan lingkungan ia lambat laun mendapat
kesadaran akan dirinya sebagai pribadi. Ia belajar untuk memandang dirinya sebagai
obyek seperti orang lain memandang dirinya. Ia dapat membayangkan kelakuan apa yang
diharapkan orang lain dari padanya. Ia dapat mengatur kelakuannya seperti yang
diharapkan orang daripadanya. Misalnya ia dapat merasakan perbuatannya yang salah
dan keharusan meminta maaf. Dengan menyadari dirinya sebagai pribadi ia dapat
mencari tempatnya dalam struktur sosial,dapat mengharapkan konsekuensi positif bila
berkelakuan menurut norma-norma akibat negative atas kelakuan melanggar aturan.
Dalam pendekatan ini dikenal dengan proses sosialisasi yang dapat diartikan
sebagai proses membimbing individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan
mendidik anak individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia
menjadi angota yang baik dan masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus.
Sosialisasi dapat juga diartikan sebagai pendidikan. Sosialisasi dapat tercapai melalui
komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Pola kelakukan yang diharapkan dari
anak terus menerus disampaikan dalam segala situasi dimana ia terlibat. Kelakuan yang20
tidak sesuai dikesampingkan karena menimbulkan koflik dengan lingkungan sedangkan
kelakuan yang sesuai dengan norma yang diharapakan dimantapkan.
Pendekatan sosiologis lebih menempatkan kegiatan memilih pada konteks sosial.
Melalui pendekatan ini, tingkah laku seseorang akan dipengaruhi identifikasi diri
terhadap kelompok, termasuk norma yang dianut oleh kelompok tersebut. Dalam
pendekatan ini, mobilitas seseorang yang ingin keluar dari kelompok untuk bergabung
dengan kelompok lain masih dimungkinkan. Karena itu, pilihan seseorang akan
dipengaruhi latar belakang sosial-ekonomi, demografi, tempat tinggal, pendidikan,
pekerjaan dan sebagainya.
Sebenarnya, munculnya penyimpangan tingkah laku pada anak-anak yang
sebagian besar menimpa remaja 14-19 tahun itu bisa dicegah, yakni melalui peran orang
tua dalam menanamkan bekal agama kepada anak-anaknya. Dengan bekal agama yang
memadai, iman mereka akan kuat, sehingga terhindar dari pengaruh lingkungan yang
negative. Dalam membina anak agar mereka bisa menjadi generasi penerus bangsa yang
bisa diandalkan, peran orang tua paling besar. “Mengapa peran orang tua sangat besar?”.
Karena waktu terbanyak anak-anak ada di rumah, kalau di sekolah hanya beberapa jam.
Waktu terbanyak itulah yang seharusnya dimanfaatkan oleh orang tua untuk mendidik
dan membekali pendidikan agama kepada putra-putrinya.
D. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristik
memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini
mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam
membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini
dilihat sebagai perkembangan tingkat berfikir dalam membuat pertimbangan moral, dari
suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama,
membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan
kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alas
alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et all,
1976; Banks, 1985).21
Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan pada dilema moral
dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan
memberi perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju
tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilema, baik dilema
hipotetikal maupun dilema faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan sehari-
hari. Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik
(Superka at all, 1976; Banks, 1985). Proses diskusi dimulai dengan penyajian cerita yang
mengandung dilema. Dalam diskusi tersebut, siswa di dorong untuk menentukan posisi
apa yang sepatutnya dilakukan oleh orang yang terlibat, apa alasannya. Siswa diminta
mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan teman-temannya.
Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey
(Kolhberg; 1971, 1977). Selanjutnya dikembangkan lagi oleh Piaget dan Kohlberg
(Freankel, 1977;Hersh, at al. 1980). Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi
tiga tahap (level) sebagai berikut:
1. Tahap “Premoral” atau “Preconventional”. Dalam tahap in tingkah
laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau
sosial;
2. Tahap “Conventional”. Dalam tahap ini seseorang mulai
menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan pada kriteria
kelompoknya.
3. Tahap “Autonomous”. Dalam tahap ini seseorang berbuat atau
bertingkah laku sesuai dengan akal dan pikiran serta pertimbangan
dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak
melalui pengamatan dan wawancara (Wind Miller, 1976) dari hasil pengamatan terhadap
anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh
kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan
kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka.
Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-
asumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti
dijelaskan oleh Ellyas (1989) Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan22
teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg
dimulai dari konsekuensi yang sederhana yang berupa pengaruh kurang menyenangkan
dari luar ke atas tingkah laku sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-
nilai kemanusiaan Universal. Lebih tinggi tingkat berfikir adalah lebih baik, dan otonomi
lebih baik dari pada heteronomi. Tahap-tahap perkembangan moral diperinci sebagai
berikut:
Tahapan Preconventional
Tingkat 1: Moralitas Heteronomus. Dalam tingkat perkembangan ini moralitas
dari sesuatu perbuatan ditentukan oleh ciri-ciri dan akibat yang bersifat fisik.
Tingkat 2: Moralitas Individu dan Timbal Balik. Seseorang mulai sadar dengan
tujuan dan keperluan orang lain. Seseorang berusaha untuk memenuhi kepentingan
sendiri. Dengan memperhatikan juga kepentingan orang lain.
Tahapan Conventional
Tingkat 3: Moralitas Harapan saling antara individu. Kriteria baik atau buruknya
suatu perbuatan dalam tingkat ini ditentukan oleh norma bersama dan hubungan saling
mempercayai.
Tingkat 4: Moralitas sistem sosial dan kata hati. Sesuatu perbuatan dinilai baik
jika disetujui oleh yang berkuasa dan sesuai dengan peraturan yang menjamin ketertiban
dalam masyarakat.
Tahapan Postconventional
Tingkat 5: Tingkat Transisi. Seseorang belum sampai pada tingkat
Postconventional yang sebenarnya. Pada tingkat ini kriteria benar atau salah bersifat
personal dan subjektif dan tidak memiliki prinsip yang jelas dalam mengambil suatu
keputusan moral.
Tingkat 5: Moralitas kesejahteraan sosial dan hak-hak manusia. Kriteria
moralitas dari sesuatu perbuatan adalah yang dapat menjamin hak-hak individu serta
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Tingkat 6: Moralitas yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang umum.
Ukuran benar atau salah ditentukan oleh pilihan sendiri berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang logis, konsisten dan bersifat universal.23
Asumsi-asumsi yang digunakan kohlberg(1971, 1977) dalam mengembangkan
teorinya sebagai berikut: A). Bahwa kunci untuk memahami tingkah laku moral
seseorang adalah dengan memahami filsafat moralnya, yakni dengan memahami alasan-
alasan yang melatarbelakangi perbuatannya, (b) Tingkat perkembangan tersusun sebagai
suatu keseluruhan cara berpikir. Setiap orang akan konsisten dalam tingkat pertimbangan
moralnya, (C0 Konsep tingkat perkembangan moral menyatakan rangkaian urutan
perkembangan yang bersifat universal, dalam berbagai kondisi kebudayaan.
Sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut, konsep perkembangan moral menurut
teori Kohlberg memiliki empat ciri utama. Pertama, tingkat perkembangan itu terjadi
dalam rangkaian yang sama pada semua orang. Seseorang tidak pernah melompati suatu
tingkat. Perkembangannya selalu ke arah tingkat yang lebih tinggi. Kedua, tingkat
perkembangan itu selalu tersusun berurutan secara bertingkat. Dengan demikian,
seseorang yang membuat pertimbangan moral pada tingkat yang lebih tinggi, dengan
mudah dapat memahami perkembangan moral tingkat yang lebih rendah. Ketiga, tingkat
perkembangan itu terstruktur sebagai suatu keseluruhan. Artinya, seseorang konsisten
pada tahapan pertimbangan moralnya. Keempat, tingkat perkembangan ini memberi
penekanan pada struktur pertimbangan moral, bukan pada isi pertimbangan.
Pendekatan perkembangan kognitif mudah digunakan dalam proses pendidikan di
sekolah, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek perkembangan
kemampuan berpikir. Oleh karena pendekatan ini memberikan perhatian sepenuhnya
kepada isu moral dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai
tertentu dalam masyarakat, penggunaan pendekatan ini menjadi menarik.
Penggunaannya dapat menghidupkan suasana kelas. Teori kohlberg dinilai paling
konsisten dengan teori ilmiah, peka untuk mem bedakan kemampuan dalam membuat
pertimabangan moral, mendukung perkembangan moral, dan melebihi berbagai teori lain
yang didasarkan kepada hasil penelitian empiris.
Pendekata ini juga memiliki kelemahan –kelemahan salah satu kelemahannya
seperti dikemukakan oleh Hersh , et, al.(1980), pendekatan ini menampilakan bias
budaya barat. Anatara lain sangat menjungjung tinggi kebebasan pribadi yang disarkan
filsafat liberal. Dalam proses pendidikan dan pengajaran , pendekaqtan ini juga tidak24
mementingkan kriteria benar salah untuk suatu perbuatan. Yang dipentingkan adalah
alasan yang dikemukakan atau pertimbangan moralnya.
Teori Kohlberg juga dikritik menganduang bias sex, karena dilema yang
dikemukakannya oleh orientasi penilaian pada keadilan dan hak lebih tepat bagi kaum
pria. Berdasarkan kepada hasil ujian empiris , kaum waniata cenderung mendapat skor
lebih rendah dari kaum pria(Power, 1994). Dalam pelaksanaan program-programnya,
teori ini juga memberi penekanan pada proses dan struktur pertimbangan moral,
mengabaikan nilai dan isi pertimbangannya . berhubungan dengan hal ini menurut Ryan
dan Lickona( 1987), pendidikan moral dengan penekanan kepada proses semata dan
mengabaikan isi , tidak akan mencapai sepenuhnya apa yang diharapkan. Dari sisi lain,
pengakuan Kohlberg bahwa teorinya berdasarkan pada prinsip –prinsip moral yang
bersifat universal dibantah juga oleh Liebert(1992). Menurut Liebert, berbagai kajian
dalam bidang antropologi tidak mendukung pandangan tentang adanya prinsip-prinsip
moral yang universal seperti dikemukakan oleh Kohlberg. Realita yang ditemukan adalah
berbagai norma, standar, dan nilai-nilai moral yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat
pendukungnya.
Oleh karena itu pendekatan kognitif pada anak tunalaras meniliki kecerdasan yang
tidak berbeda dengan anak-anak yang pada umumnya. Prestasi yang rendah di sekolah
disebabkan oleh mereka kehilangan minat dan konsentrasi belajar karena masalah
gangguan emosi yang mereka alami. Kegagalan belajar di sekolah sering menimbulakan
anggapan bahwa mereka memiliki intelegensi rendah dan anggapan tersebut memang
tidak sepenuhnya keliru karena di dalam anak tunalaras ada yang mengalami terbelakang
mental dan kelemahan dalam perkembangan kecerdasan dan dimana hal ini yang
menyebabkan timbulnya gangguan tingkah laku.
Singgih Gunarsa (1982) mengemukakan bahwa kecemasan dirinya berbeda
dengan kelompoknya menimbulkan kesulitan pada anak dengan cara penyelesaian yang
sering tidak sesuai dengan cara penyelesaian yang wajar.
Disamping anak yang berintelegensi rendah tidak berarti bahwa anak yang
memiliki intelegensi tinggi tidak bermasalah. Anak yang berintelegensi tinggi seringkali
mempunyai masalah dalam penyesuaian diri dengan teman-temannya. Ketidak sejajaran
antara perkembangan intelegensi dengan kemampuan sosial mengakibatkan anak25
mengalami kesulitan penyesuaian diri dengan kelompok anak yang lebih tua (tetapi setara
dalam kemampuan mentalnya).
Maka jelaslah bahwa pada dasarnya perkembangan intelegensi anak tunalaras
tidak berbeda dengan anak pada umumnya, ada yang memiliki intelegensi rendah, rata-
rata (sedang), dan ada pula yang memiliki intelegensi yang tinggi.
F. Pendekatan Ekologis
Teori ekologis ini menggabungkan teori terdahulu karena menurut teori ini
seseorang memiliki karakteristik dari lahir yaitu bawaan lahir, dalam teori ini dijelaskan
suatu pendekatan untuk anak luar biasa dapat dilihat dari perkembangan dan kemampuan
yang dimiliki si anak sejak lahir, jadi secara umum peran orang tua sangat besar untuk
membantu proses penyuluhan pada anak luar biasa, karena dalam teori ini sumber
penyebab utama perilaku abnormal adalah keadaan-keadaan obyektif di masyarakat yang
bersifat merugikan seperti kemiskinan, diskriminasi dan prasangka ras, serta kekejaman
atau kekerasan maka bentuk stessor atau situasi menekan di beberapa tempat dapat
berbeda-beda tergantung pada konteks ekologiskultural dimana individu hidup misalnya,
di daerah pedesaan yang masyarakatnya bersifat homogen.
Sumber utama penyebab gangguan perilaku kemungkinan besar adalah
kemiskinan, sebaliknya dikota-kota besar dengan masyarakat yang heterogen, penyebab
penting timbulnya gangguan perilaku di kalangan kelompok minoritas mungkin adalah
diskriminasi. Selain itu, pola gangguan perilaku di suatu masyarakat dapat berubah-ubah
sejalan dengan perubahan peradaban sebagai contoh pada masa ketika hidup gangguan
perilaku yang banyak di temukan pada kaum wanita adalah sejenis neurosis yang disebut
histeris. Pada zaman modern sekarang , gangguan yang cukup populer dimana-dimana
khususnya dikota-kota besar adalah stress, dan pola interaksi dalam yang disebut sistem
klien gangua kecemasan menunjukan adanya pola komunikasi yang tidak adaptif dalam
sistem. Kadang-kadang masalah kecemasan pada anak yang di identifikasikan dilakukan
untuk menjaga keseimbangan keluarga.
Teori ini yang berparadigma lingkungan (ekologi) ini menyatakan bahwa perilaku
seseorang ( termasuk perilaku malas belajar pada anak) tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di26
luarnya. Adapun lingkungan di luar diri orang ( dalam makalah ini selannjutnya akan di
fokuskan pada anak atau siswa SD-SLTA) dibagi dalam beberapa lingkaran yang
berelapis-lapis
1. Lingkaran pertama adalah yang paling dekat dengan pribadi anak, yaitu lingkaran
sistem mikro yang terdir dari keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan anak,
teman bermain, tetangga, rumah, tempat bermain dan sebagainya yang sehari-hari
ditemui oleh anak.
2. Lingkaran kedua adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro
(hubungan orangtua guru, orangtua-teman, antar teman, guru-teman dsb.) yang
dinamakannya sistem meso. Di luar sistem mikro dan meso, ada lingkaran ketiga
yang disebut sistem exo, yaitu lingkaran lebih luar lagi, yang tidak langsung
menyentuh pribadi anak, akan tetapi masih besar pengaruhnya, seperti keluarga
besar, polisi, POMG, dokter, koran, televisi dsb.
3. Akhirnya lingkaran yang paling luar adalah sistem makro yang terdiri dari
ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat, budaya dsb.
Dalam pendekatan ini orang tua dan pendidik di tuntut untuk memahami lebih jauh
karakteristikdan segala masalah serta kelainan yang dimiliki anak, pendidik dimiliki
dengan perhatian yang sederhana menuju kompleks, dan memperhatikan perilaku klien
secara intelektual, emosional maupun aspek fisik. Pendidik mengamati dengan bersikap
tegas, luwes, dan penuh perhatian yang dapat berorientasi pada pengembangan
kemampuan anak untuk membuat penilaian dan keputusan (judgement) sendiri secara
tepat dan tepat. Dengan perkataan lain, anak harus didik untuk menilai sendiri yang mana
yang benar/salah, baik/tidak baik atau indah/jelek dan atas dasar itu ia memutuskan
perbuatan mana yang terbaik untuk dirinya sendiri.
G. Pendekatan Religi
Pada dasarnya, fitrah manusia sebagai mahluk yang memiliki hati nurani adalah
religius. Seorang bayi mungil akan diam sejenak ketika mendengar suara adzan dari
masjid maupun televisi, karena gelombang getaran suara adzan menyambung dengan
getaran hati nurani sang bayi. Hati nurani adalah danau religiusitas tempat bersemayam,27
dan sering hanya dapat didengar kalau seseorang bisa merenung dalam sepi dan sendiri.
Karena itulah, Nabi perlu menyepi di Gua Hira, melepaskan diri dari kegalauan
peradaban jahiliyah, untuk dapat mendengarkan suara hati nuraninya dan menerima kabar
kebenaran sejati.
Agama merupakan kenyataan terdekat dan sekaligus terjauh. Begitu dekat karena
agama senantiasa hadir dalam kehidupan sehari-sehari di rumah, kantor, media massa,
pasar dan dimanapun saja kita berada. Begitu misterius karena agama seringkali
menampakan wajah-wajah yang ambigu (tampak berlawanan) memotivasi kekerasan dan
solidaritas kemanusiaan, menumbuhkan takhyul dan mengilhami pencarian ilmu
pengetahuan, memekikkan peperangan paling keji dan menebarkan perdamaian palaing
hakiki.
Sigmund Freud, bapak psikologi modern, dalam bukunya The Future of An Illusion
mengatakan bahwa pada dasarnya motivasi beragama berasal dari ketidakberdayaan
manusia melawan kekuatan-kekuatan alamiah di luar dirinya dan kekuatan naluriah dari
dalam dirinya. Agama timbul karena manusia belum mampu mempergunakan kekuatan
diri dan akalnya secara maksimal.
Dalam pandangan Sigmund Freud, keberagaman seperti di atas sebagai sesuatau
sikap mirip dengan “neurosis obsesional” yang menjangkiti orang bergama. Agama, kata
Freud, adalah suatu illusi yang sengaja diciptakan manusia dalam rangka mengatasi
berbagai macam problem psikologis yang menyedihkan seperti rasa frustasi, depresi,
narsisme, atau rasa bersalah yang dihadapi manusia.
Freud mengatakan, orang beragama sering berada dalam situasi feeling of
powerlessness (perasaan ketergantungan). Menurut Freud, dengan the feeling of
powerlessness itu, orang tidak akan pernah sampai pada kedewasaan beragama, justru
karena gagal membangun otonomi dirinya sendiri sebagai manusia. Mengapa? Karena
the feeling of powerlessness pada hakikatnya berlawanan dengan apa yang dalam tradisi
keagamaan disebut sebagai religious feeling (perasaan keberagamaan), yang selalu
ditandai dengan tujuan perkembangan spiritual manusia dalam cita-cita pencapaian
kebenaran (reason, truth, logos), cinta-kasih-persaudaraan (brotherly-love), mengurangi
penderitaan (reducing of suffering) dan sebagai jalan mendapatkan kebebasan dan
tanggung jawab sosial manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi.28
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat
menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri
kedalam, kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan, misalnya: Tahlilan, rajaban, Jumat
Kliwonan, dll.
Catatan: Karakteristik tersebut, pada saat ini tidak bisa digeneralisasikan bagi seluruh
warga masyarakat desa. Ini disebabkan oleh adanya perubahan sosial religius yang begitu
besar pengaruhnya dalam tata pranata kehidupan masyarakat pedesaan. Dampak yang
terjadi meliputi aspek agama, ekonomi, sosial politik, budaya dan pertahanan keamanan.
Menyikapi kenyataan ini, secara psikologis kita tidak perlu khawatir atau bahkan
takut karena justru akan menyulitkan kita untuk bersosialisasi. Sikap menghargai, itulah
yang mesti kita kembangkan! Kita mesti tahu diri disaat masyarakat desa sedang
menjalankan ibadah agamanya. Karena itu dalam menyusun suatu kegiatan,
pertimbangan faktor “lima waktu” sangat penting untuk diperhatikan.
Peranan Orang Tua Dalam Mencegah Anak Melakukan Penyimpangan
Jumlah anak nakal di NTB yang terdata oleh Dinas Sosial dan Pemberdayaan
Peerempuan setempat selama 2002-2003 mencapai 11 ribu orang. Mereka dikategorikan
sebagai anak nakal, karena melakukan penyimpangan tingkah laku, seperti terlibat
pencurian, perjudian, mabuk-mabukan dan sejenis. Sebenarnya, munculnya
penyimpangan tingkah laku pada anak-anak yang sebagian besar menimpa remaja usia
14-19 tahun itu bisa dicegah, yakni melalui peran orangtua dalam menanamkan bekal
agama kepada anak-anaknya. Dengan bekal agama yang memadai, iman mereka akan
kuat, sehingga terhindar dari pengaruh lingkungan yang negatif.
Dalam membina anak agar mereka bisa menjadi generasi penerus bangsa yang
bisa diandalkan, peran orangtua paling besar. “Kenapa peran orangtua terbesar? Karena
waktu terbanyak anak-anak ada di rumah. Kalau di sekolah hanya beberapa jam. Waktu
terbanyak itulah yang seharusnya dimanfaatkan oleh orangtua untuk mendidik dan
membekalo pendidikan agama kepada putra-putrinya.
Munculnya kecenderungan terjadinya penyimpangan tingkah laku atau anak
menjadi nakal, tidak semata-semata karena faktor ekonomi atau faktor lingkungan29
semata. Peran orangtua sangat besar dalam membentuk Kepribadian putra-putrinya.
Dengan pendidikan agama yang memadai, anak-anak tidak akan terjerumus pada
kegiatan yang negatif.
Selain bekal pendidikan agama penting, orangtua juga harus mampu mengarahkan
anak-anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif. Misalnya dengan mengarahkan
putra-putrinya untuk aktif berorganisasi seperti Karang Taruna dan sebagainya. Anak-
anak usia 14-19 tahun kondisinya sangat labil. Jika mereka diabaikan dan tidak diarahkan
pada kegiatan-kegiatan positif, mereka akan mudah terjerumus pada kegiatan yang
bersifat negatif. Katanya, Tia di Mataram berpendapat bahwa pendidikan agama kepada
anak-anak adalah mutlak. Mengingat, bekal agama merupakan benteng bagi anak-anak
untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Jika imannya kuat,
lingkungan seburuk apa pun mereka akan tahan. Untuk membangun benteng bagi anak-
anak tersebut peran orangtua sangat besar.
Peran orangtua dan guru dinilai cukup efektif, terutama dalam memberikan
siraman rohani kepada anak-anak bermasalah ini. Mengingat, pada umumnya anak-anak
yang tingkah lakunya menyimpang, bekal agamanya kurang. Selain memberi bekal
agama, bekal keterampilan juga penting.
Inspektorat Jendral Departemen Agama selama tiga tahun belakangan ini telah
melaksanakan Program Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) yang berisi
metode pendekatan pengawasan melalui penanaman nilai-nilai ajaran agama yang
dilaksanakannya dengan konsisten.
Pendekatan melalui jalur agama yang dilakukan menitikberatkan pada sentuhan
nurani untuk mengajak dan mendorong diri sendiri serta orang lain untuk berbuat
kebajikan dan berbudaya malu dalam melakukan penyimpangan yang dilandasi rasa
penuh tanggung jawab.
Langganan:
Postingan (Atom)